Ujoh Bilang (Antaranews Kaltim) - Sekitar 40,4 persen anak dengan usia di bawah lima tahun di kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, dalam keadaan tubuh kerdil atau stunting, sebut data Dinas Kesehatan setempat.
"Dalam penanganan stunting, wewenang utama memang ada di Dinas Kesehatan. Hanya saja, penanganan secara komprehensif menjadi tanggung jawab lintas sektor, termasuk masyarakat," kata Kadis Kesehatan Kabupaten Mahulu, Agustinus Teguh Santoso, di Ujoh Bilang, Sabtu.
Angka stunting balita di Mahulu yang mencapai 30,4 persen ini merupakan data pada 2017, sehingga sampai kini Dinkes terus melakukan langkah penanganan, termasuk berbagai langkah untuk pencegahan agar ke depan tidak ada lagi balita yang terkena stunting.
Di Provinsi Kaltim, balita dalam keadaan stunting tercatat sekitar 30,6 persen.
Balita dengan angka tinggi stunting ada di Kota Bontang sebesar 32,4 persen, Kabupaten Kutai Timur 32,2 persen, Kabupaten Penajam Paser Utara 31,9 persen, dan Kabupaten Paser 31,8 persen. Sedangkan Kota Samarinda tercatat 28,8 persen balita stunting, Kota Balikpapan 30,3 persen, Mahulu 30,4 persen, dan Kabupaten Berau tecatat memiliki 30,5 persen.
Menurutnya, jumlah balita stunting di Mahulu yang tercatat 30,4 persen tersebut tergolong tinggi karena menurut organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) bahwa tingkat persentase stunting terbagi dalam empat kategori.
Kategori pertama adalah status rendah dengan skor 20 persen ke bawah, kategori dua adalah medium dengan skor antara 20-29 persen, kategori tiga dengan status tinggi yang angkanya antara 30-39 persen, dan kategori empat status sangat tinggi dengan skor 40 persen ke atas.
Ia saat acara Advokasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Penanganan Stunting dipadukan dana desa mengatakan bahwa ada tiga komponen dalam penanggulangan stunting, yakni pola asuh, pola makan, dan sanitasi.
"Tiga hal ini yang dominan, maka perlu kesadaran masyarakat dan peranan orang tua dalam mencukupi kebutuhan gizi mulai anak dalam kandungan hingga berusia 59 bulan, termasuk pemberian ASI eksklusif atau air susu ibu bagi bayi di enam bulan pertama setelah dilahirkan," kata Teguh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Dalam penanganan stunting, wewenang utama memang ada di Dinas Kesehatan. Hanya saja, penanganan secara komprehensif menjadi tanggung jawab lintas sektor, termasuk masyarakat," kata Kadis Kesehatan Kabupaten Mahulu, Agustinus Teguh Santoso, di Ujoh Bilang, Sabtu.
Angka stunting balita di Mahulu yang mencapai 30,4 persen ini merupakan data pada 2017, sehingga sampai kini Dinkes terus melakukan langkah penanganan, termasuk berbagai langkah untuk pencegahan agar ke depan tidak ada lagi balita yang terkena stunting.
Di Provinsi Kaltim, balita dalam keadaan stunting tercatat sekitar 30,6 persen.
Balita dengan angka tinggi stunting ada di Kota Bontang sebesar 32,4 persen, Kabupaten Kutai Timur 32,2 persen, Kabupaten Penajam Paser Utara 31,9 persen, dan Kabupaten Paser 31,8 persen. Sedangkan Kota Samarinda tercatat 28,8 persen balita stunting, Kota Balikpapan 30,3 persen, Mahulu 30,4 persen, dan Kabupaten Berau tecatat memiliki 30,5 persen.
Menurutnya, jumlah balita stunting di Mahulu yang tercatat 30,4 persen tersebut tergolong tinggi karena menurut organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) bahwa tingkat persentase stunting terbagi dalam empat kategori.
Kategori pertama adalah status rendah dengan skor 20 persen ke bawah, kategori dua adalah medium dengan skor antara 20-29 persen, kategori tiga dengan status tinggi yang angkanya antara 30-39 persen, dan kategori empat status sangat tinggi dengan skor 40 persen ke atas.
Ia saat acara Advokasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Penanganan Stunting dipadukan dana desa mengatakan bahwa ada tiga komponen dalam penanggulangan stunting, yakni pola asuh, pola makan, dan sanitasi.
"Tiga hal ini yang dominan, maka perlu kesadaran masyarakat dan peranan orang tua dalam mencukupi kebutuhan gizi mulai anak dalam kandungan hingga berusia 59 bulan, termasuk pemberian ASI eksklusif atau air susu ibu bagi bayi di enam bulan pertama setelah dilahirkan," kata Teguh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018