Bontang (ANTARA Kaltim) - Komisi Pemilihan Umum Kota Bontang, Kalimantan Timur, mensinyalir tingginya angka golongan putih atau warga yang tidak menyalurkan hak pilihnya pada pilkada, salah satunya dipengaruhi maraknya kasus pemutusan hubungan kerja.

Komisioner KPU Bontang Erwin saat ditemui di Bontang, Kamis, mengatakan angka golput pilkada yang mencapai 35 persen didominasi para pekerja korban PHK atau masa kontraknya habis yang memilih pulang ke daerah asalnya.

"Dari hasil tinjauan di lapangan, banyak karyawan tambang yang sudah di-PHK dan terdaftar sebagai pemilih, lebih memilih balik ke kampung asalnya," katanya.

Selain faktor PHK, penyebab lain tingginya angka golput adalah banyak pemilih yang telah meninggal dunia, namun masuk daftar pemilih tetap dan belum diperbarui datanya.

Selain itu, Erwin menduga masih banyak warga yang tetap bekerja saat hari pencoblosan dan tidak proaktif mengurus surat C-5 (surat pindah mencoblos) untuk memudahkan menyalurkan hak suaranya di lokasi kerja yang biasanya disediakan TPS.

"Kalau tetap kerja, seharusnya mengurus form C-5 di KPPS tiga hari sebelum pemungutan suara agar bisa mencoblos di TPS yang ada di lokasi kerja," jelasnya.

Erwin menambahkan KPU Bontang sudah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menekan angka golput. Bahkan sosialisasi juga dibantu tim pemenangan pasangan calon saat masa kampanye.

"Kita sudah maksimal dalam menjalankan sosialisasi, apalagi kita dibantu para timses sewaktu masa kampanye kemarin," tambah Erwin (*)

Pewarta: Irwan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015