Keindahan dam keajaiban alam di kawasan Kecamatan Biduk-biduk, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, selama ini menjadi magnet kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Bentang alam karst Sangkulirang-Mangkalihat yang melintang seluas 2,1 juta hektare, menghasilkan panorama alam yang sangat eksotis. Hal itu menjadikan kawasan Biduk-biduk seolah bagai "surga" yang mampu memanjakan mata dan juga pikiran para pengunjung.
"Keindahan alam di Biduk-biduk dihasilkan dari bentang alam kasrt yang memberikan panorama yang sangat indah. Sumber-sumber air masyarakat sangat melimpah dan jernih. Kami sangat mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan atas karunia alam yang unik tersebut," ujar Ramli, sekretaris Kampung Giring-giring.
Eksotisme alam di kawasan Kecamatan Biduk-biduk, memberikan anugerah tersendiri bagi masyarakat.
Sumber-sumber air yang melimpah, keindahan alam yang eksotis serta kekayaan hasil laut, memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat Biduk-biduk.
"Sejak Januari hingga September 2016, sebanyak 28 ribu wisatawan, baik lokal maupun mancanegara berkunjung ke Biduk-biduk. Jika satu orang membelanjakan uangnya minimal Rp100 ribu, maka tentu memberikan dampak ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat," tutur Ramli.
Salah satu potensi wisata yang paling eksotis di Kecamatan Biduk-biduk yakni Labuan Cermin yag terletak di Desa Labuan Kelambu.
Tidak hanya keindahan alamnya tetapi kejernihan air bak kaca menjadikan Labuan Cermin sangat eksotik sehingga menjadi salah satu tempat yang paling banyak dicari wisatawan untuk dikunjungi.
Tidak hanya di situ, Labuan Cermin juga memiliki keajaiban seperti yang tertuang dalam Al Quran pada Surat Al-Furqan ayat 53 yang berbunyi "Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan), yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
"Pada bagian atas, atau permukaan rasa airnya tawar namun pada bagian bawah terasa asin," ujar salah seorang pengunjung Labuan Cermin, Fajrin.
Keindahan alam dan keajaiban Labuan Cermin yang memiliki air dua rasa, tentu terjaga karena ekosistem karst di kawasan itu selama ini tetap terjaga.
Bukan hanya Labuan Cermin, keindahan laut di kawasan Biduk-biduk yang dapat ditempuh menggunakan jalur darat sekitar 5 hingga 6 jam dari Tanjung Redeb, Ibu Kota Kabupaten Berau, juga akan mampu memanjakan mata pengunjung.
Eksotisme wisata Biduk-biduk juga dapat dinikmati di Pulau Sigending yang merupakan area terumbu karang dan sangat cocok untuk bidu daya teripang, juga sebagai kawasan penyu, seperti di Pulau Derawan.
Tak kalah menariknya, Pulau Kaniman Besar dengan panorama alam yang eksotis, membuat para pengujnung dapat memanjakan mata dan pikiran untuk sekadar melepas penat saat liburan.
Begitu pula di kawasan Senondo, yang merupakan hamparan batu putih yang memiliki sejumlah mata air yang mengeluarkan panas yang banyak dijadikan sebagai tempat refleksi bagi wisatawan yang berkunjung di kawasan itu.
Kesempurnaan wahana wisata alam dapat dinikmati pengunjung di kawasan Tanjung Guntur yang memiliki keindahan bawah laut yang memukau karena kawasan tersebut terdapat hambaran tebing yang didalamnya terdapat sejumlah gua.
Di kawasan yang masuk Kampung Teluk Sumbang yang rencananya menjadi salah satu dermaga pabrik semen oleh PT Bosowa, memiliki ekosistem hutan yang masih sangat terjaga dengan sejumlah habitat yang dilindungi, seperti Beruang Madu, Macan Dahan, Burung Enggang dan Uwa-uwa.
Terancam Investasi Ekstraktif
Kini keindahan dan keajaiban alam Biduk-biduk terancam punah dan kelak tinggal menjadi kenangan setelah Pemprov Kaltim melalui Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) mengeluarkan izin untuk perkebunan sawit dan pabrik semen.
Izin perkebunan kelapa sawit yang dikeluarkan Pemprov Kaltim seluas 17.021 hektare, diberikan kepada PT Kebun Sawit Nusantara (KSN) di sejumlah kampung, yakni Giring-giring, Teluk Sulaiman, Teluk Sumbang.
