Jakarta (ANTARA News) - Dua hari ini dunia diguncang oleh skandal bocornya jutaan dokumen keuangan rahasia milik sebuah firma hukum Panama yang menyingkapkan perilaku tidak jujur orang-orang berkuasa nan kaya raya dalam menyembunyikan hartanya dari kejaran pajak di negeri asalnya, dan bahkan menjadi cara orang-orang dunia hitam menyembunyikan harta jarahannya.

Nama firma hukum Panama yang mendadak terkenal ke seluruh penjuru dunia itu adalah Mossack Fonseca.

Firma hukum ini didirikan pada 1977 oleh Jurgen Mossack dan Ramon Fonseca. Oleh karena itu dinamai Mossack-Fonseca.

Kedua orang yang mendirikan firma hukum ini hingga kini dianggap sebagai orang paling dihormati di Panama.

Jurgen Mossack adalah imigran Jerman yang ayahandanya mengungsi ke Panama demi kehidupan keluarganya setelah menjadi perwira pasukan elite Nazi Jerman, Waffen-SS, dalam Perang Dunia Kedua.

Sedangkan Ramon Fonseca adalah novelis peraih anugerah sastra yang beberapa tahun belakangan pernah menjadi penasihat presiden Panama. Dia meninggalkan jabatan penasihat presiden Panama setelah Maret silam perusahaannya, Mossack Fonseca, dikaitkan dengan skandal Brasil.

Dan dari skandal Brasil itulah ICIJ (konsorsium wartawan investigatif internasional) mulai menyelidiki sepak terjang firma hukum Panama itu.

Dari markas besarnya di Panama, salah satu surga utama di dunia bagi penyuka kerahasiaan keuangan, Mossack Fonseca membiakkan perusahaan-perusahaan anonim di Panama, di Kepulauan Virgin milik Inggris, dan di tempat-tempat lain yang menjadi surga kerahasiaan keuangan.

Firma hukum ini bekerjasama apik dengan bank-bank besar dan firma-firma hukum besar di negara-negara seperti Belanda, Meksiko, Amerika Serikat dan Swiss, untuk membantu kliennya memindahkan uang atau menghindari tagihan pajak di dalam negeri.

Analisis ICIJ terhadap berbagai dokumen di Panama Papers mendapati bahwa sekitar 500 bank bersama anak perusahaan dan cabang-cabangnya telah bekerjasama dengan Mossack Fonseca sejak 1970-an demi membantu klien-kliennya mengatur perusahaan-perusahaan offshore miliknya.

UBS mendirikan lebih dari 1.100 perusahaan offshore berkat bantuan Mossack Fonseca, sedangkan HSBC dan afiliasi-afiliasinya menciptakan lebih dari 2.300, kata dokumen bocor dalam skandal Panama Papers itu.

Keseluruhan, Mossack Fonseca bekerjasama dengan lebih dari 14.000 bank, firma hukum, law firms, perusahaan pribadi dan individu demi membantu mendirikan perusahaan, yayasan dan serikat usaha untuk para penggunanya itu.

Sistem perusahaan offshore menggantungkan diri kepada bentangan luas tingkat global industri perbankan, pengacara, dan akuntan. Dan semua ini bekerja beriringan demi melindungi rahasia klien-klien mereka.

Para ahli kerahasiaan ini menggunakan perusahaan-perusahaan tak dikenal, yayasan dan entitas hukum lainnya untuk menciptakan struktur rumit yang bisa digunakan untuk mengaburkan asal dari uang-uang panas.

Demi melindungi Feberion Inc., perusahaan abal-abal yang dikaitkan dengan pencurian emas terkenal di Inggris yang biasa disebut perampokan Brink’s-Mat, Mossack Fonseca memanfaatkan sebuah perusahaan yang berbasis di Panama bernama Chartered Management Company. Pengendali Chartered Management adalah Gilbert R.J. Straub, ekspatriat AS yang berperan dalam skandal Watergate yang menjatuhkan Presiden Richard Nixon.

Pada 1987, ketika polisi Inggris menyelidiki perusahaan abal-abal Feberion itu, Jurgen Mossack dan direktur di atas kertas Feberion lainnya mengundurkan diri. Mereka digantikan oleh direksi baru yang dipilih oleh Chartered Management milik Straub.

Straub akhirnya ditangkap oleh Badan Anti Narkotika AS DEA, namun dinyatakan tidak ada kaitan dengan perampokan Brink’s-Mat, kata Mazur, mantan agen DEA yang menyamar. Straub dinyatakan terbukti bersalah dalam kejahatan pencucian uang pada 1995.

Karena percaya Mazur sebagai pelaku pencuci uang yang koneksinya luas, Straub sempat berusaha membentuk geng kriminalnya dan pernah mengaku menyumbangkan uang untuk keterpilihan kembali Presiden Nixon pada 1972, demikian laman ICIJ. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016