Jakarta (Antaranews) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengatakan seorang anak berinisial C, meninggal diduga akibat kekerasan secara beruntun oleh ibunya yang mengalami tekanan ekonomi.

"Beban hidup yang ditanggung S tidak seharusnya dilampiaskan kepada ananda C. Kejadian ini membuat kita semua merasa pilu," kata komisioner KPAI bidang pengasuhan Rita di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan C meninggal pada Minggu (25/3) setelah dirawat secara intensif selama kurang lebih 16 hari di ruang PICU, RSUD Karawang, Jawa Barat. Rasa pilu dan nestapa yang dialami ananda C menjadi duka yang mendalam bagi seluruh anak Indonesia.

Menurut dia, kekerasan yang dilakukan oleh orang yang seharusnya menjadi penanggung jawab utama pengasuhan anak bukanlah kasus yang pertama dalam kurun waktu 2018. Tercatat setidaknya ada 18 kasus anak yang mengalami kekerasan fisik, yaitu dipukul berulang, disekap, disulut rokok, ditanam hidup-hidup hingga diracun.

"Kekerasan ini tidak hanya terjadi di seputar Jakarta, tapi juga dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah (Pati), Jawa Timur (Surabaya, Jombang), Jawa Barat (Tasikmalaya, Garut, Cirebon, Bekasi, Karawang), DKI Jakarta, Banten, Kalimantan Timur hingga Papua," kata dia.

Sebagian anak, kata dia, meninggal akibat kekerasan yang dilakukan orang tuanya. Menurutnya masih ada lagi kasus kekerasan yang tidak terlaporkan.

"Perlu disadari bahwa anak adalah anugerah yang harus diterima sebagai amanah kepada orang tua," ujarnya.

Sayangnya, lanjut dia, sebagian orang tua memaknai anak sebagai kepemilikan yang dapat diperlakukan sesuai keinginan orang tua. Anak adalah manusia yang memiliki martabat dan kehidupan awalnya sangat tergantung pada orang tua sebagai orang yang menjalankan pengasuhannya.

"Orang tua perlu menyadari bahwa anak masih sangat belia dalam belajar menjalani kehidupan sehingga orang tua perlu menyikapi dengan wajar tumbuh kembangnya," katanya.

Dia mengatakan kesehatan mental menjadi isu penting dalam kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua. Beban hidup yang dirasakan baik karena situasi perkawinan, kesulitan ekonomi hingga persoalan pribadi seringkali menjadi pemicu orang tua melampiakan kekesalannya pada anak-anak.

Bagaimanapun, menurut dia, orang tua perlu berpikir logis dan menggunakan nalar sehat bahwa anak masih bergantung padanya dan masih dalam proses tumbuh kembang. Wajar kiranya ada hal yang belum sesuai dengan harapan orang tua dan di situlah tugas pengasuhan berproses.

Orang tua baik ayah maupun ibu, kata dia, memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengasuh karena hal ini hulu dari perlindungan anak. Fungsi kontrol pengasuhan yang dilakukan orang tua dapat dilakukan oleh masyarakat dan sekolah jika anak sudah berusia sekolah.

Jika ada dugaan kejadian kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah, lanjut dia, maka masyarakat memiliki fungsi mencegah terjadinya kekerasan berkelanjutan pada anak-anak. Begitu pula sekolah dapat menjadi fungsi kendali bagi situasi kekerasan terhadap anak.

"Tiga pilar ini menjadi pelindung utama anak dan ketiga pilar ini perlu menguatkan fungsi kontrol untuk perlindungan anak. Akhirnya, semoga ananda C menjadi anak terakhir yang mengalami kekerasan oleh orang tuanya sendiri," kata dia. (*)

Pewarta: Anom Prihantoro

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018