Samarinda (ANTARA Kaltim) - Merabu, sebuah kampung di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, akan dijadikan model agrosilvopastoral, yakni perpaduan pertanian, peternakan, dan kehutanan, seiring telah diterapkannya penggembalaan sapi di kawasan tersebut.
"Di Kampung Merabu, Kecamatan Kelay, sudah diterapkan peternakan sapi di kawasan hutan. Kami mendukung pola ini karena sesuai konsep perhutanan sosial yang merupakan program prioritas kami," ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim Wahyu Widhi Heranata di Samarinda, Kamis.
Hal itu dikatakan Widhi ketika memimpin diskusi tentang Rencana Integrasi Peternakan dan Pengelolaan Hutan Desa, di Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim. Diskusi tersebut dihadiri sejumlah pihak terkait, antara lain dari Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, dan Kepala Kampung Merabu Franly Oley.
Provinsi Kaltim saat ini diberi target perhutanan sosial seluas 600 ribu hektare, sehingga ia berjanji akan membantu masalah legalitas penggunaan lahan tersebut dari sisi kehutanan.
Pemberian izin atau legalitas perlu dilakukan karena status lahan yang dialokasikan untuk peternakan di Kampung Merabu bersinggungan dengan pemilik hak penguasaan hutan.
Menurutnya, konsep yang dijalankan oleh masyarakat di Kampung Merabu disebut sistem agrosilvopastoral, sebuah sistem yang menggabungkan pertanian, hutan, dan peternakan dalam satu kawasan.
Konsep ini merupakan konsep pemberdayaan masyarakat yang memberikan manfaat ekonomi, namun tetap menjaga kelestarian hutan, sehingga Kampung Merabu akan dijadikan model agrosilvopastoral, paling tidak untuk wilayah Kaltim.
Terkait hal itu, ia berencana mengadakan rapat koordinasi bagi para Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) se-Kalimantan Timur pada awal tahun 2017. Rencananya pertemuan akan digelar di Kampung Merabu supaya semua melihat langsung pola yang diterapkan.
Ia berharap para kepala KPH bisa melihat model pengelolaan hutan yang bisa menguntungkan warga setempat dan terintegrasi tujuan pemerintah, sehingga pola ini tetap menjaga kelestarian hutan sekaligus menyejahterakan warga desa.
Lahan yang telah siap untuk pola agrosilvopastoral di Merabu seluas 25 hektare. Dari luas tersebut, 6 hektare di antaranya sudah dialokasikan untuk pakan. Luasan ini diperkirakan cukup untuk penggemukan sapi sebanyak 200 ekor dan pengembangbiakan sebanyak 100 ekor.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Berau M Gazali menyarankan, dalam pola agrosilvopastoral ini bisa ditambah peternakan bebek dan ayam kampung sehingga semakin besar peluang menyejahterakan warga setempat.
Dalam kaitan ini pihaknya siap memberikan pelatihan teknis, mulai dari inseminasi buatan, modifikasi pakan, hingga model lahan peternakan bagi sapi maupun peternakan tambahan.
"Berdasarkan catatan saya, peluang bisnis sapi di Berau masih tinggi. Angka kebutuhan per tahun mencapai 2.800 ekor, namun baru dapat dipenuhi peternak lokal sebanyak 1.000 ekor, sehingga selebihnya harus didatangkan dari daerah luar Berau, bahkan luar Kaltim," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Di Kampung Merabu, Kecamatan Kelay, sudah diterapkan peternakan sapi di kawasan hutan. Kami mendukung pola ini karena sesuai konsep perhutanan sosial yang merupakan program prioritas kami," ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim Wahyu Widhi Heranata di Samarinda, Kamis.
Hal itu dikatakan Widhi ketika memimpin diskusi tentang Rencana Integrasi Peternakan dan Pengelolaan Hutan Desa, di Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim. Diskusi tersebut dihadiri sejumlah pihak terkait, antara lain dari Dinas Kehutanan, Dinas Peternakan, dan Kepala Kampung Merabu Franly Oley.
Provinsi Kaltim saat ini diberi target perhutanan sosial seluas 600 ribu hektare, sehingga ia berjanji akan membantu masalah legalitas penggunaan lahan tersebut dari sisi kehutanan.
Pemberian izin atau legalitas perlu dilakukan karena status lahan yang dialokasikan untuk peternakan di Kampung Merabu bersinggungan dengan pemilik hak penguasaan hutan.
Menurutnya, konsep yang dijalankan oleh masyarakat di Kampung Merabu disebut sistem agrosilvopastoral, sebuah sistem yang menggabungkan pertanian, hutan, dan peternakan dalam satu kawasan.
Konsep ini merupakan konsep pemberdayaan masyarakat yang memberikan manfaat ekonomi, namun tetap menjaga kelestarian hutan, sehingga Kampung Merabu akan dijadikan model agrosilvopastoral, paling tidak untuk wilayah Kaltim.
Terkait hal itu, ia berencana mengadakan rapat koordinasi bagi para Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) se-Kalimantan Timur pada awal tahun 2017. Rencananya pertemuan akan digelar di Kampung Merabu supaya semua melihat langsung pola yang diterapkan.
Ia berharap para kepala KPH bisa melihat model pengelolaan hutan yang bisa menguntungkan warga setempat dan terintegrasi tujuan pemerintah, sehingga pola ini tetap menjaga kelestarian hutan sekaligus menyejahterakan warga desa.
Lahan yang telah siap untuk pola agrosilvopastoral di Merabu seluas 25 hektare. Dari luas tersebut, 6 hektare di antaranya sudah dialokasikan untuk pakan. Luasan ini diperkirakan cukup untuk penggemukan sapi sebanyak 200 ekor dan pengembangbiakan sebanyak 100 ekor.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Berau M Gazali menyarankan, dalam pola agrosilvopastoral ini bisa ditambah peternakan bebek dan ayam kampung sehingga semakin besar peluang menyejahterakan warga setempat.
Dalam kaitan ini pihaknya siap memberikan pelatihan teknis, mulai dari inseminasi buatan, modifikasi pakan, hingga model lahan peternakan bagi sapi maupun peternakan tambahan.
"Berdasarkan catatan saya, peluang bisnis sapi di Berau masih tinggi. Angka kebutuhan per tahun mencapai 2.800 ekor, namun baru dapat dipenuhi peternak lokal sebanyak 1.000 ekor, sehingga selebihnya harus didatangkan dari daerah luar Berau, bahkan luar Kaltim," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016