Balikpapan (Antaranews Kaltim) - Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh membantah kabar beredar soal dirinya diperiksa penyidik Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Daerah Kalimantan Timur pada Rabu (15/8) malam berkenaan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan rumah potong unggas.

"Kata siapa? Hoaks itu," tegas Abdulloh kepada wartawan yang menemuinya usai sidang paripurna menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI di Gedung DPRD Balikpapan, Kamis.

Dalam kabar yang dibantah itu juga disebutkan Abdulloh disambangi penyidik di rumah jabatannya di Jalan Aji Raden Said Muhammad.

"Mengenai pemeriksaan malam hari itu hoaks. Siapa yang diperiksa?," kata Abdulloh.

Selanjutnya politisi Partai Golkar itu mengingatkan sekaligus meminta tolong agar segala pemberitaan menyangkut dirinya untuk dikonfirmasikan dulu kepadanya.

"Sebab ini sudah mulai masa pemilihan legislatif lagi, segala hal sangat rawan dan rentan politisasi," jelasnya.

Menurut Abdulloh, dalam situasi seperti itu, bisa saja ada pihak yang sengaja mengembuskan kabar tidak jelas kebenarannya untuk menghancurkan orang lain.

Sehari sebelumnya, penyidik Tipikor Polda Kaltim menggeledah ruang kerja Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh.

Berkas-berkas di ruangan lantai dua gedung DPRD Balikpapan di Jalan Jenderal Sudirman itu ditelisik para penyidik Tipikor bersama dengan ruang Badan Anggaran dan ruang Komisi II. Dari ruangan-ruangan itu penyidik mengamankan empat boks berkas dan sebuah CPU komputer.

Berselang beberapa jam, giliran kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) di lingkungan Balai Kota Balikpapan yang digeledah petugas.

Mengenai penggeledahan itu, Abdulloh menegaskan tidak keberatan dan siap bekerja sama dengan penyidik.

"Silakan bila penyidik masih kekurangan data. Kami bersikap kooperatif. Kami tidak akan pernah menghalang-halangi proses hukum yang sedang berjalan," katanya.

Baca juga: Polisi geledah gedung DPRD Balikpapan terkait korupsi RPU

Kantor DKPP Digeledah

Sementara pada Kamis ini, giliran kantor DKPP Kota Balikpapan di Jalan Marsma R Iswahjudi yang didatangi dan petugas menggeledah ruang kepala dinas.

Kemudian di kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), petugas meminta penjelasan mengenai berbagai hal.

"Polisi minta penjelasan mengenai tata cara pengajuan anggaran hingga realisasi pencairannya," kata Kepala BPKD Kota Balikpapan Madram Muchyar.
 
Arsip - Para penyidik Tipikor Direktorat Kriminal Khusus Polda Kaltim di Gedung Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Balikpapan. (istimewa)

Sekretaris DKPP Muhammad Yusuf mengatakan bahwa Kepala DKPP Muhammad Yosmianto sedang cuti untuk menjalankan ibadah haji.

Walaupun belum diumumkan resmi nama-namanya, polisi sudah menetapkan tujuh tersangka untuk kasus yang bergulir sejak 2014 itu. Para tersangka diduga berbagi peran dalam mengakali anggaran untuk pembebasan lahan RPU yang merugikan keuangan negara hingga Rp11 miliar.

Dalam gelar perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertengahan Mei 2018 di Jakarta disebutkan antara lain CC (Kepala DKPP sampai 2014) dan MY (Kepala DKPP sejak Desember 2014). Selainnya juga turut terlibat sekurangnya dua anggota DPRD Balikpapan dan empat orang staf, antara lain juga di DKPP.

"Dan dari gelar perkara di KPK, ada potensi jumlah tersangka bertambah," kata Kapolda Kaltim Irjen Pol Priyo Widyanto dalam kesempatan terpisah.

Lahan RPU itu berlokasi di Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, dan dapat diakses melalui jalan menuju Pelabuhan Petikemas Kariangau, lebih kurang 25 km dari Balai Kota Balikpapan. Lahan itu berada di dalam Kawasan Industri Kariangau, sekitar 1,2 kilometer dari underpass tol Balikpapan-Samarinda.

Menurut perhitungan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara dirugikan tidak kurang dari Rp11 miliar dari proyek yang diberikan anggaran sebesar Rp12,5 miliar tersebut.

Sebuah sumber juga menyebutkan, pemilik lahan dibayar hanya Rp500 juta dan saat kasusnya mulai mencuat, pembayarannya ditambah lagi Rp250 juta.

"Bagaimana barang yang bisa didapat seharga itu, katakanlah dengan bangunan dan seluruhnya itu Rp1,5 miliar saja, bisa menjadi Rp12,5 miliar, itu sungguh menarik dan mestinya tidak perlu makan waktu lama bagi polisi untuk mengungkapkannya," kata aktivis lembaga swadaya masyarakat Herry Soenaryo dalam sebuah kesempatan.

Kasus ini bergulir sejak 2014, mulai dari Polres Balikpapan dan kemudian diambil alih Polda Kaltim hingga sekarang juga dengan supervisi KPK. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018