Tenggarong (ANTARA News - Kaltim) - Komoditi beras memiliki peranan sangat strategis bagi Indonesia, bahkan sumber makanan utama ini harus diakui terkait erat dengan aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial, budaya bahkan politik.
Bisa jadi karena komoditi beras berkaitan langsung dengan kebutuhan primer sehingga masalah ini sebenarnya cukup rawan jika penangannya tidak hati-hati guna menjaga kestabilan pangan nasional.
Namun, ironisnya, sekitar 3.000 petani dan nelayan agar Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke XIII, di Kutai Kartanegara, Kaltim berlangsung 18-23 Juni 2011 harus kecewa karena event yang hakikatnya strategis bagi program ketahanan pangan nasional itu batal dihadiri oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kedatangan Pak Presiden pada puncak acara Penas Petani dan Nelayan di Tenggarong yang semula dijadwalkan 22 Juni dipastikan tidak akan terlaksana karena padatnya kesibukan beliau," kata Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak.
Gubernur berharap agar petani dan nelayan tidak kecewa karena Presiden SBY akan melakukan "video Conference" dengan para petani dan nelayan se-Indonsia yang saat ini sedang melakukan berbagian kegiatan di Tenggarong Seberang.
"Ketidakhadiran Presiden ke Kaltim ini akan digantikan dengan video conference yang bertempat di Gedung Pencak Silat Kompleks Gelanggang Olahraga Aji Imbut, Tenggarong Seberang," ujar gubernur lagi.
Gedung Pencak Silat itu berdaya tampung sebanyak tiga ribu orang, sementara bagi peserta yang ada di luar ruangan akan disediakan televisi layar lebar, sehingga para peserta masih bisa melihat dan mendengarkan dialog antara petani dengan kepala negara itu.
Menurut dia, ketidakhadiran Presiden ini akan berakibat pada bergesernya beberapa jadwal acara, termasuk juga dihapusnya beberapa kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh presiden, di antaranya pemberian gelar kehormatan oleh Sultan Kutai dan sejumlah penghargaan bagi petani-nelayan.
Terkait dengan itu, maka tanda penghargaan kepada para petani dan nelayan nasional, termasuk penghargaan untuk kepala daerah yang dinilai memiliki andil besar dalam peningkatan pertanian, tidak jadi diberikan saat Penas.
Namun sebagai gantinya, penghargaan tersebut akan dilakukan pada saat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI di Istana Negara, pasalnya tanda penghargaan ini harus diserahkan langsung oleh presiden.
Sementara itu, Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari mengharapkan dengan ketidakhadiran Presiden tidak menjadikan kekecewaan dari peserta dan masyarakat Kutai Kertanegara khususnya.
Dia juga meminta agar seluruh peserta Penas yang terdiri dari petani, nelayan, pendamping, penyuluh dan dari berbagai unsur pemerhati pertanian ini dapat memaklumi karena kesibukan dan tugas negara yang tidak bisa ditunda.
Penyelamatan Lahan
Ketidakhadiran Presiden SBY itu disesalkan sejumlah kalangan, termasuk anggota Komisi II (Bidang Pertaniaan) DPRD Kaltim, Rusman Yakub. Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kaltim itu menilai bahwa kehadiran Presiden SBY sebenarnya sangat strategis.
"Ada beberapa masalah serius pada sektor pertanian yang mengancam program ketahanan pangan. Masalah-masalah itu, ada yang teknis namun ada pula terkait dengan ekonomi, sosial dan budaya," ujarnya.
Masalah non tehnis itu, ujar dia, kini sektor pertanian bagi sebagian besar masyarakat, termasuk generasi muda bukan lagi bidang yang menjanjikan serta membanggakan.
"Pekerjaan sebagai petani itu bukan lagi jadi pekerjaan sampingan namun kini yang memprihatinkan benar-benar sudah ditinggalkan," katanya.
Berdasarkan data Komisi II DPRD Kaltim menunjukan bahwa kini 4.000 Ha lahan pertanian potensial telah hilang dan beralih fungsi untuk berbagai sektor, terutama untuk konsesi pertambangan batu bara.
"Ironisnya, sebagian lahan itu dijual karena keinginan warga untuk mendapat uang banyak secara cepat, tidak ada lagi rasa sayang terhadap lahan pertanian," katannya.
Hal yang memprihatinkan adalah lahan itu sebagian sudah digarap dan dimiliki oleh warga petani eks transmigrasi selama 25 tahun, seperti di salah satu lokasi yang selama ini dikenal sebagai "lumbung beras" Kaltim, Teluk Dalam, Kutai Kartanegara.
