Penajam (ANTARA Kaltim) - Kabupaten Penajam Paser Utara, memiliki 13 ribu hektare hutan bakau atau mangrove namun tidak semua masuk dalam kawasan yang dilindungi Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perlindungan Mangrove.
Kepala Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Penajam Paser Utara Sugino, Rabu mengungkapkan luas hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir laut dan sungai banyak yang tidak dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Perda Nomor 24/2012 tentang Perlindungan Mangrove.
"Hutan bakau yang berada di sepanjang wilayah pesisir laut dan sungai bisa terancam punah, karena sepertinya tidak masuk dalam RTRW," ungkap Sugino.
Untuk mempertahankan hutan mangrove tersebut lanjut Sugino, Dishutbun Penajam Paser Utara memasang beberapa papan larangan di sepanjang pesisir sungai untuk menghindari pengrusakan tanaman mangrove atau bakau untuk kepentingan pembukaan lahan tambak.
Selain itu, tambah dia, Dishutbun juga tetap menjalankan program pelestarian dengan menanam bibit mangrove di beberapa wilayah yang mengalami kerusakan serta mengintensifkan sosialisasi Perda tentang Perlindungan Mangrove.
"Beberapa titik di sepanjang pesisir sungai kami pasangi papan larangan, serta mensosialisasikan perda agar masyarakat tidak membabat hutan mangrove untuk dijadikan tambak," ujar Sugino.
Sedangkan untuk wilayah di sepanjang pesisir laut kata Sugino, tetap masuk dalam program konsevasi karena di wilayah pesisir sudah terdapat puluhan hekatare daratan terkikis akibat abrasi.
"Wilayah pesisir rentan terkena abrasi akibat gelombang besar. Mangrove dapat mencegah abrasi dan sebagai tempat beberapa biota laut. Jadi kami upayakan hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir pantai tetap masuk kawasan konservasi dan dipertahankan," kata Sugino. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015
Kepala Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Penajam Paser Utara Sugino, Rabu mengungkapkan luas hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir laut dan sungai banyak yang tidak dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Perda Nomor 24/2012 tentang Perlindungan Mangrove.
"Hutan bakau yang berada di sepanjang wilayah pesisir laut dan sungai bisa terancam punah, karena sepertinya tidak masuk dalam RTRW," ungkap Sugino.
Untuk mempertahankan hutan mangrove tersebut lanjut Sugino, Dishutbun Penajam Paser Utara memasang beberapa papan larangan di sepanjang pesisir sungai untuk menghindari pengrusakan tanaman mangrove atau bakau untuk kepentingan pembukaan lahan tambak.
Selain itu, tambah dia, Dishutbun juga tetap menjalankan program pelestarian dengan menanam bibit mangrove di beberapa wilayah yang mengalami kerusakan serta mengintensifkan sosialisasi Perda tentang Perlindungan Mangrove.
"Beberapa titik di sepanjang pesisir sungai kami pasangi papan larangan, serta mensosialisasikan perda agar masyarakat tidak membabat hutan mangrove untuk dijadikan tambak," ujar Sugino.
Sedangkan untuk wilayah di sepanjang pesisir laut kata Sugino, tetap masuk dalam program konsevasi karena di wilayah pesisir sudah terdapat puluhan hekatare daratan terkikis akibat abrasi.
"Wilayah pesisir rentan terkena abrasi akibat gelombang besar. Mangrove dapat mencegah abrasi dan sebagai tempat beberapa biota laut. Jadi kami upayakan hutan mangrove di sepanjang wilayah pesisir pantai tetap masuk kawasan konservasi dan dipertahankan," kata Sugino. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2015