Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam dan mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum peserta aksi damai dzikir dan tausyiah 11 Februari (112) terhadap jurnalis Metro TV dan Global TV saat meliput gelaran tersebut.
Reporter dan kamerawan Metro TV, Desi Fitriani dan Ucha Fernandez, serta kamerawan Global TV, Dino, mendapat kekerasan saat meliput aksi 112 di kawasan Masjid Istiqlal, Sabtu, yang juga turut menjadikan salah seorang tenaga pengamanan Metro TV menjadi korban.
Akibat kejadian itu, para korban bukan hanya menderita luka-luka secara fisik tetapi juga mengalami trauma, demikian keterangan resmi IJTI yang diterima di Jakarta, Sabtu.
"Mereka (massa) memukul pakai bambu dari atas, samping, lalu kami juga dilempar pakai gelas air mineral," ungkap Desi, sementara rekannya, Ucha, diludahi dan ditendangi tubuhnya oleh oknum-oknum peserta aksi 112.
Sementara Dino mengaku sempat diintimidasi oleh oknum peserta, karena Global TV dianggap tidak sopan saat menyebut Rizieq Shihab tanpa gelar Habib.
"Saya dikerubungi massa dan dibilang gak sopan," kata Dino.
Merespon kejadian tersebut, IJTI bersama Satuan Tugas Anti Kekerasan Dewan Pers akan melakukan pendampingan advokasi dan penyelidikan atas tindakan yang dilakukan oknum-oknum peserta aksi yang seharusnya berlangsung damai itu.
"Kami menilai ada dua peristiwa hukum yang terjadi. Pemukulan adalah delik umum yang legal standingnya berada pada korban langsung bukan pada perusahaan," demikian pernyataan IJTI.
"Kedua terkait penghalangan kerja sebagaimana diancam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, hal ini mengacu pada Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) yang legal standingnya ada pada perusahaan pers." IJTI mengimbau terhadap semua pihak, agar menghormati profesi jurnalis yang pada dasarnya dilindungi undang-undang.
Lebih lanjut IJTI menyampaikan lima pernyataan sikap atas kejadian tersebut, yakni sebagai berikut: 1. Menghalang-halangi serta melakukan tindak kekerasan terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran Undang-undang dan pelaku bisa dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18, UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. 2. Meminta aparat kepolisian serius dan bersikap tegas menindak siapapun baik masyarakat sipil maupun non sipil yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis.
3. Meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya 4. Meminta kepada semua pihak jika merasa dirugikan atas pemberitaan agar memproses melalui mekanisme yang berlaku, seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga mengadukan ke Dewan Pers 5. Jurnalis dan media wajib menjaga independensinya, menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai Kode Etik Jurnalistik. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017
Reporter dan kamerawan Metro TV, Desi Fitriani dan Ucha Fernandez, serta kamerawan Global TV, Dino, mendapat kekerasan saat meliput aksi 112 di kawasan Masjid Istiqlal, Sabtu, yang juga turut menjadikan salah seorang tenaga pengamanan Metro TV menjadi korban.
Akibat kejadian itu, para korban bukan hanya menderita luka-luka secara fisik tetapi juga mengalami trauma, demikian keterangan resmi IJTI yang diterima di Jakarta, Sabtu.
"Mereka (massa) memukul pakai bambu dari atas, samping, lalu kami juga dilempar pakai gelas air mineral," ungkap Desi, sementara rekannya, Ucha, diludahi dan ditendangi tubuhnya oleh oknum-oknum peserta aksi 112.
Sementara Dino mengaku sempat diintimidasi oleh oknum peserta, karena Global TV dianggap tidak sopan saat menyebut Rizieq Shihab tanpa gelar Habib.
"Saya dikerubungi massa dan dibilang gak sopan," kata Dino.
Merespon kejadian tersebut, IJTI bersama Satuan Tugas Anti Kekerasan Dewan Pers akan melakukan pendampingan advokasi dan penyelidikan atas tindakan yang dilakukan oknum-oknum peserta aksi yang seharusnya berlangsung damai itu.
"Kami menilai ada dua peristiwa hukum yang terjadi. Pemukulan adalah delik umum yang legal standingnya berada pada korban langsung bukan pada perusahaan," demikian pernyataan IJTI.
"Kedua terkait penghalangan kerja sebagaimana diancam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, hal ini mengacu pada Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) yang legal standingnya ada pada perusahaan pers." IJTI mengimbau terhadap semua pihak, agar menghormati profesi jurnalis yang pada dasarnya dilindungi undang-undang.
Lebih lanjut IJTI menyampaikan lima pernyataan sikap atas kejadian tersebut, yakni sebagai berikut: 1. Menghalang-halangi serta melakukan tindak kekerasan terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran Undang-undang dan pelaku bisa dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18, UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. 2. Meminta aparat kepolisian serius dan bersikap tegas menindak siapapun baik masyarakat sipil maupun non sipil yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada para jurnalis.
3. Meminta aparat menjamin dan melindungi para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya 4. Meminta kepada semua pihak jika merasa dirugikan atas pemberitaan agar memproses melalui mekanisme yang berlaku, seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga mengadukan ke Dewan Pers 5. Jurnalis dan media wajib menjaga independensinya, menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai Kode Etik Jurnalistik. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017