Jakarta (Antaranews) - PT Pertamina (Persero) menyiapkan pipa minyak bawah laut sebagai pengganti pipa sebelumnya, yang putus di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.
"Pipa pengganti ini akan dibawa dari Balongan, Jabar, ke Balikpapan," kata Manajer Komunikasi dan CSR Pertamina Wilayah Kalimantan Yudy Nugraha dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut Yudy Nugraha, pipa pengganti akan segera dipasang setelah memperoleh izin penyidik kepolisian.
Saat ini, pipa bawah laut, yang putus pada 31 Maret 2018 masih berada di tempat semula untuk keperluan penyidikan.
"Apabila pipa yang putus sudah diangkat dari dasar laut dan diperbolehkan oleh pihak penyidik untuk penggantian pipa, maka pipa pengganti ini dapat segera dipasang," katanya.
Yudy menjelaskan pipa yang disiapkan berjumlah 22 buah dengan panjang masing-masing 12 meter.
Saat ini, Pertamina mengalirkan minyak mentah dari Terminal Minyak Mentah Lawe-lawe ke kilang Balikpapan dengan menggunakan pipa bawah laut lain berukuran 16 inci.
Pipa Pertamina yang putus memiliki ukuran 20 inci dengan ketebalan pipa 12,7 mm dan terbuat dari bahan "carbon steel pipe" API 5L Grade X42.
Kekuatan pipa terhadap tekanan diukur dari "maximum allowable operating pressure" (MAOP) adalah 1.061,42 psig, sementara "operating pressure" yang terjadi pada pipa masih di bawah yakni hanya mencapai 170,67 psig.
Menurut Yudy, kondisi pipa sebelum putus cukup baik dan sudah dilakukan inspeksi secara berkala. Terakhir kali "visual inspection" dilakukan pada 10 Desember 2017 oleh "diver" untuk cek kondisi luar pipa, "cathodic protection", dan "spot thickness".
Sementara, lanjutnya, inspeksi untuk sertifikasi terakhir dilakukan 25 Oktober 2016. Sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang dikeluarkan Ditjen Migas Kementerian ESDM itu masih berlaku hingga 26 Oktober 2019.
"Sertifikasi dilakukan tiga tahun sekali sesuai SKPP Migas," katanya.
Di sisi lain, menurut Yudy, Pertamina terus merealisasikan bantuan kepada warga terdampak. Hingga Sabtu (14/4), Pertamina telah menyalurkan bantuan mencapai Rp2,2 miliar berupa bantuan CSR, kompensasi, dan santuan dana.
Bantuan berupa pemberian manfaat kompensasi nelayan yang terdampak karena tidak melaut dan bantuan peralatan terus dilakukan secara bertahap.
Selain itu, tambah Yudy, program bersih-bersih pantai telah dilaksanakan dengan kerja bakti dan skema padat karya agar lingkungan bisa kembali seperti sedia kala.
"Bantuan-bantuan yang disalurkan berdasarkan hasil koordinasi Pertamina dengan kelurahan, dan warga terdampak, agar bantuan yang disalurkan sesuai harapan dan kebutuhan" ujarnya.
Ia mengatakan bantuan juga untuk kapal nelayan yang terbakar, keramba yang rusak, dan bibit kepiting yang hilang nilai ekonominya.
Pertamina juga sudah memberikan bantuan kepada keluarga korban yang meninggal dalam bentuk kesempatan kerja bagi keluarga korban.
"Selain itu paket bantuan CSR yang terdiri atas asuransi pendidikan dan kesehatan, serta bantuan dukungan ekonomi dalam bentuk modal kerja," ujar Yudy. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Pipa pengganti ini akan dibawa dari Balongan, Jabar, ke Balikpapan," kata Manajer Komunikasi dan CSR Pertamina Wilayah Kalimantan Yudy Nugraha dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut Yudy Nugraha, pipa pengganti akan segera dipasang setelah memperoleh izin penyidik kepolisian.
Saat ini, pipa bawah laut, yang putus pada 31 Maret 2018 masih berada di tempat semula untuk keperluan penyidikan.
"Apabila pipa yang putus sudah diangkat dari dasar laut dan diperbolehkan oleh pihak penyidik untuk penggantian pipa, maka pipa pengganti ini dapat segera dipasang," katanya.
Yudy menjelaskan pipa yang disiapkan berjumlah 22 buah dengan panjang masing-masing 12 meter.
Saat ini, Pertamina mengalirkan minyak mentah dari Terminal Minyak Mentah Lawe-lawe ke kilang Balikpapan dengan menggunakan pipa bawah laut lain berukuran 16 inci.
Pipa Pertamina yang putus memiliki ukuran 20 inci dengan ketebalan pipa 12,7 mm dan terbuat dari bahan "carbon steel pipe" API 5L Grade X42.
Kekuatan pipa terhadap tekanan diukur dari "maximum allowable operating pressure" (MAOP) adalah 1.061,42 psig, sementara "operating pressure" yang terjadi pada pipa masih di bawah yakni hanya mencapai 170,67 psig.
Menurut Yudy, kondisi pipa sebelum putus cukup baik dan sudah dilakukan inspeksi secara berkala. Terakhir kali "visual inspection" dilakukan pada 10 Desember 2017 oleh "diver" untuk cek kondisi luar pipa, "cathodic protection", dan "spot thickness".
Sementara, lanjutnya, inspeksi untuk sertifikasi terakhir dilakukan 25 Oktober 2016. Sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang dikeluarkan Ditjen Migas Kementerian ESDM itu masih berlaku hingga 26 Oktober 2019.
"Sertifikasi dilakukan tiga tahun sekali sesuai SKPP Migas," katanya.
Di sisi lain, menurut Yudy, Pertamina terus merealisasikan bantuan kepada warga terdampak. Hingga Sabtu (14/4), Pertamina telah menyalurkan bantuan mencapai Rp2,2 miliar berupa bantuan CSR, kompensasi, dan santuan dana.
Bantuan berupa pemberian manfaat kompensasi nelayan yang terdampak karena tidak melaut dan bantuan peralatan terus dilakukan secara bertahap.
Selain itu, tambah Yudy, program bersih-bersih pantai telah dilaksanakan dengan kerja bakti dan skema padat karya agar lingkungan bisa kembali seperti sedia kala.
"Bantuan-bantuan yang disalurkan berdasarkan hasil koordinasi Pertamina dengan kelurahan, dan warga terdampak, agar bantuan yang disalurkan sesuai harapan dan kebutuhan" ujarnya.
Ia mengatakan bantuan juga untuk kapal nelayan yang terbakar, keramba yang rusak, dan bibit kepiting yang hilang nilai ekonominya.
Pertamina juga sudah memberikan bantuan kepada keluarga korban yang meninggal dalam bentuk kesempatan kerja bagi keluarga korban.
"Selain itu paket bantuan CSR yang terdiri atas asuransi pendidikan dan kesehatan, serta bantuan dukungan ekonomi dalam bentuk modal kerja," ujar Yudy. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018