Bontang (ANTARA Kaltim) - Komisi III DPRD Kota Bontang melakukan inspeksi mendadak ke pabrik PT Pupuk Kaltim, Kamis (1/10), menyusul adanya laporan warga terkait aktivitas mesin pemanas batu bara yang diduga menimbulkan pencemaran debu.

Dalam kunjungan itu, rombongan anggota Komisi III tidak diperkenankan turun dari kendaraan bus yang membawa keliling pabrik dan hanya melihat dari jarak jauh, karena aturan keselamatan yang diterapkan perusahaan pupuk tersebut.

"Kesannya seperti 'plant tour'. Jadi, bukan sidak tapi jalan-jalan," kata Ketua Komisi III DPRD Bontang Rustam HS saat dihubungi Jumat.

Menurut ia, kunjungan ke pabrik PTK ini menjadi pengalaman baru, karena biasanya biasanya saat melakukan sidak, rombongan DPRD meninjau langsung objek yang akan dilihat.

Meski demikian, Rustam berharap ada sinergi perusahaan dengan pemerintah untuk tetap menjaga lingkungan sekitar, apalagi ada keluhan warga soal pencemaran debu dari aktivitas mesin pemanas batu bara untuk pembangkit listrik.

Anggota Komisi III DPRD Bontang Suhud Hariyanto juga meminta manajemen PKT memberikan pelatihan atau pemahaman kepada masyarakat sekitar apabila ada kondisi darurat di pabrik, seperti kejadian kebocoran tangki milik Badak LNG beberapa hari sebelumnya.

"Harus sering dilakukan simulasi tanggap darurat di daerah sekitar pabrik agar masyarakat mengetahui dengan jelas dan pasti tentang bencana industri," ujarnya.

Perwakilan Departemen K3 PKT Agus Jaya didampingi pejabat Departemen Lingkungan Hidup PKT Wildan mengemukakan bahwa keterbatasan gas di Kalimantan Timur terus mengalami penurunan.

"Pabrik Pupuk Kaltim V menggunakan batu bara untuk pembangkit listrik, sehingga dibangunlah boiler steam batu bara. Selain itu, penggunaan batu bara lebih ekonomis dibanding gas," katanya.

Kebutuhan batu bara pabrik PKT V mencapai 2.500 ton per hari, sementara kapasitas produksi 560 ton steam per jam. Batu bara tersebut dipasok dari sejumlah perusahaan tambang di Kalimantan.

"Ada dari Sangatta, Indominco, Kideco, Samarinda hingga Banjarmasin," ujarnya.

Terkait pencemaran debu, Wildan menjelaskan jika jenis batu bara yang digunakan adalah yang paling kecil.

"Penyebaran debu relatif hanya di wilayah pabrik dan untuk mengantisipasi terjadi kebakaran akibat udara bebas, kami sudah melakukan upaya pemadatan batu bara. Jadi, sebelum mengeluarkan asap, kita sudah amankan," jelasnya.

Ia menambahkan baku mutu udara di area pabrik relatif aman, karena perusahaan secara berkelanjutan melakukan pengukuran kondisi udara  dan hasilnya dilaporkan kepada Badan Lingkungan Hidup serta Kementerian LHK. (Adv/*)

Pewarta: Irwan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015