Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta dukungan secara kongkret dari kabupaten/kota untuk program "three ends" dalam upaya-upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, dan kesenjangan akses ekonomi bagi perempuan.

"Dukungan itu, antara lain dalam bentuk anggaran bagi kegiatan-kegiatan dan program untuk `three ends` (tiga akhiri) tersebut," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Prof dr Vennetia R Danes di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin.

Kementerian PPPA menggelar Rapat Koordinasi Teknis Perlindungan Hak Perempuan untuk Kawasan Tengah Indonesia di Balikpapan pada 29-31 Mei 2017, yang dihadiri peserta dari provinsi-provinsi di Kalimantan ditambah Bali dan Nusa Tenggara Barat.

Menurut Vennetia, contoh dukungan tersebut adalah adanya unit P2TPA (Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak) di setiap kabupaten dan kota. Demikian juga dengan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kantor polisi.

Kedua unit layanan tersebut bagian dari tidak kurang 90 lebih program dan kegiatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang ada di dinas atau instansi pemerintah.

"Nantinya kita juga perlu koordinasi menyeluruh," kata Deputi Menko Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Dr Sujatmiko MA dalam kesempatan yang sama.

Tidak hanya antarinstansi pemerintah, tapi juga melibatkan masyarakat secara langsung.

"Rakortek ini satu ajang untuk koordinasi tersebut. Kami berharap para pemangku kepentingan untuk saling membantu, bersinergi, bergandeng tangan, sehingga kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, dan kesenjangan ekonomi, tidak lagi terjadi di Indonesia, yang diawali dengan langkah konkrit kita di masing-masing provinsi dan kabupaten kota," kata Deputi Vennetia.

Sejak awal 2016, Kementerian PPA merilis data bahwa satu dari tiga perempuan usia 15-64 tahun di Indonesia yang jumlahnya sekitar 28 juta orang pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.

Dari jumlah itu, sekitar 18,25 persen pernah mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual dari pasangannya, kemudian 31,74 persen mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual ketika pernah atau sedang memiliki pasangan, dan sebagian besar yaitu 42,71 persen mengalaminya justru saat belum pernah memiliki pasangan.

"Ironisnya, satu dari 10 itu mengalaminya dalam kurun waktu 12 bulan terakhir," papar Vennetia. (*)

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017