Samarinda (ANTARA Kaltim) - Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM) Pokja 30 Samarinda, Kaltim, mengajak pemilih terutama pemilih pemula bersikap cerdas memilih pasangan calon Presiden dan caon Wakil Presiden, tidak mudah terpancing dengan kampanye hitam yang memojokkan salah satu pasangan calon.
"Kesadaran kritis diperlukan agar para pemilih pemula tidak terjebak dalam pertarungan informasi yang kerap menjurus fitnah, kabar bohong, bahkan pembunuhan karakter calon tertentu," ujar Manajer Program Pendidikan Pemilih Pokja 30 Yustinus Sapto Hardjanto di Samarinda, Jumat.
Menurut dia, jebakan informasi yang tidak benar akan mengantar pada dua sikap ektrim, yakni pembelaan atau kebencian yang berlebihan pada calon tertentu dan pemilih pemula justru menjadi antipati pada calon yang ada sehingga memutuskan untuk tidak memilih karena tidak ada calon atau kandidat yang layak untuk dipilih.
Terkait dengan itu, kata dia, maka untuk pemilih pemula diberikan rujukan situs atau web yang bisa memberi informasi tambahan baik mengenai demokrasi dan kepemiluan maupun profil, visi dan misi para calon, termasuk aplikasi yang dikembangkan oleh organisasi tertentu untuk membantu pemilih berpartisipasi secara aktif dalam proses pemilu.
Ia mengatakan, para pemilih pemula yang pada umumnya adalah pemakai smartphone juga diajak untuk melakukan pemantauan pada proses dan tahapan pemilu melalui media sosial.
Pada pemunggutan suara 9 Juli 2014, Pokja 30 dalam program pendidikan pemilih untuk pemantauan korupsi pemilu, didukung oleh The Asia Foundation.
Kegiatannya, menurut dia, adalah melanjutkan kerja sama dengan para mitra di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda untuk melakukan pendidikan dan pemantauan pada keseluruhan proses dan tahapan pemilu presiden periode 2014-2019.
Mencermati perkembangan dalam masa kampanye saat ini, katanya, sudah terjadi perang informasi baik di media mainstreams maupun media sosial, maka Pokja 30 memusatkan perhatian pada upaya meningkatkan literasi media di kalangan pemilih pemula.
"Peningkatan literasi media dilaksanakan lewat Akademi Demokrasi Digital, peserta yang pada umumnya pemilih pemula diberi pemahaman dan kesadaran kritis terkait informasi di media, termasuk media sosial secara online," ujarnya.
Pemantauan, kata dia, akan dilakukan bersama dengan para mitra baik di Samarinda maupun Kutai Kartanegara, dalam masa kampanye difokuskan pada kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, mengingat beberapa kepala daerah terlibat sebagai ketua tim pemenangan untuk calon tertentu.
Belajar dari pemilu legislatif, katanya, maka kegiatan pemantauan tidak hanya dilakukan pada hari pencoblosan, melainkan saat perhitungan suara (rekapitulasi suara) mulai dari tingkat PPS, PPK hingga rapat pleno di KPU.
"Pemantauan pada rekapitulasi suara sangat penting dilakukan, mengingat pada pemilu legislatif yang lalu banyak terjadi kecurangan ketika perhitungan suara di tingkat PPS dan PPK," kata Yustinus. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
"Kesadaran kritis diperlukan agar para pemilih pemula tidak terjebak dalam pertarungan informasi yang kerap menjurus fitnah, kabar bohong, bahkan pembunuhan karakter calon tertentu," ujar Manajer Program Pendidikan Pemilih Pokja 30 Yustinus Sapto Hardjanto di Samarinda, Jumat.
Menurut dia, jebakan informasi yang tidak benar akan mengantar pada dua sikap ektrim, yakni pembelaan atau kebencian yang berlebihan pada calon tertentu dan pemilih pemula justru menjadi antipati pada calon yang ada sehingga memutuskan untuk tidak memilih karena tidak ada calon atau kandidat yang layak untuk dipilih.
Terkait dengan itu, kata dia, maka untuk pemilih pemula diberikan rujukan situs atau web yang bisa memberi informasi tambahan baik mengenai demokrasi dan kepemiluan maupun profil, visi dan misi para calon, termasuk aplikasi yang dikembangkan oleh organisasi tertentu untuk membantu pemilih berpartisipasi secara aktif dalam proses pemilu.
Ia mengatakan, para pemilih pemula yang pada umumnya adalah pemakai smartphone juga diajak untuk melakukan pemantauan pada proses dan tahapan pemilu melalui media sosial.
Pada pemunggutan suara 9 Juli 2014, Pokja 30 dalam program pendidikan pemilih untuk pemantauan korupsi pemilu, didukung oleh The Asia Foundation.
Kegiatannya, menurut dia, adalah melanjutkan kerja sama dengan para mitra di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda untuk melakukan pendidikan dan pemantauan pada keseluruhan proses dan tahapan pemilu presiden periode 2014-2019.
Mencermati perkembangan dalam masa kampanye saat ini, katanya, sudah terjadi perang informasi baik di media mainstreams maupun media sosial, maka Pokja 30 memusatkan perhatian pada upaya meningkatkan literasi media di kalangan pemilih pemula.
"Peningkatan literasi media dilaksanakan lewat Akademi Demokrasi Digital, peserta yang pada umumnya pemilih pemula diberi pemahaman dan kesadaran kritis terkait informasi di media, termasuk media sosial secara online," ujarnya.
Pemantauan, kata dia, akan dilakukan bersama dengan para mitra baik di Samarinda maupun Kutai Kartanegara, dalam masa kampanye difokuskan pada kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, mengingat beberapa kepala daerah terlibat sebagai ketua tim pemenangan untuk calon tertentu.
Belajar dari pemilu legislatif, katanya, maka kegiatan pemantauan tidak hanya dilakukan pada hari pencoblosan, melainkan saat perhitungan suara (rekapitulasi suara) mulai dari tingkat PPS, PPK hingga rapat pleno di KPU.
"Pemantauan pada rekapitulasi suara sangat penting dilakukan, mengingat pada pemilu legislatif yang lalu banyak terjadi kecurangan ketika perhitungan suara di tingkat PPS dan PPK," kata Yustinus. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014