Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Kalimantan Timur, menyelesaikan satu perkara penganiayaan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ), sehingga pelaku yang sebelumnya sebagai tersangka, kini telah bebas.
“Kemarin, Selasa, 30 Januari, saya atas nama Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), sehingga berdasarkan surat itu, maka tersangka bebas dari tuntutan,” kata Kasi Tindak Pidana Umum Indra Rivani di Samarinda, Rabu.
Penyerahan SKP2 kepada tersangka disaksikan oleh Jaksa Fasilitator, korban, keluarga korban, keluarga tersangka, staf Seksi Tindak Pidana Umum, dan tokoh masyarakat setempat (tempat kejadian penganiayaan).
Tersangka bebas setelah dilakukan seremoni pelepasan rompi tahanan, setelah adanya penandatanganan SKP2.
Sebelumnya, di tanggal yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan menerbitkan SKP2 tersebut berdasarkan Keadilan Restoratif.
Penghentian penuntutan berdasarkan RJ ini untuk tersangka berinisial MA, yakni MA disangka melakukan perkara tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 351 Ayat (1) KUHP, terhadap korban berinisial ASW.
Indra mengatakan, ada proses panjang yang harus dilalui untuk memperoleh RJ, seperti harus ada kesepakatan antara korban dan pelaku (tersangka) bahwa mereka sama-sama ingin kasus ini dihentikan.
Adanya pertemuan yang difasilitasi oleh Jaksa Fasilitator guna memastikan bahwa mereka sepakat berdamai, termasuk adanya janji dari pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan tak terpuji tersebut.
Indra juga mengatakan bahwa RJ bisa diperoleh bukan hanya dari perkara penganiayaan, tapi perkara lain juga bisa seperti kecelakaan lalu lintas atau perkara pencurian, sepanjang memenuhi syarat untuk mendapatkan RJ.
“Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh RJ, antara lain tersangka baru pertama kali melakukan, ancaman pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih lima tahun, nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta untuk kasus pencurian,” katanya.
Kemudian ada pemulihan pada keadaan semula oleh tersangka dengan cara mengembalikan barang yang diperoleh, mengganti kerugian korban, mengganti biaya atau memperbaiki kerusakan, adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka, dan perkara tersebut direspon positif oleh tokoh masyarakat setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
“Kemarin, Selasa, 30 Januari, saya atas nama Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), sehingga berdasarkan surat itu, maka tersangka bebas dari tuntutan,” kata Kasi Tindak Pidana Umum Indra Rivani di Samarinda, Rabu.
Penyerahan SKP2 kepada tersangka disaksikan oleh Jaksa Fasilitator, korban, keluarga korban, keluarga tersangka, staf Seksi Tindak Pidana Umum, dan tokoh masyarakat setempat (tempat kejadian penganiayaan).
Tersangka bebas setelah dilakukan seremoni pelepasan rompi tahanan, setelah adanya penandatanganan SKP2.
Sebelumnya, di tanggal yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan menerbitkan SKP2 tersebut berdasarkan Keadilan Restoratif.
Penghentian penuntutan berdasarkan RJ ini untuk tersangka berinisial MA, yakni MA disangka melakukan perkara tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai Pasal 351 Ayat (1) KUHP, terhadap korban berinisial ASW.
Indra mengatakan, ada proses panjang yang harus dilalui untuk memperoleh RJ, seperti harus ada kesepakatan antara korban dan pelaku (tersangka) bahwa mereka sama-sama ingin kasus ini dihentikan.
Adanya pertemuan yang difasilitasi oleh Jaksa Fasilitator guna memastikan bahwa mereka sepakat berdamai, termasuk adanya janji dari pelaku untuk tidak mengulangi perbuatan tak terpuji tersebut.
Indra juga mengatakan bahwa RJ bisa diperoleh bukan hanya dari perkara penganiayaan, tapi perkara lain juga bisa seperti kecelakaan lalu lintas atau perkara pencurian, sepanjang memenuhi syarat untuk mendapatkan RJ.
“Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh RJ, antara lain tersangka baru pertama kali melakukan, ancaman pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih lima tahun, nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta untuk kasus pencurian,” katanya.
Kemudian ada pemulihan pada keadaan semula oleh tersangka dengan cara mengembalikan barang yang diperoleh, mengganti kerugian korban, mengganti biaya atau memperbaiki kerusakan, adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka, dan perkara tersebut direspon positif oleh tokoh masyarakat setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024