Sebagian besar lahan pertanian milik 200 KK (kepala keluarga) asal Lombok, Bali dan Jawa Timur seluas 1.400 Ha di Teluk Dalam, Kukar, kini berubah menjadi lahan penambangan batu bara. Padahal, pemerintah pada 1993 melalui dana APBN telah mengeluarkan dana Rp 11 miliar dan APBD sekitar Rp3 miliar untuk membangun bendungan serta menjalankan sistem irigasi pompanisasi.
Kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah di Kaltim khususnya bagi daerah yang begitu getol mengeluarkan izin KP (kuasa penambangan) batu bara, antara lain, Kabupaten Kukar, Kabupaten Pasir, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Samarinda.
Secara nasional, sesuai data BPS menyebutkan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas satu juta ha di Pulau Jawa dan 0,62 juta ha di luar Jawa.
"Kehadiran Presiden SBY dalam Penas 2011 tentu bisa melihat kondisi sebenarnya di daerah karena akan dilakukan dialog langsung baik saat pertemuan maupun peninjauan lokasi," katanya.
Selain itu, kehadiran Presidn SBY diharapkan bisa memberikan motivasi bagi para petani dan nelayan, serta generasi muda untuk berkifrah di sektor pertanian.
"Jadi kami sangat heran, mengapa kepala negara tidak hadir dalam pertemuan yang hakikatnya sangat penting bagi menjalankan program ketahanan pangan nasional," ujar dia.
Peraturan Lebih Tinggi
Menteri Pertanian RI Suswono di Tanggarong pada penutupan acara Penas, Kamis (23/6) yang dihadiri sedikitnya 3.000 petani dan nelayan itu mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil pangan dunia.
Terkait potnsi itu, Menteri Pertanian RI Suswono mengimbau kepala daerah se Indonesia agar menetapkan Peraturan Daerah tentang lahan abadi pertanian.
"Untuk meningkatkan ketahanan pangan bangsa,jika memungkinkan saya ingin tiap kepala daerah menetapkan Perda tentang lahan abadi pertanian," imbaunya.
Dikatakannya hal tersebut sebagai usaha untuk mempertahankan lahan-lahan pertanian agar tak beralih fungsi sebagai lahan tambang, industri maupun pemukiman. Lebih baik lagi jika tiap daerah menambah lahan-lahan pertanian agar lebih luas.
"Perluas lahan pertanian dan tingkatkan produktifitasnya. Kami (Departemen Pertanian RI) akan bantu agar lahan-lahan pertanian tetap terjaga," ujarnya.
Suswono juga mengatakan Indonesia berpeluang menjadi negara penghasil pangan dunia. Karena letak Indonesia berada di garis Khatulistiwa sehingga beriklim tropis dan cocok untuk berbagai macam tanaman penghasil pangan. Maka Suswono juga mengimbau agar para petani tidak menelantarkan lahan.
"Kita dianugerahi lahan yang subur dan memungkinkan menjadi pemasok pangan dunia, untuk itu jaga lahan pertanian kita dan tingkatkan produktifitasnya jangan ada lahan yang diterlantarkan," ujar dia.
Menanggapi pernyataan Mentan itu, Rusman Jakub mempersoalkan tentang Perda yang dianggap mampu menjadi payung hukum melindungi lahan pertanian potensial secara abadi.
"Pernyataan Menteri Pertanian ini terasa aneh, bayangkan bagaimana mungkin sebuah Perda mampu menyelamatkan lahan pertanian potensial secara abadi, jika pengaturan sektor lain, seperti kehutanan, pertambangan, pemukiman dan lain-lain diatur melalui UU, PP (peraturan pmerintah) dan PKB2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)," katanya.
Pernyataan itu, imbuh dia mencerminkan bahwa pemerintah pusat tidak memiliki political will (kemauan politik) secara serius melindungi lahan pertanian potensial secara abadi.
"Apa kekuatan sebuah Perda ketika dihadapkan dengan UU, PP atau PKB2B. Seharusnya, jika pemerintah pusat memiliki political will, maka perlindungan lahan pertanian potensial secara abdi juga melalui peraturan lebih tinggi, harusnya UU," ujar dia.
Ia menjelaskan bahwa dari sisi teknologi, seperti yang dipamerkan dalam Penas XIII-2011 itu ternyata Indonesia telah mampu menciptakan alat-alat pertanian canggih, menciptakan bibit unggul untuk bidang pertanian pangan/hortikultura, perikanan dan peternakan namun lagi-lagi tidak menfdapat dukungan kebijakan.
"Khusus Kaltim sendiri misalnya, kita punya potensi lahan namun alokasi dana untuk sektor pertanian sangat kecil ketimbang sektor lain, khususnya infrastruktur," ujar dia.