Tanda-tanda penggusuran "surga" Biduk-biduk semakin nyata ketika Pemrov Kaltim juga mengeluarkan izin pabrik semen kepada PT Semen Alam Bhana Lestari Resources seluas 1.007 hektare di Kutai Timur dan Berau.
Izin juga diberikan kepada PT Gawi Manuntung Resources 149 hektare untuk eksploitasi semen di Kampung Teluk Sumbang Kabupaten Berau dan PT Berlian Biduk Jaya seluas 211,52 hektare serta kepada PT Semen Borneo Indonesia seluas 20.319 hektare di Kutai Timur, PT Semen Kaltim 173 hektare di Kampung Teluk Sumbang, PT Alam Bhana Lestari (PT ABL) 1.074 hektare terbentang dari Kampung Teluk Sumbang hingga Tanjung Mangkalihat serta delapan perusahaan semen lainnya.
Juru Bicara Aliansi Masyarakat Peduli Karst Fitri Irwan menyatakan, Pemerintah Provinsi Kaltim sudah mengeluarkan 14 izin pertambangan untuk pabrik semen di Kutai Timur dan Berau yang mengancam keselamatan ekosistem karst.
Ia menyebut, dalam RTRW Kaltim, kawasan tersebut masuk kawasan lindung geologi yang bersisian dengan rencana jalur kereta api batu bara, termasuk bermasalah tumpang tindih lahan dengan 14 perusahaan perkebunan kelapa sawit, 11 izin pertambangan batu bara, 13 HPH dan 3 HTI besar yang berada di Kutai Timur dan Berau.
Dengan fakta-fakta tersebut, para pegiat lingkungan menilai kebijakan Pemerintah Provinsi Kaltim hanya akal-akalan untuk meloloskan perizinan ekstraktif di wilayah karst dan tidak berpihak pada keselamatan alam dan masyarakat.
"Kebijakan ekonomi yang mengedepankan pembangunan infrastruktur termasuk kebutuhan proyek nasional yang tertuang dalam RPJMN dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, justru mengancam keberadaan dan kelestarian karst di Kaltim," kata Fitri Irwan.
Selain ancaman kehancuran "surga" Biduk-biduk, investasi ekstraktif juga mengancam masyarakat adat Dayak Basap, yang selama ini menggantungkan kehidupan dari pertanian dan hasil hutan.
"Sangat disayangkan jika kawasan yang selama ini potensial sebagai tempat wisata yang sangat menawan, dirusak oleh aktivitas pertambangan. Jika keindahan alam dan berbagai potensi yang dihasilkan dari karst itu dikelola dengan optimal, tentu hasil yang diperoleh akan jauh lebih bersa dan keindahan alam yang merupakan anugerah bagi Kaltim tetap terjada," tutur Fitri Irwan.
Aliansi Masyarakat Peduli Karst dan pegiat lingkungan, terus berupaya menolak segala perizian investasi ekstraktif di kawasan karst yang membahayakan keberlangsungan masyarakat Kaltim.
Para pegiat lingkungan, menuntut Pemrov Kaltim agar meninjau ulang dan mencabut semua perizinan, baik di sektor perkebunan dan pertambangan di wilayah karst, meminta dilakukan inventarisasi wilayah karst Kaltim dengan lebih baik karena selama ini dinilai, ada perbedan data wilayah karst dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan.
Jeritan senada dilontarkan Sekretaris Kampung Giring-giring, Ramli yang menyebut, keindahan alam Biduk-biduk merupakan anugerah alam yang tak ternilai dan tidak tergantikan.
"Potensi wisata Biduk-biduk terbentuk dari alam dan bukan buatan sehingga jika dirusak, tidak akan kembali seperti sedia kala," ucap Ramli.
Seharusnya, menurut Ramli, pemerintah justru lebih menata kawasan Biduk-biduk dan mengembangkan berbagai potensi wisata sehingga jumlah pengunjungnya lebih banyak.
Kepedulian Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap potensi alam di Kecamatan Biduk-biduk tercermin dari minimnya infrastruktur, khususnya jalan yang menghubungkan Kota Sangatta, Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur.
Banyaknya jalan yang rusak, belum optimalnya penerangan serta sulitnya komunikasi, menjadi salah satu kendala pengembangan wisata di Biduk-biduk.
