Sebanyak 179 karyawan perusahaan kontraktor batubara PT Riung, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), sudah dua bulan dirumahkan oleh perusahaan. Mereka tidak bisa bekerja karena lahan tambang batubara PT Energi Batu Hitam (EBH) di mana PT Riung memperkerjakan mereka ditutup oleh kelompok masyarakat setempat.
“Dua bulan ini kami hidup dengan penghasilan minimal, di mana perusahaan hanya membayar gaji pokok saja,” kata Dompeng, koordinator para karyawan, Senin.
Ia mengatakan, gaji pokok tersebut bagi karyawan bujangan hanya pas untuk bayar sewa rumah dan lebih sedikit untuk makan.
Karena itu, kata Dompeng yang merupakan penduduk asli Kampung Dingin, para karyawan minta tolong kepada Pemerintah Kabupaten Kubar, terutama kepada Bupati FX Yapan, untuk turun tangan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selain itu para karyawan juga minta bantuan dan dukungan kepada para kepala adat dari kedua kampung, yaitu kepada Kepala Adat Kampung Dingin Robertus Sahrun dan Kepala Adat Kampung Lotaq, Nyango. Kepada keduanya para karyawan menyerahkan piring porselen putih sebagai tanda permintaan bantuan dan pertolongan.
“Kami hanya ingin bisa bekerja kembali,” ujar Dompeng.
Dompeng menuturkan, ke-179 karyawan yang dirumahkan PT Riung adalah warga asli Kampung Dingin dan Kampung Lotaq. Mereka bekerja antara lain sebagai sopir, teknisi, atau pun operator, termasuk tenaga keamanan.
Di sisi lain, pihak karyawan juga tidak menutup mata bahwa PT Riung menghentikan pekerjaan di tambang PT EBH karena ada aksi penutupan oleh kelompok masyarakat dengan tuntutan ganti rugi perkara lahan.
“Sekali lagi, kami hanya ingin bekerja kembali. Pekerjaan yang halal untuk menopang keluarga kami. Mereka menuntut haknya juga silakan, tapi janganlah hendaknya juga menghalangi kami mendapatkan penghasilan,” kata Dompeng.
Sekadar diketahui tambang batubara EBH ada di kawasan Kampung Dingin dan Kampung Lotaq, Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat,
Tambang EBH ditutup oleh kelompok masyarakat tersebut karena dianggap melakukan pencemaran lingkungan.
PT EBH berhenti beroperasi menyusul aksi demonstrasi sekelompok masyarakat yang dipimpin Erika Siluq pada 16 Februari lalu. Bersama rekan-rekannya, mereka menuntut perusahaan membayar ganti rugi atas lahan yang kini berada dalam penguasaan perusahaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2023