Samarinda (ANTARA Kaltim) - Profauna Indonesia, sebuah lembaga independen yang bergerak di bidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya, menyesalkan penghentian penyidikan terkait dugaan pembunuhan "Helarctos Malayanus" atau Beruang Madu di Kabupaten Berau.

Ketua Profauna Indonesia Rosek Nursahid, dihubungi dari Samarinda, Kamis petang menilai, polisi sangat tergesa-gesa memutuskan menghentikan penyidikan pembantaian Beruang Madu tersebut.

"Kami sangat menyesalkan dan menilai, polisi sangat tergesa-gesa dalam memutuskan penghentian penyidikan pembunuhan Beruang Madu sebab unsur pidananya sudah terpenuhi," ungkap Rosek Nursahid.

Profauna kata Rosek Nursahid juga menyayangkan alasan polisi yang menyebut tidak adanya laporan masyarakat atau orang yang merasa dirugikan atas pembunuhan Beruang Madu tersebut.

Padahal menurut Rosek Nursahid, aktivis Profauna pada Minggu (8/6) telah melaporkan tindak pidana pembunuhan Beruang Madu itu ke Polres Berau.

Namun kata dia, saat aktivis Profauna meminta di BAP (berita acara pemeriksaan) polisi menolak membuat BAP dan mengatakan akan tetap memproses laporan tersebut.

"Ini bukan kasus perdata yang harus menunggu laporan tetapi kasus pembunuhan Beruan Madu itu menyangkut perbuatan pidana dan polisi tidak harus menunggu adanya laporan masyarakat atau orang yang merasa dirugikan. Apalagi, pada Minggu (8/6) kami telah melaporkan hal itu ke unit Reserse Umum Polres Berau namun anehnya saat kami meminta di BAP, polisi yang menerima kami tidak mau dan mengatakan laporan itu akan tetap ditindaklanjuti," katanya.

"Selang satu hari, kami menerima informasi bahwa polisi telah memeriksa empat orang pelaku dan mereka mengakui memotong bahkan memakan Beruang Madu itu, tetapi mereka tidak mengaku membunuhnya. Anehnya, polisi menyatakan menghentikan penyidikan dengan alasan tidak ada bukti dan tidak adanya laporan masyarakat," ungkap Rosek Nursahid.

Jika merujuk UU Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat (2) tentang Konservasi Sumber Daya Alam serta Undang-undang Informasi dan Transksi Elektronik (ITE), polisi kata dia sudah bisa menindaklanjuti kasus pembunuhan Beruang Madu itu.

"Katakanlah pelaku mengaku tidak membunuh tetapi tetap bersalah sebab dalam UU Nomor 5 tahun 1990, seharusnya setelah menemukan satwa dilindungi harus melaporkan ke BKSDA, bukan malah memakannya.," katanya J

"Jika merujuk UU ITE, perbuatan memposting Beruang Madu saat dikuliti dan dimakan itu jelas sudah sangat meresahkan. Ada banyak sekali masyarakat yang merasa marah dan melapor ke Profauna dengan adanya satwa langka asli Kalimantan yang dibunuh kemudian diposting melalui media sosial," ungkap Rosek Nursahid.

Profauna lanjut Rosek Nursahid akan mempertanyakan sikap Polres Berau yang menghentikan penyidikan pembunuhan Beruang Madu itu ke Mabes Polri.

"Saat ini, tim advokasi Profauna tengah berkoordinasi untuk membawa kasus ini ke Mabes Polri, sebab kasus pembunuhan Beruang Madu ini menjadi perhatian dunian internasional karena hewan itu termasuk sata lngka dan dilindungi," ujar Rosek Nursahid.    (*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Amirullah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014