Sangata (ANTARA News - Kaltim)- Gelombang besar di Laut Sulawesi, pesisir Kalimantan Timur menjadi hambatan nelayan Kabupaten Kutai Timur untuk melaut.
Dilaporkan di Sangata, Kamis bahwa gelombang besar yang terjadi hampir tiga pekan terakhir dikeluhkan sejumlah nelayan akibat tidak bisa mencari ikan.
"Sejak tiga minggu selama bulan November ini, gelombang besar dan menghambat nelayan turun melaut mencari ikan," kata Amir Zakaria, salah seorang nelayan yang mengeluhkan kondisi itu.
Sama seperti Amir Zakaria, sejumlah nelayan di pesisir Kutai Timur, khususnya di kawasan yang selama ini dikenal sebagai daerah "lumbung ikan", yakni Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang juga tidak berani melaut.
"Tidak ada nelayan yang berani melaut untuk menghadapi gelombang setinggi tiga meter," ujar dia.
Para nelayan memperkirakan bahwa kondisi itu terus berlanjut hingga Desember 2010 atau awal 2011.
"Kondisi gelombang tinggi itu diperburuk dengan cuaca tak menentu karena sewaktu-waktu bisa terjadi angin ribut," papar Amir.
Hal senada juga diungkapkan Habib Umar, seorang pemilik kapal nelayan Kutai Timur, untuk sementara tidak ada anak buah melaut.
Kepada ANTARA, Habib Umar mengatakan bahwa lebih mengutamakan keselamatan para anak buahnya ketimbang harus memaksakan melaut dengan resiko sangata tinggi
Habib Umar yang memiliki dua unit kapal penangkap ikan dengan 14 anak buah kapal (ABK) perminggu mampu meraih penghasilan kotor sebesar Rp10 juta.
"Dalam kondisi normal, rata-rata Rp2 juta per minggu per satu buah kapal, itu hasil bersih," katanya.
Dikatakan Habib Umar bahwa karena diperairan dan gelombang masih besar makanya nelayan sekarang hanya berani mencari ikan, disekitar sungai sangkulirang hingga tiga mil dari pantai atau muara itupun dengan kapal kecil,
"Kami berharap agar tingginya ombak laut serta cuaca yang tidak menentu segera berakhir sehingga kami bias kembali beraktivitas seperti agar dapur bias berasp lagi," katanya.
Kondisi itu akhirnya membawa dampak langsung terhadap harga ikan, terbukti kini harganya terus melambung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010
Dilaporkan di Sangata, Kamis bahwa gelombang besar yang terjadi hampir tiga pekan terakhir dikeluhkan sejumlah nelayan akibat tidak bisa mencari ikan.
"Sejak tiga minggu selama bulan November ini, gelombang besar dan menghambat nelayan turun melaut mencari ikan," kata Amir Zakaria, salah seorang nelayan yang mengeluhkan kondisi itu.
Sama seperti Amir Zakaria, sejumlah nelayan di pesisir Kutai Timur, khususnya di kawasan yang selama ini dikenal sebagai daerah "lumbung ikan", yakni Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang juga tidak berani melaut.
"Tidak ada nelayan yang berani melaut untuk menghadapi gelombang setinggi tiga meter," ujar dia.
Para nelayan memperkirakan bahwa kondisi itu terus berlanjut hingga Desember 2010 atau awal 2011.
"Kondisi gelombang tinggi itu diperburuk dengan cuaca tak menentu karena sewaktu-waktu bisa terjadi angin ribut," papar Amir.
Hal senada juga diungkapkan Habib Umar, seorang pemilik kapal nelayan Kutai Timur, untuk sementara tidak ada anak buah melaut.
Kepada ANTARA, Habib Umar mengatakan bahwa lebih mengutamakan keselamatan para anak buahnya ketimbang harus memaksakan melaut dengan resiko sangata tinggi
Habib Umar yang memiliki dua unit kapal penangkap ikan dengan 14 anak buah kapal (ABK) perminggu mampu meraih penghasilan kotor sebesar Rp10 juta.
"Dalam kondisi normal, rata-rata Rp2 juta per minggu per satu buah kapal, itu hasil bersih," katanya.
Dikatakan Habib Umar bahwa karena diperairan dan gelombang masih besar makanya nelayan sekarang hanya berani mencari ikan, disekitar sungai sangkulirang hingga tiga mil dari pantai atau muara itupun dengan kapal kecil,
"Kami berharap agar tingginya ombak laut serta cuaca yang tidak menentu segera berakhir sehingga kami bias kembali beraktivitas seperti agar dapur bias berasp lagi," katanya.
Kondisi itu akhirnya membawa dampak langsung terhadap harga ikan, terbukti kini harganya terus melambung.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2010