Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengajak pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara bersama-sama mengevaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 dan mengkaji ulang UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
"Terutama terhadap perlunya untuk segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia menilai banyaknya korban yang berjatuhan, tidak hanya puluhan tapi sudah ratusan meninggal dari Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019 kali ini harus segera diakhiri.
Menurut dia, penyelenggaraan Pilpres dan Pileg secara serentak, sistem perhitungan suara dan sistem rekapitulasi suara manual yang melelahkan, waktu kampanye yang panjang dan penggunaan paku untuk mencoblos yang sangat primitif di jaman teknologi canggih era digital 4.0 harus segera dievaluasi dan diubah.
"Bukan hanya sekadar e-counting atau e-rekap sebagaimana yang diusulkan KPU. Tapi perubahan secara menyeluruh, yaitu dengan menerapkan sistem e-voting yang bisa dimulai uji cobanya pada pilkada serentak mendatang karena dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah," ujarnya.
Bamsoet mengatakan melalui sistem e-voting, tidak diperlukan lagi jumlah panitia penyelenggara, pengawas, saksi maupun keamanan yang banyak dan tidak dibutuhkan lagi pengadaan bilik suara, kotak suara, surat suara dan tinta.
Karena itu menurut dia, melalui e-voting penyelenggaraan pemilu diharapkan bisa lebih mempermudah dan mempercepat proses perhitungan dan rekapitulasi suara sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban.
"Untuk itu usai penetapan hasil pemilu pada 22 Mei mendatang, saya mendorong KPU untuk mempersiapkan sarana maupun prasarana, dan melakukan kajian secara matang terhadap rencana pelaksanaan Pilkada dan Pemilu jika menggunakan sistem e-voting," katanya.
Langkah itu menurut dia agar dapat menjamin azas jujur, adil dan rahasia tetap terjamin, kelancaran, keamanan, dan ketertiban pada pelaksanaan Pilkada dan Pemilu mendatang, serta selalu mengedepankan prinsip bekerja dengan transparan, berintegritas, profesional, dan independen.
Selain itu, politisi Partai Golkar itu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memahami dampak dari keputusan Pilpres dan Pileg serentak yang telah memakan banyak korban anak-anak bangsa.
Dia juga mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik, untuk mengembalikan lagi penyelenggaraan Pilpres dan Pileg seperti pemilu yang lalu.
"Yaitu sistem pemilu terpisah antara Pilpres dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) dengan masa kampanye maksimal tiga bulan agar energi bangsa ini tidak hanya habis terkuras dalam kompetisi pemilu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"Terutama terhadap perlunya untuk segera diterapkan sistem pemilu yang murah, efisien dan tidak rumit serta tidak memakan banyak korban, baik terhadap penyelenggara pemilu, pengawas maupun pihak keamanan," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Dia menilai banyaknya korban yang berjatuhan, tidak hanya puluhan tapi sudah ratusan meninggal dari Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019 kali ini harus segera diakhiri.
Menurut dia, penyelenggaraan Pilpres dan Pileg secara serentak, sistem perhitungan suara dan sistem rekapitulasi suara manual yang melelahkan, waktu kampanye yang panjang dan penggunaan paku untuk mencoblos yang sangat primitif di jaman teknologi canggih era digital 4.0 harus segera dievaluasi dan diubah.
"Bukan hanya sekadar e-counting atau e-rekap sebagaimana yang diusulkan KPU. Tapi perubahan secara menyeluruh, yaitu dengan menerapkan sistem e-voting yang bisa dimulai uji cobanya pada pilkada serentak mendatang karena dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah," ujarnya.
Bamsoet mengatakan melalui sistem e-voting, tidak diperlukan lagi jumlah panitia penyelenggara, pengawas, saksi maupun keamanan yang banyak dan tidak dibutuhkan lagi pengadaan bilik suara, kotak suara, surat suara dan tinta.
Karena itu menurut dia, melalui e-voting penyelenggaraan pemilu diharapkan bisa lebih mempermudah dan mempercepat proses perhitungan dan rekapitulasi suara sehingga bisa meminimalisasi jatuhnya korban.
"Untuk itu usai penetapan hasil pemilu pada 22 Mei mendatang, saya mendorong KPU untuk mempersiapkan sarana maupun prasarana, dan melakukan kajian secara matang terhadap rencana pelaksanaan Pilkada dan Pemilu jika menggunakan sistem e-voting," katanya.
Langkah itu menurut dia agar dapat menjamin azas jujur, adil dan rahasia tetap terjamin, kelancaran, keamanan, dan ketertiban pada pelaksanaan Pilkada dan Pemilu mendatang, serta selalu mengedepankan prinsip bekerja dengan transparan, berintegritas, profesional, dan independen.
Selain itu, politisi Partai Golkar itu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memahami dampak dari keputusan Pilpres dan Pileg serentak yang telah memakan banyak korban anak-anak bangsa.
Dia juga mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR RI sebagai perpanjangan tangan partai politik, untuk mengembalikan lagi penyelenggaraan Pilpres dan Pileg seperti pemilu yang lalu.
"Yaitu sistem pemilu terpisah antara Pilpres dan Pileg (DPR RI, DPD dan DPRD) dengan masa kampanye maksimal tiga bulan agar energi bangsa ini tidak hanya habis terkuras dalam kompetisi pemilu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019