"Jarak tempuh dari Kota Samarinda ke Biduk-biduk mencapai 16 jam, karena jalan rusak parah sepanjang 13 kilometer bahkan sebagian berlumpur sehinga sulit dilalui kendaraan. Padahal, setiap liburan jumlah pengunjung ke Biduk-biduk, baik yang datang dari Samarinda maupun Sangata, Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur, sangat banyak. Jika jalan baik, saya yakin orang berkunjung ke Biduk-bduk jauh lebih banyak," ujar seorang pengunjung asal Samarinda, Ikram.
Balum lagi masalah sinyal telepon genggam yang sangat sulit ditemukan, juga menjadi kesulitan wisatawan dan masyarakat berkomunikasi.
"Kami berharap, pemerintah segera membangun BTS atau menara telekomunikasi agar masyarakat dapat menikmati layanan komunikasi. Begitu pula listrik yang hanya dapat dinikmati pada malam hari," katanya.
Minimnya infrastruktur serta sarana dan prasarana itulah, dimanfaatkan investor ekstraktif untuk melakukan negosiasi dengan memberi penawaran menggiurkan kepada masyarakat.
"Selama bertahun-tahun, kami tidak menikmati infrastruktur yang layak. Jalan menuju kampung kami masih terbuat dari tanah dan pengeran dan sebagian besar masyarakat kami hidup di bawah garis kemiskinan. Potensi alam yang selama ini kami miliki, tidak membuat masyarakat sejahtera sehingga wajar jika sebagian besar warga Teluk Sumbang mendukung pabrik semen," kata Kepala Kampung Teluk Sumbang Abdul Karim.
Kawasan Ekowisata
Kawasan Karst Mangkalihat-Sangkulirang, bermorfologi tegakan menara-menara curam, berisi ribuan lorong-lorong gua, baik gua berair maupun gua fosil.
Kawasan Karst tersebut menyebar dari pedalaman Barat menuju pesisir Timur. Kawasan pesisir Timur dihiasi terumbu-terumbu tempat hidup fauna karang.
Kawasan karst ini bahkan menyimpan cerita manusia-manusia pertama Kalimantan, jauh lebih tua dari kebudayaan Kutai.
Dari potensi dan kekayaan alam itulah melahirkan ide cemerlang seorang tokoh masyarakat Kaltim yang juga bermukin di Kampung Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-biduk, Ronald Lolang.
Beragam keindahan dan panorama alam Biduk-biduk melahirkan ide Ronald Lolang untuk membuat kawasan itu sebagai area ekowisata.
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.
Membangun sebuah pondok yang diberi nama Lamin Guntur, Ronald Lolang mencoba mengembangkan konsep berwisata alam yang menawarkan keindahan laut dengan latar belakang pegunungan karst.
Wisatawan yang datang ke Teluk Sumbang, akan dimanjakan dengan keindahan laut yang memesona dipadu bentangan pegunungan hijau yang memiliki sejumlah gua sambil mendengarkan senandung alam serta kicauan berbagai jenis burung.
Wisatawan yang berkunjung juga dapat menikmati keindahan malam dengan desiran ombak pantai pasir putih, sambil bercengkerama dengan kicauan alam di pondok-pondok yang dibangun, persis di bibir pantai.
"Sudah ada sejumlah komunitas yang datang ke sini, sekadar menikmati keindahan alam Biduk-biduk yang sangat memesona. Konsep wisata alam berbasis ekowisata di Biduk-biduk, sangat menjanjikan sebab selain menjaga dan melestarikan lingkungan, juga tentu berdampak pada ekonomi masyarakat," ujar Ronald Lolang.
Membangun konsep wisata yang dapat memberikan dampak ekonomi masyarakat sekaligus melestarikan alam menurut Ronald Lolang, tepat dikembangkan karena Biduk-biduk memiliki potensi alam yang kompleks.
Selain keindahan alam yang eksotis yang dapat menjadi magnet wisatawan, potensi kekayaan alam laut di kawasan Biduk-biduk cukup melimpah dan indah sehingga jika digarap secara optimal, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Jika digarap optimal, dapat memberikan dampak ekonomi pada masyarakat di Biduk-biduk," tutur Ronald Lolang yang juga memiliki impian menjadikan kawasan Biduk-biduk sebagai destinasi wisata modern dan bernilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat.
Kesuburan tanah dan berbagai habitat hewan langka dan dilindungi di kawasan Biduk-biduk, menjadi potensi yang tak ternilai untuk membangun berbagai potensi wisata yang tidak hanya menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, tetapi juga memicu meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Namun, konsep dan impian Ronald Lolang yang bertekad menjaga dan melestarikan keindahan alam, tidak akan terwujud jika tidak didukung pemerintah dan masyarakat serta seluruh pihak. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Bentang alam karst Sangkulirang-Mangkalihat yang melintang seluas 2,1 juta hektare, menghasilkan panorama alam yang sangat eksotis. Hal itu menjadikan kawasan Biduk-biduk seolah bagai "surga" yang mampu memanjakan mata dan juga pikiran para pengunjung.
