Jakarta (ANTARA News) - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, pihaknya menolak revisi Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bila hanya setengah hati.
"Kalau revisi hanya mengatur pekerja yang di-putushubungankerja-kan saja yang boleh mencairkan JHT, maka masyarakat akan kembali menolak karena tidak menyelesaikan tiga esensi masalah yang diprotes," kata Said Iqbal melalui siaran pers yang diterima, di Jakarta, Minggu.
Iqbal mengatakan, revisi PP JHT setengah hati hanya akan mempemalukan Presiden Joko Widodo untuk kedua kalinya. Menurut dia, dalam kejadian PP JHT yang sudah ditandatangani sebelumnya, Presiden Jokowi telah "dipermalukan" atau "dijebak".
Pasalnya, baru satu hari ditandatangani dan belum dilaksanakan tetapi sudah harus direvisi karena ada kelalaian pihak tertentu sehingga menuai protes masyarakat dan kelompok buruh.
Iqbal mengatakan, ada tiga masalah penting yang harus diperbaiki dalam PP JHT, yaitu waktu kepesertaan untuk bisa mencairkan, nilai dana yang bisa dicairkan dan kriteria pekerja yang boleh mencairkan.
"Masyarakat tidak setuju bila waktu kepesertaan untuk bisa mencairkan JHT harus 10 tahun dan saat berusia 56 tahun karena waktunya terlalu lama. Padahal, JHT merupakan tabungan buruh yang sangat dibutuhkan ketika ada kebutuhan mendesak," tuturnya.
Karena itu, Iqbal menyarankan lebih baik revisi PP JHT menggunakan kembali aturan yang lama, yaitu bisa dicairkan setelah lima tahun kepesertaan, baik untuk peserta yang aktif maupun di-PHK.
Nilai dana yang bisa dicairkan juga menjadi permasalahan penting untuk direvisi. Iqbal mengatakan nilai JHT yang bisa diambil hanya 10 persen atau 30 persen untuk perumahan, setelah 10 tahun dan sisanya ketika berusia 56 tahun, telah ditolak masyarakat.
"Mereka ingin dana bisa diambil sekaligus 100 persen dari saldo JHT karena menganggap pencairan bertahap tidak bermanfaat. Revisi PP JHT harus menegaskan dana JHT dapat diambil sekaligus 100 persen setelah lima tahun masa kepesertaan," katanya.
Selain itu, Iqbal mengatakan revisi PP JHT juga harus mengatur tidak hanya pekerja yang di-PHK saja yang bisa mencairkan.
Pekerja yang mengundurkan diri, pekerja kontrak atau alih daya yang habis masa kontraknya atau diputus kontrak dan disuruh menunggu atau dirumahkan juga harus diperbolehkan mencairkan dana JHT.
"Karena itu, revisi PP JHT harus memuat 'dana JHT dapat diambil oleh buruh, baik aktif maupun ter-PHK, setelah masa kepesertaan lima tahun sekaligus 100 persen'," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
"Kalau revisi hanya mengatur pekerja yang di-putushubungankerja-kan saja yang boleh mencairkan JHT, maka masyarakat akan kembali menolak karena tidak menyelesaikan tiga esensi masalah yang diprotes," kata Said Iqbal melalui siaran pers yang diterima, di Jakarta, Minggu.
Iqbal mengatakan, revisi PP JHT setengah hati hanya akan mempemalukan Presiden Joko Widodo untuk kedua kalinya. Menurut dia, dalam kejadian PP JHT yang sudah ditandatangani sebelumnya, Presiden Jokowi telah "dipermalukan" atau "dijebak".
Pasalnya, baru satu hari ditandatangani dan belum dilaksanakan tetapi sudah harus direvisi karena ada kelalaian pihak tertentu sehingga menuai protes masyarakat dan kelompok buruh.
Iqbal mengatakan, ada tiga masalah penting yang harus diperbaiki dalam PP JHT, yaitu waktu kepesertaan untuk bisa mencairkan, nilai dana yang bisa dicairkan dan kriteria pekerja yang boleh mencairkan.
"Masyarakat tidak setuju bila waktu kepesertaan untuk bisa mencairkan JHT harus 10 tahun dan saat berusia 56 tahun karena waktunya terlalu lama. Padahal, JHT merupakan tabungan buruh yang sangat dibutuhkan ketika ada kebutuhan mendesak," tuturnya.
Karena itu, Iqbal menyarankan lebih baik revisi PP JHT menggunakan kembali aturan yang lama, yaitu bisa dicairkan setelah lima tahun kepesertaan, baik untuk peserta yang aktif maupun di-PHK.
Nilai dana yang bisa dicairkan juga menjadi permasalahan penting untuk direvisi. Iqbal mengatakan nilai JHT yang bisa diambil hanya 10 persen atau 30 persen untuk perumahan, setelah 10 tahun dan sisanya ketika berusia 56 tahun, telah ditolak masyarakat.
"Mereka ingin dana bisa diambil sekaligus 100 persen dari saldo JHT karena menganggap pencairan bertahap tidak bermanfaat. Revisi PP JHT harus menegaskan dana JHT dapat diambil sekaligus 100 persen setelah lima tahun masa kepesertaan," katanya.
Selain itu, Iqbal mengatakan revisi PP JHT juga harus mengatur tidak hanya pekerja yang di-PHK saja yang bisa mencairkan.
Pekerja yang mengundurkan diri, pekerja kontrak atau alih daya yang habis masa kontraknya atau diputus kontrak dan disuruh menunggu atau dirumahkan juga harus diperbolehkan mencairkan dana JHT.
"Karena itu, revisi PP JHT harus memuat 'dana JHT dapat diambil oleh buruh, baik aktif maupun ter-PHK, setelah masa kepesertaan lima tahun sekaligus 100 persen'," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015