Samarinda (ANTARANews - Kaltim) - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menghentikan aktivitas PT Bukit Baiduri Energi (BBE), sebagai buntut bentrok kelompok massa yang terjadi di areal pertambangan di Loa Buah, Samarinda, Selasa (26/4).
"Kami menilai kejadian di jalan tambang batu bara PT BBE Loa Buah murni persoalan tambang. Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi perusahaan kepada masyarakat dan ada pelanggaran prosedur dilakukan perusahaan. Sudah sepantasnya PT BBE ditutup atas terjadinya peristiwa bentrokan warga," kata Ketua Jatam Kaltim, Kahar Al Bahri, di Samarinda, Rabu.
Menurut dia, sebelum melakukan aktivitas eksploitasi semestinya perusahaan tambang menyelesaikan terlebih dahulu ganti rugi lahan kepada warga sekitar.
Sehingga, insiden serupa bisa dihindari. Demikian juga ketika perusahaan mulai kegiatan tambang seperti saat pengangkutan hingga penumpukan batu bara.
Kahar mengatakan kejadian tersebut harus menjadi perhatian pemerintah, untuk menghindari konflik tambang yang terus menerus terjadi dengan problem yang sama.
Berdasarkan data lokasi tambang batu bara PT BBE selaku satu-satunya pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.337 hektare yang dikeluarkan Pemprov Kaltim berada di Kecamatan Sungai Kunjang dan Samarinda Ulu.
Lokasi tambang tersebut cukup berdekatan dengan pemukiman padat penduduk.
Desakan atas penghentian tambang juga diutarakan Forum Kewaspadaan Dini Persaudaraan Antar Masyarakat Kalimantan Timur (FKPMKT) yang meminta PT BBE menyelesaikan akar permasalahan ganti rugi tanah milik warga yang digunakan untuk angkutan batu bara sebelum melakukan aktivitasnya kembali.
"Kami juga meminta PT BBE untuk tidak melakukan kegiatan operasional, jika biaya ganti rugi tanah belum dilaksanakan pembayaran," kata Samsu Hadi, Ketua Bidang Penanggulangan Konflik FKPMKT.
Selain meminta penyelesaian sengketa lahan, FKPMKT juga meminta PT BBE mengganti biaya kerusakan rumah, sepeda motor yang terbakar, biaya rumah sakit korban yang terluka.
FKPMKT juga menyatakan sikap bahwa perkelahian antarkelompok masyarakat di Loa Buah adalah masalah pribadi pemilik tanah dengan PT BBE dan sepenuhnya diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Sementara itu Kepala Dinas Pertambangan Mineral dan Energi Pemprov Kaltim Amrullah menyikapi bahwa pihaknya tidak bisa serta merta menutup aktivitas PT BBE karena persoalan yang membuat terjadinya insiden bukan berkenaan dengan persoalan teknis penambangan.
"Itu bukan persoalan teknis, kalau saya melihat itu persoalan sosial yakni sengketa lahan yang terjadi antara perusahaan tambang batu bara dengan warga," tegas Amrullah.
Upaya yang bisa dilakukan pihaknya hanya bisa memfasilitasi pertemuan kedua pihak sehingga persoalan bisa terjadi titik temu, dan kedua belah pihak sama-sama saling menerima.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011
"Kami menilai kejadian di jalan tambang batu bara PT BBE Loa Buah murni persoalan tambang. Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi perusahaan kepada masyarakat dan ada pelanggaran prosedur dilakukan perusahaan. Sudah sepantasnya PT BBE ditutup atas terjadinya peristiwa bentrokan warga," kata Ketua Jatam Kaltim, Kahar Al Bahri, di Samarinda, Rabu.
Menurut dia, sebelum melakukan aktivitas eksploitasi semestinya perusahaan tambang menyelesaikan terlebih dahulu ganti rugi lahan kepada warga sekitar.
Sehingga, insiden serupa bisa dihindari. Demikian juga ketika perusahaan mulai kegiatan tambang seperti saat pengangkutan hingga penumpukan batu bara.
Kahar mengatakan kejadian tersebut harus menjadi perhatian pemerintah, untuk menghindari konflik tambang yang terus menerus terjadi dengan problem yang sama.
Berdasarkan data lokasi tambang batu bara PT BBE selaku satu-satunya pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.337 hektare yang dikeluarkan Pemprov Kaltim berada di Kecamatan Sungai Kunjang dan Samarinda Ulu.
Lokasi tambang tersebut cukup berdekatan dengan pemukiman padat penduduk.
Desakan atas penghentian tambang juga diutarakan Forum Kewaspadaan Dini Persaudaraan Antar Masyarakat Kalimantan Timur (FKPMKT) yang meminta PT BBE menyelesaikan akar permasalahan ganti rugi tanah milik warga yang digunakan untuk angkutan batu bara sebelum melakukan aktivitasnya kembali.
"Kami juga meminta PT BBE untuk tidak melakukan kegiatan operasional, jika biaya ganti rugi tanah belum dilaksanakan pembayaran," kata Samsu Hadi, Ketua Bidang Penanggulangan Konflik FKPMKT.
Selain meminta penyelesaian sengketa lahan, FKPMKT juga meminta PT BBE mengganti biaya kerusakan rumah, sepeda motor yang terbakar, biaya rumah sakit korban yang terluka.
FKPMKT juga menyatakan sikap bahwa perkelahian antarkelompok masyarakat di Loa Buah adalah masalah pribadi pemilik tanah dengan PT BBE dan sepenuhnya diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Sementara itu Kepala Dinas Pertambangan Mineral dan Energi Pemprov Kaltim Amrullah menyikapi bahwa pihaknya tidak bisa serta merta menutup aktivitas PT BBE karena persoalan yang membuat terjadinya insiden bukan berkenaan dengan persoalan teknis penambangan.
"Itu bukan persoalan teknis, kalau saya melihat itu persoalan sosial yakni sengketa lahan yang terjadi antara perusahaan tambang batu bara dengan warga," tegas Amrullah.
Upaya yang bisa dilakukan pihaknya hanya bisa memfasilitasi pertemuan kedua pihak sehingga persoalan bisa terjadi titik temu, dan kedua belah pihak sama-sama saling menerima.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2011