"Keindahan alam di Biduk-biduk dihasilkan dari bentang alam kasrt yang memberikan panorama yang sangat indah. Sumber-sumber air masyarakat sangat melimpah dan jernih. Kami sangat mensyukuri nikmat Tuhan yang diberikan atas karunia alam yang unik tersebut," ujar Ramli, sekretaris Kampung Giring-giring.
Eksotisme alam di kawasan Kecamatan Biduk-biduk, memberikan anugerah tersendiri bagi masyarakat.
Sumber-sumber air yang melimpah, keindahan alam yang eksotis serta kekayaan hasil laut, memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat Biduk-biduk.
"Sejak Januari hingga September 2016, sebanyak 28 ribu wisatawan, baik lokal maupun mancanegara berkunjung ke Biduk-biduk. Jika satu orang membelanjakan uangnya minimal Rp100 ribu, maka tentu memberikan dampak ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat," tutur Ramli.
Salah satu potensi wisata yang paling eksotis di Kecamatan Biduk-biduk yakni Labuan Cermin yag terletak di Desa Labuan Kelambu.
Tidak hanya keindahan alamnya tetapi kejernihan air bak kaca menjadikan Labuan Cermin sangat eksotik sehingga menjadi salah satu tempat yang paling banyak dicari wisatawan untuk dikunjungi.
Tidak hanya di situ, Labuan Cermin juga memiliki keajaiban seperti yang tertuang dalam Al Quran pada Surat Al-Furqan ayat 53 yang berbunyi "Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan), yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
"Pada bagian atas, atau permukaan rasa airnya tawar namun pada bagian bawah terasa asin," ujar salah seorang pengunjung Labuan Cermin, Fajrin.
Keindahan alam dan keajaiban Labuan Cermin yang memiliki air dua rasa, tentu terjaga karena ekosistem karst di kawasan itu selama ini tetap terjaga.
Bukan hanya Labuan Cermin, keindahan laut di kawasan Biduk-biduk yang dapat ditempuh menggunakan jalur darat sekitar 5 hingga 6 jam dari Tanjung Redeb, Ibu Kota Kabupaten Berau, juga akan mampu memanjakan mata pengunjung.
Eksotisme wisata Biduk-biduk juga dapat dinikmati di Pulau Sigending yang merupakan area terumbu karang dan sangat cocok untuk bidu daya teripang, juga sebagai kawasan penyu, seperti di Pulau Derawan.
Tak kalah menariknya, Pulau Kaniman Besar dengan panorama alam yang eksotis, membuat para pengujnung dapat memanjakan mata dan pikiran untuk sekadar melepas penat saat liburan.
Begitu pula di kawasan Senondo, yang merupakan hamparan batu putih yang memiliki sejumlah mata air yang mengeluarkan panas yang banyak dijadikan sebagai tempat refleksi bagi wisatawan yang berkunjung di kawasan itu.
Kesempurnaan wahana wisata alam dapat dinikmati pengunjung di kawasan Tanjung Guntur yang memiliki keindahan bawah laut yang memukau karena kawasan tersebut terdapat hambaran tebing yang didalamnya terdapat sejumlah gua.
Di kawasan yang masuk Kampung Teluk Sumbang yang rencananya menjadi salah satu dermaga pabrik semen oleh PT Bosowa, memiliki ekosistem hutan yang masih sangat terjaga dengan sejumlah habitat yang dilindungi, seperti Beruang Madu, Macan Dahan, Burung Enggang dan Uwa-uwa.
Terancam Investasi Ekstraktif
Kini keindahan dan keajaiban alam Biduk-biduk terancam punah dan kelak tinggal menjadi kenangan setelah Pemprov Kaltim melalui Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) mengeluarkan izin untuk perkebunan sawit dan pabrik semen.
Izin perkebunan kelapa sawit yang dikeluarkan Pemprov Kaltim seluas 17.021 hektare, diberikan kepada PT Kebun Sawit Nusantara (KSN) di sejumlah kampung, yakni Giring-giring, Teluk Sulaiman, Teluk Sumbang.
