Samarinda (ANTARA Kaltim) -   Sejumlah warga Desa Sebuntal, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, menuntut pemerintah kabupaten setempat segera mengganti rugi lahan pertanian yang sejak 2007 digunakan untuk pembangunan irigasi.

"Sejak 2007 hingga saat ini kami tidak bisa bercocok tanam karena lahan dipakai untuk irigasi, padahal dulu kami bisa tanam padi sampai tiga kali setahun," ujar Muchran S, salah seorang warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marang Kayu, di Samarinda, Rabu.

Muchran yang merupakan tokoh desa setempat dan sebagai kuasa warga dalam ganti rugi lahan itu.

Mereka mengeluhkan tentang nasib ganti rugi lahan pertanian yang belum juga dibayarkan, padahal sebelumnya lahan sangat produktif ditanami aneka tanaman pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Menurutnya, total lahan pertanian yang belum diganti oleh Pemkab Kutai Kartenegara seluas 58 hektare (ha) imilik 29 kepala keluarga (KK).

Lahan-lahan tersebut dulunya merupakan kawasan produktif yang ditanami padi, jagung, karet, dan wijen, tetapi setelah adanya pembangunan Bendungan Marang Kayu yang dimulai pada 2007, maka sejak itu pula lahan tersebut tidak berfungsi sehingga mata pencaharian mereka di kawasan itu menjadi mati.

Saat ini warga setempat meminta ganti rugi hanya sebesar Rp17 ribu per perkan atau Rp170 juta per ha. Harga tersebut sebenarnya mengalami penurunan sangat jauh karena ganti rugi lahan yang telah dilakukan tahap pertama pada tahun 2011 sudah mencapai Rp18,5 ribu per perkan atau Rp185 juta per ha.

Total lahan yang harus dibebaskan Pemkab Kukar untuk pembangunan Bendungan Marang kayu mencapai 350 ha termasuk untuk irigasi skunder. Dari jumlah itu, sebagian sudah terbayar pada 2011 dengan harga Rp185 juta per ha.

Sedangkan sisanya yang 58 ha hingga kini belum dibayar, padahal sudah beberapa kali tim dari pemkab datang ke Marang Kayu untuk melakukan dialog dan menentukan harga, tetapi realisasi pembayaran tidak pernah ada.

Pihaknya mengaku telah beberapa kali melakukan cara agar 58 ha lahan itu segera diganti rugi, di antaranya menemui pejabat terkait di Pemkab Kukar hingga melakukan demontrasi, tetapi jawaban yang diterima hanya janji-janji saja yang tidak ada realisasi.

Bahkan warga yang dipimpin Muchran juga pernah mendatangi Bupati Kutai Kartenegara Rita Widyasari untuk mengadukan permasalahan itu.

Saat itu, lanjut Muchran, bupati melihat berkas yang disodorkan warga, kemudian mengatakan bahwa dari data yang ada, sudah seharusnya pejabat berwenang melakukan pemabayaran.

"Kami memberikan batas waktu pembayaran lahan pertanian seharga Rp170 juta per ha hingga 31 Agustus. Jika sampai tanggal itu belum dibayar, maka harga akan berubah karena harga Rp170 juta itu merupakan harga mengalah karena pada 2011 sudah seharga Rp185 juta per ha," kata Muchran dan diiyakan tiga warga yang mendampinginya. (*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014