Rusman khawatir jika dukungan terhadap pengembangan sektor pertanian tanpa ada political will baik di pusat dan di daerah, maka swasembada pangan hanya sebatas angan-angan dan Indonesia yang memiliki potensi pertanian yang besar ini akan masih terus mengimpor beras, ironis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011
Bisa jadi karena komoditi beras berkaitan langsung dengan kebutuhan primer sehingga masalah ini sebenarnya cukup rawan jika penangannya tidak hati-hati guna menjaga kestabilan pangan nasional.
Namun, ironisnya, sekitar 3.000 petani dan nelayan agar Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke XIII, di Kutai Kartanegara, Kaltim berlangsung 18-23 Juni 2011 harus kecewa karena event yang hakikatnya strategis bagi program ketahanan pangan nasional itu batal dihadiri oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kedatangan Pak Presiden pada puncak acara Penas Petani dan Nelayan di Tenggarong yang semula dijadwalkan 22 Juni dipastikan tidak akan terlaksana karena padatnya kesibukan beliau," kata Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak.
Gubernur berharap agar petani dan nelayan tidak kecewa karena Presiden SBY akan melakukan "video Conference" dengan para petani dan nelayan se-Indonsia yang saat ini sedang melakukan berbagian kegiatan di Tenggarong Seberang.
"Ketidakhadiran Presiden ke Kaltim ini akan digantikan dengan video conference yang bertempat di Gedung Pencak Silat Kompleks Gelanggang Olahraga Aji Imbut, Tenggarong Seberang," ujar gubernur lagi.
Gedung Pencak Silat itu berdaya tampung sebanyak tiga ribu orang, sementara bagi peserta yang ada di luar ruangan akan disediakan televisi layar lebar, sehingga para peserta masih bisa melihat dan mendengarkan dialog antara petani dengan kepala negara itu.
Menurut dia, ketidakhadiran Presiden ini akan berakibat pada bergesernya beberapa jadwal acara, termasuk juga dihapusnya beberapa kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh presiden, di antaranya pemberian gelar kehormatan oleh Sultan Kutai dan sejumlah penghargaan bagi petani-nelayan.
Terkait dengan itu, maka tanda penghargaan kepada para petani dan nelayan nasional, termasuk penghargaan untuk kepala daerah yang dinilai memiliki andil besar dalam peningkatan pertanian, tidak jadi diberikan saat Penas.
Namun sebagai gantinya, penghargaan tersebut akan dilakukan pada saat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI di Istana Negara, pasalnya tanda penghargaan ini harus diserahkan langsung oleh presiden.
Sementara itu, Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari mengharapkan dengan ketidakhadiran Presiden tidak menjadikan kekecewaan dari peserta dan masyarakat Kutai Kertanegara khususnya.
Dia juga meminta agar seluruh peserta Penas yang terdiri dari petani, nelayan, pendamping, penyuluh dan dari berbagai unsur pemerhati pertanian ini dapat memaklumi karena kesibukan dan tugas negara yang tidak bisa ditunda.
Penyelamatan Lahan
Ketidakhadiran Presiden SBY itu disesalkan sejumlah kalangan, termasuk anggota Komisi II (Bidang Pertaniaan) DPRD Kaltim, Rusman Yakub. Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kaltim itu menilai bahwa kehadiran Presiden SBY sebenarnya sangat strategis.
"Ada beberapa masalah serius pada sektor pertanian yang mengancam program ketahanan pangan. Masalah-masalah itu, ada yang teknis namun ada pula terkait dengan ekonomi, sosial dan budaya," ujarnya.
Masalah non tehnis itu, ujar dia, kini sektor pertanian bagi sebagian besar masyarakat, termasuk generasi muda bukan lagi bidang yang menjanjikan serta membanggakan.
"Pekerjaan sebagai petani itu bukan lagi jadi pekerjaan sampingan namun kini yang memprihatinkan benar-benar sudah ditinggalkan," katanya.
Berdasarkan data Komisi II DPRD Kaltim menunjukan bahwa kini 4.000 Ha lahan pertanian potensial telah hilang dan beralih fungsi untuk berbagai sektor, terutama untuk konsesi pertambangan batu bara.
"Ironisnya, sebagian lahan itu dijual karena keinginan warga untuk mendapat uang banyak secara cepat, tidak ada lagi rasa sayang terhadap lahan pertanian," katannya.
Hal yang memprihatinkan adalah lahan itu sebagian sudah digarap dan dimiliki oleh warga petani eks transmigrasi selama 25 tahun, seperti di salah satu lokasi yang selama ini dikenal sebagai "lumbung beras" Kaltim, Teluk Dalam, Kutai Kartanegara.
Sebagian besar lahan pertanian milik 200 KK (kepala keluarga) asal Lombok, Bali dan Jawa Timur seluas 1.400 Ha di Teluk Dalam, Kukar, kini berubah menjadi lahan penambangan batu bara. Padahal, pemerintah pada 1993 melalui dana APBN telah mengeluarkan dana Rp 11 miliar dan APBD sekitar Rp3 miliar untuk membangun bendungan serta menjalankan sistem irigasi pompanisasi.
Kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah di Kaltim khususnya bagi daerah yang begitu getol mengeluarkan izin KP (kuasa penambangan) batu bara, antara lain, Kabupaten Kukar, Kabupaten Pasir, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Samarinda.
Secara nasional, sesuai data BPS menyebutkan bahwa konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mengalami percepatan. Dari tahun 1981 sampai tahun 1999 terjadi konversi lahan sawah di Jawa seluas satu juta ha di Pulau Jawa dan 0,62 juta ha di luar Jawa.
"Kehadiran Presiden SBY dalam Penas 2011 tentu bisa melihat kondisi sebenarnya di daerah karena akan dilakukan dialog langsung baik saat pertemuan maupun peninjauan lokasi," katanya.
Selain itu, kehadiran Presidn SBY diharapkan bisa memberikan motivasi bagi para petani dan nelayan, serta generasi muda untuk berkifrah di sektor pertanian.
"Jadi kami sangat heran, mengapa kepala negara tidak hadir dalam pertemuan yang hakikatnya sangat penting bagi menjalankan program ketahanan pangan nasional," ujar dia.
Peraturan Lebih Tinggi
Menteri Pertanian RI Suswono di Tanggarong pada penutupan acara Penas, Kamis (23/6) yang dihadiri sedikitnya 3.000 petani dan nelayan itu mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil pangan dunia.
Terkait potnsi itu, Menteri Pertanian RI Suswono mengimbau kepala daerah se Indonesia agar menetapkan Peraturan Daerah tentang lahan abadi pertanian.
"Untuk meningkatkan ketahanan pangan bangsa,jika memungkinkan saya ingin tiap kepala daerah menetapkan Perda tentang lahan abadi pertanian," imbaunya.
Dikatakannya hal tersebut sebagai usaha untuk mempertahankan lahan-lahan pertanian agar tak beralih fungsi sebagai lahan tambang, industri maupun pemukiman. Lebih baik lagi jika tiap daerah menambah lahan-lahan pertanian agar lebih luas.
"Perluas lahan pertanian dan tingkatkan produktifitasnya. Kami (Departemen Pertanian RI) akan bantu agar lahan-lahan pertanian tetap terjaga," ujarnya.
Suswono juga mengatakan Indonesia berpeluang menjadi negara penghasil pangan dunia. Karena letak Indonesia berada di garis Khatulistiwa sehingga beriklim tropis dan cocok untuk berbagai macam tanaman penghasil pangan. Maka Suswono juga mengimbau agar para petani tidak menelantarkan lahan.
"Kita dianugerahi lahan yang subur dan memungkinkan menjadi pemasok pangan dunia, untuk itu jaga lahan pertanian kita dan tingkatkan produktifitasnya jangan ada lahan yang diterlantarkan," ujar dia.
Menanggapi pernyataan Mentan itu, Rusman Jakub mempersoalkan tentang Perda yang dianggap mampu menjadi payung hukum melindungi lahan pertanian potensial secara abadi.
"Pernyataan Menteri Pertanian ini terasa aneh, bayangkan bagaimana mungkin sebuah Perda mampu menyelamatkan lahan pertanian potensial secara abadi, jika pengaturan sektor lain, seperti kehutanan, pertambangan, pemukiman dan lain-lain diatur melalui UU, PP (peraturan pmerintah) dan PKB2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)," katanya.
Pernyataan itu, imbuh dia mencerminkan bahwa pemerintah pusat tidak memiliki political will (kemauan politik) secara serius melindungi lahan pertanian potensial secara abadi.
"Apa kekuatan sebuah Perda ketika dihadapkan dengan UU, PP atau PKB2B. Seharusnya, jika pemerintah pusat memiliki political will, maka perlindungan lahan pertanian potensial secara abdi juga melalui peraturan lebih tinggi, harusnya UU," ujar dia.
Ia menjelaskan bahwa dari sisi teknologi, seperti yang dipamerkan dalam Penas XIII-2011 itu ternyata Indonesia telah mampu menciptakan alat-alat pertanian canggih, menciptakan bibit unggul untuk bidang pertanian pangan/hortikultura, perikanan dan peternakan namun lagi-lagi tidak menfdapat dukungan kebijakan.
"Khusus Kaltim sendiri misalnya, kita punya potensi lahan namun alokasi dana untuk sektor pertanian sangat kecil ketimbang sektor lain, khususnya infrastruktur," ujar dia.
Rusman khawatir jika dukungan terhadap pengembangan sektor pertanian tanpa ada political will baik di pusat dan di daerah, maka swasembada pangan hanya sebatas angan-angan dan Indonesia yang memiliki potensi pertanian yang besar ini akan masih terus mengimpor beras, ironis.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011