Tanda-tanda penggusuran "surga" Biduk-biduk semakin nyata ketika Pemrov Kaltim juga mengeluarkan izin pabrik semen kepada PT Semen Alam Bhana Lestari Resources seluas 1.007 hektare di Kutai Timur dan Berau.
Izin juga diberikan kepada PT Gawi Manuntung Resources 149 hektare untuk eksploitasi semen di Kampung Teluk Sumbang Kabupaten Berau dan PT Berlian Biduk Jaya seluas 211,52 hektare serta kepada PT Semen Borneo Indonesia seluas 20.319 hektare di Kutai Timur, PT Semen Kaltim 173 hektare di Kampung Teluk Sumbang, PT Alam Bhana Lestari (PT ABL) 1.074 hektare terbentang dari Kampung Teluk Sumbang hingga Tanjung Mangkalihat serta delapan perusahaan semen lainnya.
Juru Bicara Aliansi Masyarakat Peduli Karst Fitri Irwan menyatakan, Pemerintah Provinsi Kaltim sudah mengeluarkan 14 izin pertambangan untuk pabrik semen di Kutai Timur dan Berau yang mengancam keselamatan ekosistem karst.
Ia menyebut, dalam RTRW Kaltim, kawasan tersebut masuk kawasan lindung geologi yang bersisian dengan rencana jalur kereta api batu bara, termasuk bermasalah tumpang tindih lahan dengan 14 perusahaan perkebunan kelapa sawit, 11 izin pertambangan batu bara, 13 HPH dan 3 HTI besar yang berada di Kutai Timur dan Berau.
Dengan fakta-fakta tersebut, para pegiat lingkungan menilai kebijakan Pemerintah Provinsi Kaltim hanya akal-akalan untuk meloloskan perizinan ekstraktif di wilayah karst dan tidak berpihak pada keselamatan alam dan masyarakat.
"Kebijakan ekonomi yang mengedepankan pembangunan infrastruktur termasuk kebutuhan proyek nasional yang tertuang dalam RPJMN dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, justru mengancam keberadaan dan kelestarian karst di Kaltim," kata Fitri Irwan.
Selain ancaman kehancuran "surga" Biduk-biduk, investasi ekstraktif juga mengancam masyarakat adat Dayak Basap, yang selama ini menggantungkan kehidupan dari pertanian dan hasil hutan.
"Sangat disayangkan jika kawasan yang selama ini potensial sebagai tempat wisata yang sangat menawan, dirusak oleh aktivitas pertambangan. Jika keindahan alam dan berbagai potensi yang dihasilkan dari karst itu dikelola dengan optimal, tentu hasil yang diperoleh akan jauh lebih bersa dan keindahan alam yang merupakan anugerah bagi Kaltim tetap terjada," tutur Fitri Irwan.
Aliansi Masyarakat Peduli Karst dan pegiat lingkungan, terus berupaya menolak segala perizian investasi ekstraktif di kawasan karst yang membahayakan keberlangsungan masyarakat Kaltim.
Para pegiat lingkungan, menuntut Pemrov Kaltim agar meninjau ulang dan mencabut semua perizinan, baik di sektor perkebunan dan pertambangan di wilayah karst, meminta dilakukan inventarisasi wilayah karst Kaltim dengan lebih baik karena selama ini dinilai, ada perbedan data wilayah karst dengan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan.
Jeritan senada dilontarkan Sekretaris Kampung Giring-giring, Ramli yang menyebut, keindahan alam Biduk-biduk merupakan anugerah alam yang tak ternilai dan tidak tergantikan.
"Potensi wisata Biduk-biduk terbentuk dari alam dan bukan buatan sehingga jika dirusak, tidak akan kembali seperti sedia kala," ucap Ramli.
Seharusnya, menurut Ramli, pemerintah justru lebih menata kawasan Biduk-biduk dan mengembangkan berbagai potensi wisata sehingga jumlah pengunjungnya lebih banyak.
Kepedulian Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap potensi alam di Kecamatan Biduk-biduk tercermin dari minimnya infrastruktur, khususnya jalan yang menghubungkan Kota Sangatta, Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur.
Banyaknya jalan yang rusak, belum optimalnya penerangan serta sulitnya komunikasi, menjadi salah satu kendala pengembangan wisata di Biduk-biduk.
"Jarak tempuh dari Kota Samarinda ke Biduk-biduk mencapai 16 jam, karena jalan rusak parah sepanjang 13 kilometer bahkan sebagian berlumpur sehinga sulit dilalui kendaraan. Padahal, setiap liburan jumlah pengunjung ke Biduk-biduk, baik yang datang dari Samarinda maupun Sangata, Ibu Kota Kabupaten Kutai Timur, sangat banyak. Jika jalan baik, saya yakin orang berkunjung ke Biduk-bduk jauh lebih banyak," ujar seorang pengunjung asal Samarinda, Ikram.
