Bontang (ANTARA Kaltim) - Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Bontang Lestari menilai pengadaan eskalator di kantor DPRD Kota Bontang, Kalimantan Timur, hanya menghambur-hamburkan anggaran, karena perangkat itu tidak dapat berfungsi normal akibat minimnya daya listrik.
Sekretaris LPM Bontang Lestari, Saharuddin ketika dihubungi di Bontang, Kamis, mengatakan pengadaan eskalator sebenarnya bukan kebutuhan mendesak dan terkesan sengaja dipaksakan supaya ada pekerjaan proyek.
"Pengadaan eskalator senilai Rp2,9 miliar itu menggunakan uang rakyat (APBD). Hingga saat ini, eskalator juga tidak berfungsi dengan optimal karena keterbatasan daya listrik di gedung DPRD," ujarnya.
Sebagai lembaga penampung aspirasi rakyat, lanjut Saharuddin, DPRD Bontang semestinya berkaca dengan kondisi defisit anggaran yang terjadi saat ini dan lebih memprioritaskan kepentingan rakyat.
"Eskalator itu bukan hal prioritas, lebih baik mengutamakan program yang langsung dirasakan masyarakat, seperti pembangunan Jalan Karya Bakti yang hingga kini belum tuntas dan Jalan Satya Lencana menuju Nyerakat yang menjadi urat nadi perekonomian warga," tambahnya.
Ia menambahkan DPRD Bontang semestinya mempertimbangkan secara matang program yang akan direalisasikan agar pemanfaatan anggaran bisa optimal.
"Ini yang kami sayangkan, aliran listrik di kantor DPRD belum ada jaringan PLN dan masih menggunakan genset, secara otomatis beban bahan bakar juga meningkat," katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua DPRD Bontang Etha Rimba Paembonan mengatakan pengadaan eskalator merupakan hal yang cukup mendesak untuk mengakomodasi keluhan warga, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik saat menyampaikan aspirasi ke dewan.
"Kalau ada pro dan kontra dari masyarakat soal pengadaan eskalator itu sah-sah saja dan bagian dari dinamika. Lagipula, biaya pengadaan eskalator lebih murah karena kerjanya menggunakan sistem sensor," jelasnya.
Soal belum berfungsi maksimalnya eskalator itu, Etha Rimba menambahkan setiap pembangunan pasti ada masa pemeliharaan selama enam bulan yang menjadi tanggung jawab kontraktor. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
Sekretaris LPM Bontang Lestari, Saharuddin ketika dihubungi di Bontang, Kamis, mengatakan pengadaan eskalator sebenarnya bukan kebutuhan mendesak dan terkesan sengaja dipaksakan supaya ada pekerjaan proyek.
"Pengadaan eskalator senilai Rp2,9 miliar itu menggunakan uang rakyat (APBD). Hingga saat ini, eskalator juga tidak berfungsi dengan optimal karena keterbatasan daya listrik di gedung DPRD," ujarnya.
Sebagai lembaga penampung aspirasi rakyat, lanjut Saharuddin, DPRD Bontang semestinya berkaca dengan kondisi defisit anggaran yang terjadi saat ini dan lebih memprioritaskan kepentingan rakyat.
"Eskalator itu bukan hal prioritas, lebih baik mengutamakan program yang langsung dirasakan masyarakat, seperti pembangunan Jalan Karya Bakti yang hingga kini belum tuntas dan Jalan Satya Lencana menuju Nyerakat yang menjadi urat nadi perekonomian warga," tambahnya.
Ia menambahkan DPRD Bontang semestinya mempertimbangkan secara matang program yang akan direalisasikan agar pemanfaatan anggaran bisa optimal.
"Ini yang kami sayangkan, aliran listrik di kantor DPRD belum ada jaringan PLN dan masih menggunakan genset, secara otomatis beban bahan bakar juga meningkat," katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua DPRD Bontang Etha Rimba Paembonan mengatakan pengadaan eskalator merupakan hal yang cukup mendesak untuk mengakomodasi keluhan warga, khususnya yang memiliki keterbatasan fisik saat menyampaikan aspirasi ke dewan.
"Kalau ada pro dan kontra dari masyarakat soal pengadaan eskalator itu sah-sah saja dan bagian dari dinamika. Lagipula, biaya pengadaan eskalator lebih murah karena kerjanya menggunakan sistem sensor," jelasnya.
Soal belum berfungsi maksimalnya eskalator itu, Etha Rimba menambahkan setiap pembangunan pasti ada masa pemeliharaan selama enam bulan yang menjadi tanggung jawab kontraktor. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016