Bontang (ANTARA Kaltim) - Komisi II DPRD Kota Bontang meminta Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 mengenai retribusi jasa kepelabuhanan dibahas pada 2016, karena tingginya biaya "clearance in/out" sehingga pendapatan bagi hasil Pemkot Bontang lebih rendah.

Anggota Komisi II DPRD Bontang Sudiyo dalam laporan hasil pembahasannya beberapa waktu lalu, mengemukakan dasar revisi perda itu sudah melalui beberapa kali pertemuan dan kedua belah pihak, baik Pemkot Bontang maupun pihak terkait seperti PT Pelindo menyatakan sepakat.

"Berdasarkan hasil kunjungan ke Kota Makassar, Komisi II menyimpulkan agar pembahasan Raperda Retribusi Jasa Kepelabuhanan melibatkan PT Pelindo sebagai pelaksana di lapangan untuk dimasukkan dalam perda, sehingga ada aturan yang mengikat," kata Sudiyo.

Alasan lain, Pelabuhan Loktuan, Bontang, adalah aset daerah karena pembangunannya 100 persen menggunakan APBD Kota Bontang, sehingga hak dan kewenangan untuk menarik jasa retribusi, termasuk jasa tambat dan labuh, menjadi kewenangan Pemkot Bontang.  

Namun, lanjut Sudiyo, saat ini belum ada keseragaman besaran nilai tarif retribusi dari Pemkot Bontang, sehingga revisi perlu dilakukan.

"Dalam menerapkan tarif retribusi, sebaiknya yang masuk akal dan sesuai dengan kondisi saat ini dengan mempertimbangkan dasar hukumnya serta tidak memberatkan pelaku usaha khususnya bidang pelayaran," ujar Sudiyo.

Komisi II beranggapan bahwa revisi Perda Nomor 10 Tahun 2011 sangat mendesak karena harus mengikuti ketetapan Menteri Perhubungan dengan melakukan penyesuaian dalam perubahan satuan tarif.

"Komisi II menginginkan besaran nilai satuan yang rasional dan angka-angka yang bulat, hingga kini masih belum ada kesamaan dengan tim asistensi raperda pemkot Bontang. Untuk itu, kami mengusulkan agar raperda itu dibahas pada 2016," tandas Sudiyo. (Adv/*)

Pewarta: Irwan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015