Balikpapan (ANTARA News Kaltim) - Kepala Hubungan Masyarakat Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Aries Setyanto mengatakan, Kalimantan Timur perlu mempertimbangkan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir guna memenuhi kebutuhan listrik di wilayah itu.

"Selain untuk kebutuhan listrik yang sangat besar oleh industri dan masyarakat umum, Kaltim juga dianggap cukup mampu membangun PLTN yang mahal. Pembangunannya memang mahal, sekitar Rp20 triliun per satu unit pembangkit," kata Aries Setyanto di Balikpapan, Jumat.

Selain itu, katanya, masih ada kewajiban menyisihkan Rp4 triliun per 1.000 MW PLTN untuk biaya antisipasi dampak yang mungkin muncul. Bila dibangun 2 X 1.000 MW, dengan sendirinya harus disisihkan Rp8 triliun.

Waktu pembangunan sebuah pembangkit tenaga nuklir lebih kurang lima tahun untuk PLTN berdaya 1.000 MW.

"Yang utama itu, kondisi geologis dan geografis Kaltim yang relatif sangat stabil, sehingga kecil kemungkinan gempa dan gelombang tsunami," sambung Aries.

Standar keamanan yang sangat tinggi membuat hanya dua bencana alam itulah yang selama ini terbukti bisa merusak reaktor nuklir, seperti terjadi di reaktor nuklir di Fukushima, Jepang.

Mahalnya PLTN tidak hanya dari biaya pembangunannya. Sejak awal atau rencana pembangunan, biasanya sudah muncul resistensi dari banyak pihak. Imej tenaga nuklir yang buruk, banyaknya jumlah korban karena radiasi akibat kebocoran reaktor misalnya, memang membuat takut banyak pihak.

Sebab itu pula rencana pembangunan PLTN di Gunung Muria, Jepara, ditentang keras oleh masyarakat dan LSM. 

Namun demikian, seperti dijelaskan Dr Asnatio Lasman, Kepala Bapeten, PLTN tetap layak dipertimbangkan. PLTN yang dikelola dengan benar adalah sangat aman dan murah sementara energi yang dihasilkan sangat besar.

"Dengan hanya menggunakan 5 gram uranium, panas yang dihasilkannya di dalam reaktor sebanding dengan panas yang didapat dari pembakaran satu ton batubara," kata Asnatio.

Uranium adalah logam radioaktif yang menjadi bahan bakar PLTN. Pembelahan inti (nuklir) uranium inilah yang menimbulkan panas.

"Ini membuat operasional PLTN jauh lebih murah dari biaya membangkitkan listrik dengan batubara, apalagi dengan solar seperti kebanyakan pembangkit milik PLN sekarang," katanya.

Ia menambahkan, PLTN pada dasarnya adalah pembangkit listrik tenaga uap. Di PLTN, energi nuklir digunakan untuk memanaskan air menjadi uap. Uap bertekanan tinggi itulah yang digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik.

Prinsip yang sama berlaku untuk pembangkit listrik dengan tenaga batubara. Di sini air dipanaskan dengan panas dari pembakaran batubara.

Di sisi lain, lanjut dia, meski sebenarnya sangat menguntungkan, setidaknya saat ini,  pemerintah belum berniat serius membangun PLTN. Soal nuklir, Pemerintah lebih konsentrasi untuk penelitian, belum pada tataran praktis seperti pembangkit listrik.

Selain di Gunung Muria, Jepara, survai juga dilakukan di Banten dan di Bangka-Belitung. "Kalau mau ya swasta. Tinggal mengajukan izin kepada kami soal nuklirnya," kata Dr Asnatio Lasman.

Kebutuhan listriK Kaltim sendiri saat ini mencapai 600 MW dan baru terpenuhi separuhnya. Setelah mengalami krisis parah antara 2006-2008, di awal 2010, Pemprov Kaltim menargetkan terpenuhi dalam tahun 2011 ini. Pasokannya berasal dari banyak pembangkit baru yang tersebar di seluruh Kalimantan Timur.

"Kalau hanya 600 MW, bisa dipenuhi oleh satu PLTN saja. Kaltim bisa memenuhi kebutuhan energi seluruh Kalimantan," kata Aries.(*)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011