Ujoh Bilang (Antaranews Kaltim) - Komisi X DPR RI menyoroti mutu pendidikan formal di kawasan perbatasan antara Malaysia dengan Provinsi Kaltim dan Provinsi Kaltara, akibat minimnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, dan persoalan lainnya.
"Sejumlah persoalan yang berhasil saya petakan setelah beberapa kali ke perbatasan antara lain kekurangan tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk minimnya sarana dan prasarana pendukungnya," tutur Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian dihubungi dari Ujoh Bilang, ibu kota Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Sabtu.
Keberadaan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang minim di perbatasan baik di Kabupaten Mahakam Ulu (Kaltim) maupun di Malinau dan Nunukan (Kaltara), karena kesejahteraan guru masih rendah akibat tidak adanya tunjangan khusus bagi guru yang ditempatkan di perbatasan.
Komisi X merupakan komisi yang memiliki ruang lingkup pendidikan, olahraga, kepariwisataan dan bidang sejarah, sehingga setiap persoalan yang mencuat terkait bidang ini, maka menjadi wewenangnya untuk diperbaiki bersama.
Adapun mitra kerja Komisi X antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Perpustakaan Nasional, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Bidang Pendidikan Tinggi), dan Badan Ekonomi Kreatif.
Politisi Partai Golkar ini melanjutkan bahwa selama ini pemerintah sudah mencoba melakukan pemerataan distribusi guru berstatus aparatur sipil negara (ASN), namun keberadaan guru ASN masih minim akibat kerap dimutasi, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan di perbatasan belum bisa optimal.
Ia menjelaskan bahwa pada 2017 pemerintah telah merekrut guru berstatus ASN jalur khusus untuk menjadi guru garis depan, yakni guru yang bertugs di kawasan perbatasan.
Guru yang direkrut saat itu jumlahnya mencapai 6.296 orang yang tersebar di berbagai daerah, namun ternyata rekrut guru baru sebanyak itu masih belum memenuhi kebutuhan ideal.
Untuk itu, ia berharap ada penambahan rekrut baru pada tahun 2018 ini, kemudian para guru yang sudah diangkat menjadi ASN di kawasan perbatasan, diberikan syarat mengabdi minimal 5 tahun, baru boleh pindah sehingga tidak sekedar ditetapkan di perbatasan kemudin dimutasi, karena cara seperti ini tidak menyelesaikan masalah.
Hetifah juga meminta pemerintah memperbaiki kondisi ruang kelas yang tidak layak, karena di perbatasan masih banyak ditemukan ruang kelas yang rusak dan tidak layak digunakan untuk proses belajar mengajar.
Apabila dilihat berdasarkan Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), lanjut politisi ramah ini, masih banyak sarana pendidikan seperti ruang kelas di seluruh Indonesia yang dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat.
"Ruang kelas yang layak umumnya terdapat di sekolah-sekolah di daerah perkotaan, sehingga kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi tersebut karena sarana dan parasarana pendidikan yang layak adalah hak setiap siswa," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018
"Sejumlah persoalan yang berhasil saya petakan setelah beberapa kali ke perbatasan antara lain kekurangan tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk minimnya sarana dan prasarana pendukungnya," tutur Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian dihubungi dari Ujoh Bilang, ibu kota Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, Sabtu.
Keberadaan jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang minim di perbatasan baik di Kabupaten Mahakam Ulu (Kaltim) maupun di Malinau dan Nunukan (Kaltara), karena kesejahteraan guru masih rendah akibat tidak adanya tunjangan khusus bagi guru yang ditempatkan di perbatasan.
Komisi X merupakan komisi yang memiliki ruang lingkup pendidikan, olahraga, kepariwisataan dan bidang sejarah, sehingga setiap persoalan yang mencuat terkait bidang ini, maka menjadi wewenangnya untuk diperbaiki bersama.
Adapun mitra kerja Komisi X antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Perpustakaan Nasional, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Bidang Pendidikan Tinggi), dan Badan Ekonomi Kreatif.
Politisi Partai Golkar ini melanjutkan bahwa selama ini pemerintah sudah mencoba melakukan pemerataan distribusi guru berstatus aparatur sipil negara (ASN), namun keberadaan guru ASN masih minim akibat kerap dimutasi, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan di perbatasan belum bisa optimal.
Ia menjelaskan bahwa pada 2017 pemerintah telah merekrut guru berstatus ASN jalur khusus untuk menjadi guru garis depan, yakni guru yang bertugs di kawasan perbatasan.
Guru yang direkrut saat itu jumlahnya mencapai 6.296 orang yang tersebar di berbagai daerah, namun ternyata rekrut guru baru sebanyak itu masih belum memenuhi kebutuhan ideal.
Untuk itu, ia berharap ada penambahan rekrut baru pada tahun 2018 ini, kemudian para guru yang sudah diangkat menjadi ASN di kawasan perbatasan, diberikan syarat mengabdi minimal 5 tahun, baru boleh pindah sehingga tidak sekedar ditetapkan di perbatasan kemudin dimutasi, karena cara seperti ini tidak menyelesaikan masalah.
Hetifah juga meminta pemerintah memperbaiki kondisi ruang kelas yang tidak layak, karena di perbatasan masih banyak ditemukan ruang kelas yang rusak dan tidak layak digunakan untuk proses belajar mengajar.
Apabila dilihat berdasarkan Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), lanjut politisi ramah ini, masih banyak sarana pendidikan seperti ruang kelas di seluruh Indonesia yang dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat.
"Ruang kelas yang layak umumnya terdapat di sekolah-sekolah di daerah perkotaan, sehingga kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi tersebut karena sarana dan parasarana pendidikan yang layak adalah hak setiap siswa," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018