Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terus mendalami motif pelaku penyebar ujaran kebencian pada pendukung mantan Gubernur Papua Lukas Enembe melalui media sosial TikTok.
“Masih kita dalami terus ya motifnya,” kata Kasubdit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Jefri Dian Juniarta di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Jefri menanggapi perkembangan kasus pemilik akun TikTok dengan nama @presiden_ono_niha, AB (30).
Jefri menyebut motif pelaku melakukan ujaran kebencian dikarenakan faktor ekonomi dan janji (engagement) dengan sejumlah pengikutnya yang ada lebih dari 100 ribu orang.
"Dikarenakan dia setiap hari mengomentari apapun, dan dia pernah di-endorse sekali. Jadi lebih ke arah engagement, ke arah followers, sama ekonomi, tapi masih kita dalami terus,” ujar Jefri.
Dengan menggunakan rambut palsu (wig) hingga kacamata, pelaku berupaya mencari pendapatan dari pengikutnya dengan terus mengunggah konten-konten video tersebut.
Namun, ditanya terkait jumlah keuntungan yang AB dapatkan dari konten tersebut, Jefri menyebut pelaku pernah dibayar dengan nominal tertentu yang tidak ia sebutkan jumlahnya.
“Dia mencari engagement dengan pengikutnya (followers). Karena dia sudah nyiapin wig, kacamata. Itu juga kan wig dan kacamatanya sudah kita sita,” ucapnya.
Sebelumnya pada Sabtu (30/12), Bareskrim Polri menangkap pelaku berinisial AB di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada pukul 21.30 WIB.
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita satu unit ponsel, wig atau rambut palsu, kaos, blazer dan kacamata yang ia gunakan saat membuat konten video.
Penangkapan dilakukan setelah AB selaku pemilik akun media sosial TikTok, diduga menyebarkan ujaran kebencian melalui akun TikTok bernama @presiden_ono_niha.
Melalui akun tersebut, pelaku mengunggah konten-konten video yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap aksi yang dilakukan oleh pendukung Lukas Enembe, pada saat pelaksanaan penjemputan dan pemakamanan Lukas Enembe di Papua.
Atas perbuatannya, AB dijerat pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 16 Jo Pasal 4 huruf B angka 2 dan 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi RAS dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024
“Masih kita dalami terus ya motifnya,” kata Kasubdit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Jefri Dian Juniarta di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Jefri menanggapi perkembangan kasus pemilik akun TikTok dengan nama @presiden_ono_niha, AB (30).
Jefri menyebut motif pelaku melakukan ujaran kebencian dikarenakan faktor ekonomi dan janji (engagement) dengan sejumlah pengikutnya yang ada lebih dari 100 ribu orang.
"Dikarenakan dia setiap hari mengomentari apapun, dan dia pernah di-endorse sekali. Jadi lebih ke arah engagement, ke arah followers, sama ekonomi, tapi masih kita dalami terus,” ujar Jefri.
Dengan menggunakan rambut palsu (wig) hingga kacamata, pelaku berupaya mencari pendapatan dari pengikutnya dengan terus mengunggah konten-konten video tersebut.
Namun, ditanya terkait jumlah keuntungan yang AB dapatkan dari konten tersebut, Jefri menyebut pelaku pernah dibayar dengan nominal tertentu yang tidak ia sebutkan jumlahnya.
“Dia mencari engagement dengan pengikutnya (followers). Karena dia sudah nyiapin wig, kacamata. Itu juga kan wig dan kacamatanya sudah kita sita,” ucapnya.
Sebelumnya pada Sabtu (30/12), Bareskrim Polri menangkap pelaku berinisial AB di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada pukul 21.30 WIB.
Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita satu unit ponsel, wig atau rambut palsu, kaos, blazer dan kacamata yang ia gunakan saat membuat konten video.
Penangkapan dilakukan setelah AB selaku pemilik akun media sosial TikTok, diduga menyebarkan ujaran kebencian melalui akun TikTok bernama @presiden_ono_niha.
Melalui akun tersebut, pelaku mengunggah konten-konten video yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap aksi yang dilakukan oleh pendukung Lukas Enembe, pada saat pelaksanaan penjemputan dan pemakamanan Lukas Enembe di Papua.
Atas perbuatannya, AB dijerat pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 16 Jo Pasal 4 huruf B angka 2 dan 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi RAS dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2024