Dinas Kesehatan  (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat ada  2.022 warga yang  positif terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), terdata pada Juni 2023, 11 orang diantaranya dinyatakan meninggal dunia.

“Warga Kaltim yang terjangkit positif DBD merata di sepuluh kabupaten dan Kota, dan ini perlu diwaspadai karena sudah ada 11 orang yang dinyatakan meninggal dunia, apalagi di musim hujan saat ini, mesti  diantisipasi sedini mungkin,” kata Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda, Rabu.

Ia menjelaskan, dari total angka warga yang terjangkit DBD tersebut, yang paling banyak  terdapat di Kota Balikpapan,  sebanyak 561 orang dan dinyatakan meninggal dunia dua orang. Di Kabupaten Kutai Kartanegara positif 342  orang, meninggal dunia satu orang, Kota Samarinda  sebanyak positif 311 orang, meninggal dunia dua orang.

Kemudian, di Kutai Timur positif  sebanyak 184 orang, meninggal dunia nihil, Kota Bontang sebanyak 159  orang, meninggal dunia  satu orang. Di Kabupaten Kutai Barat  121 orang,  meninggal satu orang, Kabupaten Paser 107 orang,  meninggal satu orang. Selanjutnya di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) sebanyak  98 orang, meninggal  dunia dua orang, Kabupaten Berau  sebanyak  82 orang, meninggal dunia satu orang, di Kabupaten PPU 57 orang , meninggal dunia nihil.

Sementara Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Kaltim Basuki  mengatakan pihaknya akan terus mengantisipasi perkembangan kasus DBD di musim hujan.

"Perkembangan kasus DBD memang hampir merata di semua kabupaten dan kota, maka dari itu kami berupaya senantiasa mengantisipasi apalagi saat ini curah hujan tinggi di Kaltim,"  kata Basuki. 

Ia mengingatkan, penyakit DBD tidak bisa dipandang remeh, lantaran jika tidak tertangani dengan  baik, akan berakibat hilangnya nyawa penderita, yang disebabkan oleh  nyamuk Aedes Aegypti.

"Untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua yang anaknya balita, jika terjadi demam, segera  ditangani  melalui fasilitas kesehatan terdekat, seperti Puskesmas atau klinik, jangan ditangani sendiri," imbau Basuki.

Dikemukakannya, penanganan dini tersebut bertujuan untuk memastikan penyakit DBD tidak terlampau parah, dengan penanganan lebih awal. Beberapa kasus anak meninggal dunia  karena DBD, lantaran tidak dideteksi lebih awal, sehingga penyakit tersebut terlanjur parah, setelah didiagnosa  ternyata sel darah merah yang pecah.

"Terkadang masyarakat hanya menerka dalam mengidentifkasi penyakit dan tidak menyadari, sehingga gejala DBD dianggap hanya flu atau demam biasa," kata Basuki.
 

Pewarta: Ahmad Rifandi

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023