Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Belasan mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman kembali merawat Sungai Karang Mumus Samarinda, Kalimantan Timur, dengan cara memungut sampah sebagai bentuk pendidikan sekaligus ajakan agar warga tidak membuang sampah ke sungai.

"Hari ini sudah yang kesekian kalinya saya mengajak anak didik merawat sungai. Mahasiswa yang saya ajak dari berbagai semester dan orangnya juga berbeda-beda, Tujuannya adalah agar semua memahami betapa pentingnya peran sungai," ujar Dosen Fahutan Unmul Wiwin Suwinarti di Samarinda, Sabtu.

Wiwin mengajak 16 mahasiswanya untuk memungut sampah di Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda. Dalam aksi bersih-bersih itu, mereka ada yang lewat darat dan sebagian menggunakan perahu mengambil sampah di sekitar Jembatan Kehewanan.

Menurut ia, memungut sampah merupakan aksi nyata untuk mengajak dan mendidik masyarakat, karena pendidikan yang paling mengena adalah melalui praktik, bukan sekadar teori berupa soialisasikan lewat spanduk, selebaran atau tatap muka yang kadang tidak dianggap masyarakat.

Namun, melalui contoh langsung memungut sampah yang berserakan, maka orang yang melihat akan malu membuang sampah ke sungai, bisa juga ada warga yang tersindir karena sebelumnya mereka membuang sampah sembarangan.

"Namun, tujuan utama saya adalah hari ini mereka memang memungut sampah, namun besok dan seterusnya saya yakin mereka tidak membuang sampah ke sungai, karena mereka telah susah payah memungutnya. Apalagi sebelum turun ke sungai, mereka mendapatkan pemahaman melalui Sekolah Sungai Karang Mumus," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang pemateri Sekolah Sungai Karang Mumus Kifyatul Akhyar di hadapan warga belajarnya mengatakan, rawa yang masih tersisa di hulu SKM Samarinda bisa menjadi sarana produksi pangan yang berkelanjutan.

Keberadaan rawa hulu sungai itu diharapkan tetap terjaga karena rawa sempadan sungai di samping berfungsi sebagai zona tangkapan air, juga menjadi wadah pengendapan partikel tanah dan humus yang terbawa gerusan dan limpahan air sungai yang menjadi pupuk alami.

Ia juga mengatakan saat terjadi hujan, oleh aliran "run-off"--substrat organik yg terbentuk di zona catchment area-- selanjutnya terhantarkan menuju dataran pelembahan dan terendapkan, sehingga membentuk hamparan lahan subur dataran pelembahan.

Terkait dengan banjir di Samarinda, menurut Akhyar, banyak hal yang mempengaruhi, baik faktor alam maupun manusia, namun yang paling dominan adalah faktor manusia.

"Salah satu contoh adalah akibat banyak atap, semen, dan aspal sehingga di kawasan kota nyaris tidak ada daerah resapan air. Makanya, kalau bikin rumah harus disisakan untuk resapan air agar tidak semua meluap ke parit," ujar Akhyar. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017