Balum lagi masalah sinyal telepon genggam yang sangat sulit ditemukan, juga menjadi kesulitan wisatawan dan masyarakat berkomunikasi.
"Kami berharap, pemerintah segera membangun BTS atau menara telekomunikasi agar masyarakat dapat menikmati layanan komunikasi. Begitu pula listrik yang hanya dapat dinikmati pada malam hari," katanya.
Minimnya infrastruktur serta sarana dan prasarana itulah, dimanfaatkan investor ekstraktif untuk melakukan negosiasi dengan memberi penawaran menggiurkan kepada masyarakat.
"Selama bertahun-tahun, kami tidak menikmati infrastruktur yang layak. Jalan menuju kampung kami masih terbuat dari tanah dan pengeran dan sebagian besar masyarakat kami hidup di bawah garis kemiskinan. Potensi alam yang selama ini kami miliki, tidak membuat masyarakat sejahtera sehingga wajar jika sebagian besar warga Teluk Sumbang mendukung pabrik semen," kata Kepala Kampung Teluk Sumbang Abdul Karim.
Kawasan Ekowisata
Kawasan Karst Mangkalihat-Sangkulirang, bermorfologi tegakan menara-menara curam, berisi ribuan lorong-lorong gua, baik gua berair maupun gua fosil.
Kawasan Karst tersebut menyebar dari pedalaman Barat menuju pesisir Timur. Kawasan pesisir Timur dihiasi terumbu-terumbu tempat hidup fauna karang.
Kawasan karst ini bahkan menyimpan cerita manusia-manusia pertama Kalimantan, jauh lebih tua dari kebudayaan Kutai.
Dari potensi dan kekayaan alam itulah melahirkan ide cemerlang seorang tokoh masyarakat Kaltim yang juga bermukin di Kampung Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-biduk, Ronald Lolang.
Beragam keindahan dan panorama alam Biduk-biduk melahirkan ide Ronald Lolang untuk membuat kawasan itu sebagai area ekowisata.
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang.
Membangun sebuah pondok yang diberi nama Lamin Guntur, Ronald Lolang mencoba mengembangkan konsep berwisata alam yang menawarkan keindahan laut dengan latar belakang pegunungan karst.
Wisatawan yang datang ke Teluk Sumbang, akan dimanjakan dengan keindahan laut yang memesona dipadu bentangan pegunungan hijau yang memiliki sejumlah gua sambil mendengarkan senandung alam serta kicauan berbagai jenis burung.
Wisatawan yang berkunjung juga dapat menikmati keindahan malam dengan desiran ombak pantai pasir putih, sambil bercengkerama dengan kicauan alam di pondok-pondok yang dibangun, persis di bibir pantai.
"Sudah ada sejumlah komunitas yang datang ke sini, sekadar menikmati keindahan alam Biduk-biduk yang sangat memesona. Konsep wisata alam berbasis ekowisata di Biduk-biduk, sangat menjanjikan sebab selain menjaga dan melestarikan lingkungan, juga tentu berdampak pada ekonomi masyarakat," ujar Ronald Lolang.
Membangun konsep wisata yang dapat memberikan dampak ekonomi masyarakat sekaligus melestarikan alam menurut Ronald Lolang, tepat dikembangkan karena Biduk-biduk memiliki potensi alam yang kompleks.
Selain keindahan alam yang eksotis yang dapat menjadi magnet wisatawan, potensi kekayaan alam laut di kawasan Biduk-biduk cukup melimpah dan indah sehingga jika digarap secara optimal, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Jika digarap optimal, dapat memberikan dampak ekonomi pada masyarakat di Biduk-biduk," tutur Ronald Lolang yang juga memiliki impian menjadikan kawasan Biduk-biduk sebagai destinasi wisata modern dan bernilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat.
Kesuburan tanah dan berbagai habitat hewan langka dan dilindungi di kawasan Biduk-biduk, menjadi potensi yang tak ternilai untuk membangun berbagai potensi wisata yang tidak hanya menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, tetapi juga memicu meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Namun, konsep dan impian Ronald Lolang yang bertekad menjaga dan melestarikan keindahan alam, tidak akan terwujud jika tidak didukung pemerintah dan masyarakat serta seluruh pihak. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016