Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Ratusan mahasiswa Universitas Mulawarman, Samarinda, terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di Jalan M Yamin, depan pintu masuk Kampus Unmul, Sabtu sekitar pukul 19.00 Wita.
Bentrokan terjadi karena para mahasiswa menuntut pembebasan terhadap enam rekan mereka yang ditangkap polisi untuk dimintai keterangan terkait peristiwa perusakan dan pembakaran kantor pos polisi di Simpang Empat Mal Lembuswana, Samarinda, pada Jumat (30/3).
Di depan pintu masuk Kampus Unmul di Jalan M Yamin, ratusan mahasiswa yang memblokir jalan didesak polisi untuk masuk kampus. Namun, mahasiswa melakukan perlawanan dengan melempari polisi menggunakan batu-batuan dan bom molotov. Aparat kepolisian membalasnya dengan melepaskan tembakan peluru karet ke arah mahasiswa.
Dua kendaraan water cannon dari Polres Kukar dan Samarinda juga disiagakan di sekitar pintu masuk Kampus Unmul. Suasana mencekam itu terjadi sekitar satu jam hingga sekitar pukul 20.00 Wita.
Bentrokan mereda ketika ratusan personel polisi diperintahkan mundur kembali ke kawasan Simpang Empat Mal Lembuswana.
Peristiwa bentrokan itu bermula ketika pada Sabtu sore, polisi menangkap enam mahasiswa yang diduga sebagai pelaku perusakan dan pembakaran Kantor Pos Polisi di Simpang Empat Mal Lembuswana, sehari sebelumnya (30/3).
Keenam mahasiswa yang ditangkap untuk dimintai keterangan terkait kasus perusakan dan pembakaran kantor pos polisi itu adalah Aras, mahasiswa Universitas 17 Agustus Samarinda, serta empat mahasiswa Unmul yakni Henri Junardi, Nalendro Priambodo, Yakob Anani, dan Natalis. Sedangkan satu mahasiswa lagi belum diketahui identitasnya.
Usai penangkapan, sekitar pukul 16.00 Wita, sejumlah perwakilan mahasiswa sempat bernegosiasi dengan aparat kepolisian di Simpang Empat Mal Lembuswana, meminta agar rekan-rekan mereka dibebaskan. Namun, polisi tidak menerima permintaan perwakilan mahasiswa tersebut.
Kepada perwakilan mahasiswa, Kapolresta Samarinda Komisaris Besar Arief Prapto menegaskan, pihaknya akan tetap melakukan upaya hukum dengan memproses keenam mahasiswa yang diduga sebagai pelaku perusakan dan pembakaran, berdasarkan rekaman dokumentasi yang dimiliki polisi terkait peristiwa itu.
"Ini murni kasus kriminal, perusakan dan pembakaran fasilitas umum, jadi tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Karena tidak puas dengan tindakan polisi itu, ratusan mahasiswa yang bersimpati terhadap rekan mereka melakukan aksi memblokir Jalan M Yamin di depan pintu masuk ke Kampus Unmul, yang merupakan jalan protokol di Samarinda, pada petang hari sekitar pukul 18.00 Wita.
Pemblokiran jalan tersebut membuat polisi dari satuan Pengendalian Masyarakat (Dalmas) yang didukung Satuan Brimob berupaya membuka jalan yang diblokir.
Ratusan aparat kepolisian itu kemudian berjalan kaki sekitar satu km dari Simpang Empat Mal Lembuswana menuju lokasi pemblokiran oleh mahasiswa di depan pintu masuk Kampus Unmul.
Setibanya di lokasi pemblokiran, bentrokan pun tak terelakkan setelah mahasiswa menolak untuk membuka jalan yang diblokir.
