Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Kalimantan Timur memaksimalkan penanganan keluarga berisiko stunting setelah hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) di akhir 2023 yang menyatakan prevalensi stunting di daerah turun tipis.
Berdasarkan hasil SKI 2023, angka prevalensi stunting di Kaltim hanya turun 1 persen, dari 23,9 persen pada 2022 menjadi 22,9 persen pada 2023, sedangkan target Kaltim pada 2024 bisa turun menjadi 14 persen, sehingga perlu kerja keras dan kolaborasi dengan banyak pihak.
"Hanya turun 1 persen padahal berbagai upaya telah dilakukan Kaltim, kabupaten/kota, desa/kelurahan, ditambah kerja sama dengan mitra seperti swasta, LSM, Baznas, bahkan TNI dan Polri, ini berarti ada sesuatu," kata Kepala BKKBN Kaltim Sunarto di Samarinda, Minggu.
Sesuatu tersebut, lanjut Sunarto, ternyata tim terlalu fokus pada penanganan bayi yang telah terdeteksi stunting, ibu hamil dan menyusui, serta hal lain yang bersifat umum.
Sedangkan perhatian terhadap keluarga berisiko memiliki anak stunting memang sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum maksimal, sehingga tahun ini pihaknya memaksimalkan peran semua pihak terkait hingga kader di desa/kelurahan dalam penanganan keluarga berisiko tersebut.
Keluarga berisiko memiliki bayi stunting itu terutama dari keluarga prasejahtera, karena secara ekonomi sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga ibu hamil atau pasangan usia subur dari keluarga prasejahtera harus mendapat perhatian khusus dalam pemenuhan makanan bergizi, pengetahuan tentang stunting, dan lainnya.
"Sepanjang 2023 memang sudah melakukan penanganan terhadap keluarga berisiko stunting, tetapi memang intervensi yang dilakukan kurang. Bisa jadi juga intervensi yang dilakukan kurang tepat," katanya.
Untuk memastikan hal tersebut, lanjutnya, maka sepanjang Juni 2024 ini pihaknya bersama Pemprov Kaltim, pemerintah kabupaten/kota, hingga desa dan kelurahan melakukan penimbangan terhadap semua balita melalui posyandu yang tersebar hingga pelosok, ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi seimbang bagi balita dan ibu menyusui.
Dalam giat ini sekaligus para kader di masing-masing posyandu melakukan pendataan plus pencatatan untuk mengetahui perkembangannya, sehingga targetnya adalah di awal Juli 2024 dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui dengan pasti apa kekurangan selama ini dan tindakan apa yang harus dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
Berdasarkan hasil SKI 2023, angka prevalensi stunting di Kaltim hanya turun 1 persen, dari 23,9 persen pada 2022 menjadi 22,9 persen pada 2023, sedangkan target Kaltim pada 2024 bisa turun menjadi 14 persen, sehingga perlu kerja keras dan kolaborasi dengan banyak pihak.
"Hanya turun 1 persen padahal berbagai upaya telah dilakukan Kaltim, kabupaten/kota, desa/kelurahan, ditambah kerja sama dengan mitra seperti swasta, LSM, Baznas, bahkan TNI dan Polri, ini berarti ada sesuatu," kata Kepala BKKBN Kaltim Sunarto di Samarinda, Minggu.
Sesuatu tersebut, lanjut Sunarto, ternyata tim terlalu fokus pada penanganan bayi yang telah terdeteksi stunting, ibu hamil dan menyusui, serta hal lain yang bersifat umum.
Sedangkan perhatian terhadap keluarga berisiko memiliki anak stunting memang sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, tetapi belum maksimal, sehingga tahun ini pihaknya memaksimalkan peran semua pihak terkait hingga kader di desa/kelurahan dalam penanganan keluarga berisiko tersebut.
Keluarga berisiko memiliki bayi stunting itu terutama dari keluarga prasejahtera, karena secara ekonomi sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga ibu hamil atau pasangan usia subur dari keluarga prasejahtera harus mendapat perhatian khusus dalam pemenuhan makanan bergizi, pengetahuan tentang stunting, dan lainnya.
"Sepanjang 2023 memang sudah melakukan penanganan terhadap keluarga berisiko stunting, tetapi memang intervensi yang dilakukan kurang. Bisa jadi juga intervensi yang dilakukan kurang tepat," katanya.
Untuk memastikan hal tersebut, lanjutnya, maka sepanjang Juni 2024 ini pihaknya bersama Pemprov Kaltim, pemerintah kabupaten/kota, hingga desa dan kelurahan melakukan penimbangan terhadap semua balita melalui posyandu yang tersebar hingga pelosok, ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi seimbang bagi balita dan ibu menyusui.
Dalam giat ini sekaligus para kader di masing-masing posyandu melakukan pendataan plus pencatatan untuk mengetahui perkembangannya, sehingga targetnya adalah di awal Juli 2024 dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui dengan pasti apa kekurangan selama ini dan tindakan apa yang harus dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024