Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda, Kalimantan Timur, sejak Ramadhan hingga hari ini mendampingi empat tahanan kasus narkotika yang rawat inap di rumah sakit akibat penyakit yang diderita, satu di antaranya meninggal di rumah sakit.
"Sejumlah teman di kejaksaan pun harus rela berlebaran di rumah sakit karena mereka mendapat tugas mengawal tahanan yang sakit dan rawat inap," ujar Kepala Seksi Tindak Pinda Umum (Kasi Pidum) Kejari Samarinda Indra Rivana di Samarinda, Jumat.
Ia bersyukur karena tim yang mendapat tugas mengawal tahanan sakit tersebut ikhlas meski berlebaran di rumah sakit, karena mereka sadar bahwa hal ini merupakan bagian dari tugas negara.
Ia menceritakan, empat tahanan yang dibawa ke salah satu rumah sakit milik pemerintah di Samarinda untuk mendapat perawatan itu terjadi sejak pertengahan Ramadhan hingga saat ini, keempatnya adalah tahanan atas kasus narkotika.
Penyakit yang diderita tahanan pun variatif, yakni dua orang akibat sakit jantung, satu orang sakit asma, dan satu orang lagi karena penyakit hernia.
"Terakhir tahanan yang dinyatakan sembuh oleh dokter adalah tahanan dengan sakit jantung yang sebelumnya sempat masuk Ruang ICU. Tahanan ini baru ke luar dari rumah sakit kemarin, hari ini ada tahanan yang sakit lagi sehingga harus dilarikan ke ke rumah sakit," katanya.
Sementara itu, salah seorang tahanan dengan inisial A, meninggal di rumah sakit akibat sakit asma, sehingga pihaknya harus mengurus semua hingga biaya penguburan, karena A tidak memiliki keluarga di Samarinda.
"Tahanan A ini tidak memiliki keluarga di Samarinda, semua keluarganya ada di Ternate. Setelah kami koordinasi dengan keluarga di Ternate, pihak keluarga sudah mengikhlaskan untuk dikebumikan di Samarinda saja," kata Indra.
Ia menceritakan, kendala yang dihadapi pihaknya dalam melakukan rawat inap di rumah sakit adalah pada tahanan yang bukan peserta BPJS Kesehatan, sehingga manajemen rumah sakit menyatakan pasien tersebut sebagai pasien umum.
Hal ini tentu berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh kejaksaan dengan cukup tinggi, padahal anggaran dari kejaksaan terkait biaya pengobatan untuk tahanan sangat minim, bahkan terkadang tidak ada.
"Padahal untuk biaya pengobatan dan rawat inap lumayan tinggi, satu orang saja biayanya sekitar Rp3 juta. Bahkan untuk tahanan A yang meninggal kemarin, mulai dari mengurus jenazah, ambulan, pemulasaran, kain kafan, gali kubur, hingga penguburan membutuhkan biaya sekitar Rp4 juta," katanya.
Untuk itu ia berharap kepada pihak rumah sakit milik pemerintah memberikan pengecualian, yakni bagi tahanan yang bukan peserta BPJS Kesehatan dan menjalani pengobatan, termasuk yang meninggal di rumah sakit agar dibebaskan dari segala biaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023
"Sejumlah teman di kejaksaan pun harus rela berlebaran di rumah sakit karena mereka mendapat tugas mengawal tahanan yang sakit dan rawat inap," ujar Kepala Seksi Tindak Pinda Umum (Kasi Pidum) Kejari Samarinda Indra Rivana di Samarinda, Jumat.
Ia bersyukur karena tim yang mendapat tugas mengawal tahanan sakit tersebut ikhlas meski berlebaran di rumah sakit, karena mereka sadar bahwa hal ini merupakan bagian dari tugas negara.
Ia menceritakan, empat tahanan yang dibawa ke salah satu rumah sakit milik pemerintah di Samarinda untuk mendapat perawatan itu terjadi sejak pertengahan Ramadhan hingga saat ini, keempatnya adalah tahanan atas kasus narkotika.
Penyakit yang diderita tahanan pun variatif, yakni dua orang akibat sakit jantung, satu orang sakit asma, dan satu orang lagi karena penyakit hernia.
"Terakhir tahanan yang dinyatakan sembuh oleh dokter adalah tahanan dengan sakit jantung yang sebelumnya sempat masuk Ruang ICU. Tahanan ini baru ke luar dari rumah sakit kemarin, hari ini ada tahanan yang sakit lagi sehingga harus dilarikan ke ke rumah sakit," katanya.
Sementara itu, salah seorang tahanan dengan inisial A, meninggal di rumah sakit akibat sakit asma, sehingga pihaknya harus mengurus semua hingga biaya penguburan, karena A tidak memiliki keluarga di Samarinda.
"Tahanan A ini tidak memiliki keluarga di Samarinda, semua keluarganya ada di Ternate. Setelah kami koordinasi dengan keluarga di Ternate, pihak keluarga sudah mengikhlaskan untuk dikebumikan di Samarinda saja," kata Indra.
Ia menceritakan, kendala yang dihadapi pihaknya dalam melakukan rawat inap di rumah sakit adalah pada tahanan yang bukan peserta BPJS Kesehatan, sehingga manajemen rumah sakit menyatakan pasien tersebut sebagai pasien umum.
Hal ini tentu berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan oleh kejaksaan dengan cukup tinggi, padahal anggaran dari kejaksaan terkait biaya pengobatan untuk tahanan sangat minim, bahkan terkadang tidak ada.
"Padahal untuk biaya pengobatan dan rawat inap lumayan tinggi, satu orang saja biayanya sekitar Rp3 juta. Bahkan untuk tahanan A yang meninggal kemarin, mulai dari mengurus jenazah, ambulan, pemulasaran, kain kafan, gali kubur, hingga penguburan membutuhkan biaya sekitar Rp4 juta," katanya.
Untuk itu ia berharap kepada pihak rumah sakit milik pemerintah memberikan pengecualian, yakni bagi tahanan yang bukan peserta BPJS Kesehatan dan menjalani pengobatan, termasuk yang meninggal di rumah sakit agar dibebaskan dari segala biaya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023