Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, mengusulkan agar pemilu 2024 dapat dipisahkan kembali yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Saya melihat penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada pemilu 2019, ada dampak buruknya," kata Abdul Kadir Karding, ketika dihubungi melalui telepon selulernya di Jakarta, Selasa.
Abdul Kadir Karding mengatakan hal itu ketika ditanya, bagaimana tanggapannya perihal adanya sejumlah petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) yang sakit dan meninggal dunia. Berdasarkan data KPU, ada sebanyak 90 petugas KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan, serta 374 petugas KPPS yang sakit.
Menurut Karding, dirinya melihat problem pada penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden, memiliki dampak teknis dan dampak substansi.
Soal adanya petugas KPPS dan petugas perlindungan masyarakat (Linmas) yang menjadi sakit dan bahkan meninggal dunia, karena lamanya waktu bekerja, yakni menyiapkan TPS, menjaga TPS pada saat pemberian hak suara, hingga penghitungan suara, membutuhkan waktu sangat lama, sehingga kelelahan.
Persoalannya, kata dia, karena terlalu banyaknya pilihan yang disodorkan kepada pemilih dalam waktu yang sama, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk menghitung perolehan suara. "Kalau jumlah TPS sebenarnya sudah banyak, dan sudah diputuskan bahwa setiap TPS maksimal 300 DPT (daftar pemilih tetap)," katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini menambahkan, problem yang lebih substansial adalah penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden, menjadi kurang fokus.
Dia mencontohkan, seorang caleg, kalau fokus mengkampanyekan dirinya, menjadi kurang mengkampanyekan partai dan capres-cawapres, demikian juga sebaliknya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019
"Saya melihat penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden pada pemilu 2019, ada dampak buruknya," kata Abdul Kadir Karding, ketika dihubungi melalui telepon selulernya di Jakarta, Selasa.
Abdul Kadir Karding mengatakan hal itu ketika ditanya, bagaimana tanggapannya perihal adanya sejumlah petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) yang sakit dan meninggal dunia. Berdasarkan data KPU, ada sebanyak 90 petugas KPPS yang meninggal dunia karena kelelahan, serta 374 petugas KPPS yang sakit.
Menurut Karding, dirinya melihat problem pada penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden, memiliki dampak teknis dan dampak substansi.
Soal adanya petugas KPPS dan petugas perlindungan masyarakat (Linmas) yang menjadi sakit dan bahkan meninggal dunia, karena lamanya waktu bekerja, yakni menyiapkan TPS, menjaga TPS pada saat pemberian hak suara, hingga penghitungan suara, membutuhkan waktu sangat lama, sehingga kelelahan.
Persoalannya, kata dia, karena terlalu banyaknya pilihan yang disodorkan kepada pemilih dalam waktu yang sama, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk menghitung perolehan suara. "Kalau jumlah TPS sebenarnya sudah banyak, dan sudah diputuskan bahwa setiap TPS maksimal 300 DPT (daftar pemilih tetap)," katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini menambahkan, problem yang lebih substansial adalah penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden, menjadi kurang fokus.
Dia mencontohkan, seorang caleg, kalau fokus mengkampanyekan dirinya, menjadi kurang mengkampanyekan partai dan capres-cawapres, demikian juga sebaliknya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019