Samarinda (ANTARA Kaltim) - Biota Laut Berau, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap penyelamatan penyu serta biota laut lainnya, menemukan sekitar 3.200 jenis barang kerajinan terbuat dari sisik penyu yang diperdagangkan di Kabupaten Berau.
"Sepanjang 2015, kami menemukan ada sekitar 3.200 jenis `souvenir` berbahan sisik penyu, dijual di sejumlah lokasi di Kabupaten Berau," ungkap Ketua Biota Laut Berau (BLB) Berlianto Daniel saat dihubungi dari Samarinda, Selasa sore.
Menurut ia, penjualan barang kerajinan berbahan sisik penyu itu masih sering ditemukan di wilayah Kabupaten Berau.
"Penjualan souvenir berbahan sisik penyu itu meningkat menjelang hari besar keagamaan, termasuk pada saat pergantian tahun," katanya.
Pada Juli 2015, lanjut Berlianto, BLB menemukan 11 lapak yang menjual barang kerajinan berbahan sisik penyu.
Puncaknya, pada Desember 2015 atau menjelang tahun baru, BLB menemukan 24 lapak yang menjual barang-barang serupa.
"Penjualan itu sifatnya musiman. Biasanya, menjelang hari besar keagamaan atau tahun baru, penjualan souvenir dari sisik penyu itu meningkat dan yang paling banyak kami temukan pada Desember 2015, kami temukan 24 lapak yang menjual souvenir dari sisik penyu," katanya.
Tingginya pembuatan barang kerajinan berbahan sisik penyu, tambah Berlianto, tidak terlepas dari adanya permintaan wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Berau.
"Khususnya wisatawan lokal yang berkenjung ke Barau. Dari pengamatan kami, wisatawan asing tidak akan membeli souvenir dari sisik penyu tersebut," katanya.
"Sisik penyu tersebut dibuat berbagai kerajinan dalam bentuk gelang, kalung serta jepitan rambut. Kami telah berupaya mengedukasi masyarakat agar mengubah pola pembuatan barang-barang kerajinan menggunakan bahan ramah lingkungan," ujar Berlianto Daniel.
BLB secara rutin, yakni sekali dalam dua bulan memberikan edukasi kepada masyarakat di wilayah kepulauan dan pesisir tentang pembuatan barang kerajinan menggunakan sampah plastik, batok kelapa serta kaleng.
"Kami berharap, melalui pelatihan tersebut ada perubahan pola fikir masyarakat khususnya di wilayah kepulauan dan pesisir yang tidak lagi membuat souvenir dari sata yang dilindungi tapi menggunakan bahan yang ramah lingkungan," kata Berlianto Daniel. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016
"Sepanjang 2015, kami menemukan ada sekitar 3.200 jenis `souvenir` berbahan sisik penyu, dijual di sejumlah lokasi di Kabupaten Berau," ungkap Ketua Biota Laut Berau (BLB) Berlianto Daniel saat dihubungi dari Samarinda, Selasa sore.
Menurut ia, penjualan barang kerajinan berbahan sisik penyu itu masih sering ditemukan di wilayah Kabupaten Berau.
"Penjualan souvenir berbahan sisik penyu itu meningkat menjelang hari besar keagamaan, termasuk pada saat pergantian tahun," katanya.
Pada Juli 2015, lanjut Berlianto, BLB menemukan 11 lapak yang menjual barang kerajinan berbahan sisik penyu.
Puncaknya, pada Desember 2015 atau menjelang tahun baru, BLB menemukan 24 lapak yang menjual barang-barang serupa.
"Penjualan itu sifatnya musiman. Biasanya, menjelang hari besar keagamaan atau tahun baru, penjualan souvenir dari sisik penyu itu meningkat dan yang paling banyak kami temukan pada Desember 2015, kami temukan 24 lapak yang menjual souvenir dari sisik penyu," katanya.
Tingginya pembuatan barang kerajinan berbahan sisik penyu, tambah Berlianto, tidak terlepas dari adanya permintaan wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Berau.
"Khususnya wisatawan lokal yang berkenjung ke Barau. Dari pengamatan kami, wisatawan asing tidak akan membeli souvenir dari sisik penyu tersebut," katanya.
"Sisik penyu tersebut dibuat berbagai kerajinan dalam bentuk gelang, kalung serta jepitan rambut. Kami telah berupaya mengedukasi masyarakat agar mengubah pola pembuatan barang-barang kerajinan menggunakan bahan ramah lingkungan," ujar Berlianto Daniel.
BLB secara rutin, yakni sekali dalam dua bulan memberikan edukasi kepada masyarakat di wilayah kepulauan dan pesisir tentang pembuatan barang kerajinan menggunakan sampah plastik, batok kelapa serta kaleng.
"Kami berharap, melalui pelatihan tersebut ada perubahan pola fikir masyarakat khususnya di wilayah kepulauan dan pesisir yang tidak lagi membuat souvenir dari sata yang dilindungi tapi menggunakan bahan yang ramah lingkungan," kata Berlianto Daniel. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2016