Tenggarong (ANTARA Kaltim) - Komunitas Seni Gubang menggelar pentas seni di Sungai Tenggarong, anak Sungai Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu malam (24/12).
Pertunjukkan tari kontemporer bertajuk 'Meramu Punggung Anak Sungai Mahakam' tidak seperti biasa sebab seluruh seniman, baik penari maupun pemusik tampil di atas enam "gubang" atau perahu yang dikayuh atlet dayung dari Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Kutai Kartanegara.
Dengan tata cahaya lampu minimalis, pertunjukan tersbeut mampu menciptakan suasana hening, hingga ratusan penonton yang berada di tepi sungai di Jalan S Parman dan Jalan Monumen Timur, terpukau dalam gerak tari yang menceritakan tentang kehidupan urban di atas perahu.
Ketua Yayasan Gubang, Hariyansa, mengatakan, pagelaran itu merupakan pesan untuk masyarakat agar menjaga dan melestarikan alam khususnya sungai.
"Sebenarnya ini adalah pesan untuk semua, jangan hanya bisa menggunakan sungai tapi tidak bisa menjaganya," ujar seniman yang akrab disapa Ancah tersebut.
Dikatakannya, persembahan tari di atas sungai yang berdurasi 30 menit itu, melibatkan delapan penari dan tujuh pemusik dari Komunitas Senin GUbang.
"Pakaian yang dikenakan penari dan pemusik bernuansa kontemporer, ada yang ciri khas batik dan sebagainya," katanya.
Sebelumnya, Komunitas Seni Gubang juga menggelar peragaan busana di atas sungai yang menampilkan karya bertemakan batik melayu Kutai.
Peragaan busana itu juga tergolong unik, karena sebelum tampil di catwalk, sebanyak 13 orang peragawan/peragawati yang merupakan penari dari Komunitas Seni Gubang terlebih dahulu dibawa menyusuri anak sungai Mahakam di sekitar jembatan besi Tenggarong menggunakan perahu.
Setelah menepi, masing-masing penari kemudian tampil berlenggang di tepi Jalan S Parman.
"Kami menggunakan landasan di atas sungai dan catwalknya diatas trotoar, sehingga penonton bisa menyaksikan dari dua sisi," ujar Hariyansa.
Anca mengatakan, ada sekitar 26 koleksi batik melayu Kutai yang ditampilkan dalam pagelaran itu dan merupakan karya desainer pemilik Rumah Kreasiku.
"Dalam peragaan busana itu kami menggandeng desainer Imam Pranawa Utama," ucapnya.
Konsep peragaan busana sendiri lanjutnya, berisi ajakan agar masyarakat melestarikan sungai sekaligus ajakan kepada para seniman untuk menampilkan karya-karyanya.
"Ini kita lakukan untuk memacu serta memicu teman-teman seniman untuk berbuat sesuatu bagi Kutai Kartanegara," tutur Anca.
Selanjutnya Anca mengatakan, kedua pegaleran tersbeut sebenarnya dalam rangka memperingati hari jadi ke-16 Yayasan Gubang.
Dengan peragaan busana dan tari kontemporer tersebut, masyarakat Kota Raja Tenggarong mendapat suguhan unik garapan Komunitas Seni Gubang.
Ia mengaku tidak menyangka animo penonton menyaksikan pagelaran tari yang digarap hanya dalam waktu tidak sampai satu bulan itu sangat besar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Pertunjukkan tari kontemporer bertajuk 'Meramu Punggung Anak Sungai Mahakam' tidak seperti biasa sebab seluruh seniman, baik penari maupun pemusik tampil di atas enam "gubang" atau perahu yang dikayuh atlet dayung dari Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Kutai Kartanegara.
Dengan tata cahaya lampu minimalis, pertunjukan tersbeut mampu menciptakan suasana hening, hingga ratusan penonton yang berada di tepi sungai di Jalan S Parman dan Jalan Monumen Timur, terpukau dalam gerak tari yang menceritakan tentang kehidupan urban di atas perahu.
Ketua Yayasan Gubang, Hariyansa, mengatakan, pagelaran itu merupakan pesan untuk masyarakat agar menjaga dan melestarikan alam khususnya sungai.
"Sebenarnya ini adalah pesan untuk semua, jangan hanya bisa menggunakan sungai tapi tidak bisa menjaganya," ujar seniman yang akrab disapa Ancah tersebut.
Dikatakannya, persembahan tari di atas sungai yang berdurasi 30 menit itu, melibatkan delapan penari dan tujuh pemusik dari Komunitas Senin GUbang.
"Pakaian yang dikenakan penari dan pemusik bernuansa kontemporer, ada yang ciri khas batik dan sebagainya," katanya.
Sebelumnya, Komunitas Seni Gubang juga menggelar peragaan busana di atas sungai yang menampilkan karya bertemakan batik melayu Kutai.
Peragaan busana itu juga tergolong unik, karena sebelum tampil di catwalk, sebanyak 13 orang peragawan/peragawati yang merupakan penari dari Komunitas Seni Gubang terlebih dahulu dibawa menyusuri anak sungai Mahakam di sekitar jembatan besi Tenggarong menggunakan perahu.
Setelah menepi, masing-masing penari kemudian tampil berlenggang di tepi Jalan S Parman.
"Kami menggunakan landasan di atas sungai dan catwalknya diatas trotoar, sehingga penonton bisa menyaksikan dari dua sisi," ujar Hariyansa.
Anca mengatakan, ada sekitar 26 koleksi batik melayu Kutai yang ditampilkan dalam pagelaran itu dan merupakan karya desainer pemilik Rumah Kreasiku.
"Dalam peragaan busana itu kami menggandeng desainer Imam Pranawa Utama," ucapnya.
Konsep peragaan busana sendiri lanjutnya, berisi ajakan agar masyarakat melestarikan sungai sekaligus ajakan kepada para seniman untuk menampilkan karya-karyanya.
"Ini kita lakukan untuk memacu serta memicu teman-teman seniman untuk berbuat sesuatu bagi Kutai Kartanegara," tutur Anca.
Selanjutnya Anca mengatakan, kedua pegaleran tersbeut sebenarnya dalam rangka memperingati hari jadi ke-16 Yayasan Gubang.
Dengan peragaan busana dan tari kontemporer tersebut, masyarakat Kota Raja Tenggarong mendapat suguhan unik garapan Komunitas Seni Gubang.
Ia mengaku tidak menyangka animo penonton menyaksikan pagelaran tari yang digarap hanya dalam waktu tidak sampai satu bulan itu sangat besar. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016