Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pemerintah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, meminta warga setempat agar realistis dalam menetapkan harga tanah terkait pembebasan lahan untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur.
"Tidak sedikit proyek infrastruktur di Kota Samarinda mandek akibat permasalahan sosial. Masalah yang kerap ditemui yakni, harga tanah yang diminta warga tidak sesuai dengan ketentuan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) menjadi penyebab utama," ungkap Wakil Wali Kota Samarinda, Nusyirwan Ismail di Samarinda, Rabu.
Usai membagikan 86 sertifikat pronada dan prona kepada warga di lima kelurahan, Kecamatan Sungai Pinang, dia mengataka, faktor itulah kata Nusyirwan Ismail yang sering membuat pemerintah pusing dan berujung tidak maksimalnya proyek infrastruktur untuk menunjang pembangunan di Kota Samarinda.
Ia mengatakan, pihaknya menaruh harapan adanya kebijakasanaan masayarakat yang lahan atau tanahnya terkena proyek pembangunan untuk kebutuhan publik seperti pelebaran jalan, pembuatan folder atau drainase maupun jembatan.
"Kami mengharapkan masyarakat bijak melihat harga yang telah ditetapkan pemerintah sesuai acuan yang telah dihitung oleh tim idependen," katanya.
Dia mengatakan, harus diakui untuk masalah ini, pemerintah masih dihadapkan masalah seperti pembebasan lahan di Benanga dimana warga meminta harga lebih Rp1 juta sementara pemerintah menetapkan Rp130 ribu per meter, sehingga akhirnya tidak ketemu.
Padahal, kata dia, dari hasil ketetapan harga tanah yang diputuskan oleh tim independen tadi masih ada batas negosiasi," ungkap Nusyirwan Ismail.
Menyikapi hal tersebut, Nusyirwan Ismail meminta warga tidak hanya melihat hilangnya sebidang tanah akibat terkena proyek, sebab kawasan yang mengalami proses pembebasan bertujuan untuk pembangunan, baik mengatasi permasalahan banjir atau pembuatan akses jalan, juga akan berdampak pada tingginya harga tanah di kawasan tersebut.
"Jadi pastinya akan banyak sisi yang didapatkan masyarakat jika bijak dalam mendukung program pemerintah. Jangan sampai hanya karena harga tanah yang disepakati tadi, malah menjadi penyebab terhambatnya pembangunan," katanya.
Menurut dia, pemerintah sendiri tidak tinggal diam akan hal ini karena sudah ada Undang-undang No 2 untuk infrastruktur serta Peraturan Presiden No 71, dimana Sistem Operasional Prosedur nya mengatur pada penghujung waktu proses pergantian lahan yang wajar akan diputuskan oleh pengadilan
Pemkot Samarinda, kata dia, tidak ingin lagi terjadi permasalahan pembebasan lahan seperti yang terjadi di kawasan Benanga dan Jalan Bung Tomo karena ada warga yang bertahan dengan ganti rugi yang tidak sesuai NJOP.
"Tentunya, kondisi seperti itu mempengaruhi program pemerintah yang harusnya selesai dalam satu perkerjaan akhirnya menghambat dan ditinggal karena untuk menyelesaikan pekerjaan yang lainnya," ujar Nusyirwan Ismail.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014
"Tidak sedikit proyek infrastruktur di Kota Samarinda mandek akibat permasalahan sosial. Masalah yang kerap ditemui yakni, harga tanah yang diminta warga tidak sesuai dengan ketentuan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) menjadi penyebab utama," ungkap Wakil Wali Kota Samarinda, Nusyirwan Ismail di Samarinda, Rabu.
Usai membagikan 86 sertifikat pronada dan prona kepada warga di lima kelurahan, Kecamatan Sungai Pinang, dia mengataka, faktor itulah kata Nusyirwan Ismail yang sering membuat pemerintah pusing dan berujung tidak maksimalnya proyek infrastruktur untuk menunjang pembangunan di Kota Samarinda.
Ia mengatakan, pihaknya menaruh harapan adanya kebijakasanaan masayarakat yang lahan atau tanahnya terkena proyek pembangunan untuk kebutuhan publik seperti pelebaran jalan, pembuatan folder atau drainase maupun jembatan.
"Kami mengharapkan masyarakat bijak melihat harga yang telah ditetapkan pemerintah sesuai acuan yang telah dihitung oleh tim idependen," katanya.
Dia mengatakan, harus diakui untuk masalah ini, pemerintah masih dihadapkan masalah seperti pembebasan lahan di Benanga dimana warga meminta harga lebih Rp1 juta sementara pemerintah menetapkan Rp130 ribu per meter, sehingga akhirnya tidak ketemu.
Padahal, kata dia, dari hasil ketetapan harga tanah yang diputuskan oleh tim independen tadi masih ada batas negosiasi," ungkap Nusyirwan Ismail.
Menyikapi hal tersebut, Nusyirwan Ismail meminta warga tidak hanya melihat hilangnya sebidang tanah akibat terkena proyek, sebab kawasan yang mengalami proses pembebasan bertujuan untuk pembangunan, baik mengatasi permasalahan banjir atau pembuatan akses jalan, juga akan berdampak pada tingginya harga tanah di kawasan tersebut.
"Jadi pastinya akan banyak sisi yang didapatkan masyarakat jika bijak dalam mendukung program pemerintah. Jangan sampai hanya karena harga tanah yang disepakati tadi, malah menjadi penyebab terhambatnya pembangunan," katanya.
Menurut dia, pemerintah sendiri tidak tinggal diam akan hal ini karena sudah ada Undang-undang No 2 untuk infrastruktur serta Peraturan Presiden No 71, dimana Sistem Operasional Prosedur nya mengatur pada penghujung waktu proses pergantian lahan yang wajar akan diputuskan oleh pengadilan
Pemkot Samarinda, kata dia, tidak ingin lagi terjadi permasalahan pembebasan lahan seperti yang terjadi di kawasan Benanga dan Jalan Bung Tomo karena ada warga yang bertahan dengan ganti rugi yang tidak sesuai NJOP.
"Tentunya, kondisi seperti itu mempengaruhi program pemerintah yang harusnya selesai dalam satu perkerjaan akhirnya menghambat dan ditinggal karena untuk menyelesaikan pekerjaan yang lainnya," ujar Nusyirwan Ismail.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014