Sekitar 1.100 aparat keamanan yang terdiri dari Satuan Dalmas, Brimob dan sekitar 500 orang personel TNI disiagakan di Samarinda untuk mengantisipasi tindakan anarkis yang mungkin dilakukan pengunjuk rasa yang menolak kenaikan harga BBM. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Bentrokan terjadi karena para mahasiswa menuntut pembebasan terhadap enam rekan mereka yang ditangkap polisi untuk dimintai keterangan terkait peristiwa perusakan dan pembakaran kantor pos polisi di Simpang Empat Mal Lembuswana, Samarinda, pada Jumat (30/3).
Di depan pintu masuk Kampus Unmul di Jalan M Yamin, ratusan mahasiswa yang memblokir jalan didesak polisi untuk masuk kampus. Namun, mahasiswa melakukan perlawanan dengan melempari polisi menggunakan batu-batuan dan bom molotov. Aparat kepolisian membalasnya dengan melepaskan tembakan peluru karet ke arah mahasiswa.
Dua kendaraan water cannon dari Polres Kukar dan Samarinda juga disiagakan di sekitar pintu masuk Kampus Unmul. Suasana mencekam itu terjadi sekitar satu jam hingga sekitar pukul 20.00 Wita.
Bentrokan mereda ketika ratusan personel polisi diperintahkan mundur kembali ke kawasan Simpang Empat Mal Lembuswana.
Peristiwa bentrokan itu bermula ketika pada Sabtu sore, polisi menangkap enam mahasiswa yang diduga sebagai pelaku perusakan dan pembakaran Kantor Pos Polisi di Simpang Empat Mal Lembuswana, sehari sebelumnya (30/3).
Keenam mahasiswa yang ditangkap untuk dimintai keterangan terkait kasus perusakan dan pembakaran kantor pos polisi itu adalah Aras, mahasiswa Universitas 17 Agustus Samarinda, serta empat mahasiswa Unmul yakni Henri Junardi, Nalendro Priambodo, Yakob Anani, dan Natalis. Sedangkan satu mahasiswa lagi belum diketahui identitasnya.
Usai penangkapan, sekitar pukul 16.00 Wita, sejumlah perwakilan mahasiswa sempat bernegosiasi dengan aparat kepolisian di Simpang Empat Mal Lembuswana, meminta agar rekan-rekan mereka dibebaskan. Namun, polisi tidak menerima permintaan perwakilan mahasiswa tersebut.
Kepada perwakilan mahasiswa, Kapolresta Samarinda Komisaris Besar Arief Prapto menegaskan, pihaknya akan tetap melakukan upaya hukum dengan memproses keenam mahasiswa yang diduga sebagai pelaku perusakan dan pembakaran, berdasarkan rekaman dokumentasi yang dimiliki polisi terkait peristiwa itu.
"Ini murni kasus kriminal, perusakan dan pembakaran fasilitas umum, jadi tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.
Karena tidak puas dengan tindakan polisi itu, ratusan mahasiswa yang bersimpati terhadap rekan mereka melakukan aksi memblokir Jalan M Yamin di depan pintu masuk ke Kampus Unmul, yang merupakan jalan protokol di Samarinda, pada petang hari sekitar pukul 18.00 Wita.
Pemblokiran jalan tersebut membuat polisi dari satuan Pengendalian Masyarakat (Dalmas) yang didukung Satuan Brimob berupaya membuka jalan yang diblokir.
Ratusan aparat kepolisian itu kemudian berjalan kaki sekitar satu km dari Simpang Empat Mal Lembuswana menuju lokasi pemblokiran oleh mahasiswa di depan pintu masuk Kampus Unmul.
Setibanya di lokasi pemblokiran, bentrokan pun tak terelakkan setelah mahasiswa menolak untuk membuka jalan yang diblokir.
Sekitar 1.100 aparat keamanan yang terdiri dari Satuan Dalmas, Brimob dan sekitar 500 orang personel TNI disiagakan di Samarinda untuk mengantisipasi tindakan anarkis yang mungkin dilakukan pengunjuk rasa yang menolak kenaikan harga BBM. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012