Samarinda (ANTARA Kaltim) - Anggota DPRD Kaltim Hj Siti Qomariyah mengharapkan Pemkot Samarinda menerbitkan peraturan daerah (Perda) untuk mengatasi banjir karena di kota itu hujan tidak deras saja langsung banjir di banyak titik.

"Dulu kita masih bertanya di daerah mana yang banjir, tapi sekarang pertanyaan itu justru sebaliknya, di mana sih Samarinda yang tidak banjir," ujar Siti Qomaryah yang juga anggota Fraksi PAN di Samarinda, Sabtu.

Pertanyaan itu muncul lantaran hampir di semua pemukiman di kecamatan di Samarinda mengalami banjir jika hujan turun, begitu pula dengan ruas jalan juga banyak yang banjir sehingga sangat menyengsarakan masyarakat.

Sedangkan perda yang diharapkan bisa diterbitkan oleh Pemkot Samarinda guna mengatasi banjir antara lain, setiap bangunan, perkantoran, dan rumah, wajib membuat sumur atau lubang sebagai resapan air supaya air hujan tidak langsung ke parit, tetapi tertampung dulu di sumur tersebut.

Sumur yang dimaksud bisa dibuat dengan sistem bor berukuran sekitar 10 cm x 100 cm sehingga mampu menampung air sekitar 0,8 meter kubik per lubang. Masing-masing rumah atau bangunan minimal dibuat dua lubang, tergantung dari luas lahan di rumah warga, sehingga akan mampu menampung air minimal 1,6 meter kubik per rumah.

Sistem ini sudah diterapkan di Kota Bogor sehingga mampu menekan meluapnya air hujan. Bahkan di Samarinda juga sudah mulai diterapkan di sebagian masyarakat di Tanah Merah, tetapi karena belum banyak lubang sehingga dampaknya belum terasa.

Guna membuat sumur tersebut, tentunya tidak bisa langsung dibebankan kepada masyarakat karena tidak semua warga mampu, sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah, baik murni program pemerintah atau menggandeng swasta untuk pengeboran lubang dimaksud.

Jika terdapat 300.000 unit rumah dan bangunan di Kota Samarinda yang sudah memiliki lubang itu, maka akan terserap air minimal sebanyak 960.000 meter kubik karena tiap rumah dan bangunan minimal terdapat dua sumur.

Selain mampu menampung air, sumur itu juga bisa bermanfaat sebagai media pembuat kompos, yakni sumur yang juga disebut dengan lubang resapan biopori itu diisi sampah rumah tangga (sampah organik) sehingga dalam beberapa pekan akan menjadi pupuk kompos.

Apabila sudah menjadi pupuk kompos, maka bisa diangkat dan bisa dimanfaatkan menyuburkan tanaman, sehingga sistem ini juga menjadi cara efektif bagi keseimbangan bumi, disamping juga bermanfaat bagi manusia untuk tanamannya.

Guna mempermudah pengambilan kompos dalam sumur, maka bisa dilakukan dengan sistem kawat yang dihubungkan hingga dasar sumur. Kawat tersebut diikat dengan lempengan di dasar umur. Kemudian di atas sumur diberi penutup berlubang untuk jalan masuk air, sehingga tidak membahayakan bagi anak-anak ketika melintas di sumur itu.

Hal lain yang perlu dilakukan Pemkot Samarinda melalui perda adalah melarang mengupas lahan baik untuk tambang batu bara maupun perumahan.

Pemkot Samarinda juga harus melarang pengurukan di lahan yang berawal, sehingga jika ada yang membangun rumah di daerah yang merupakan resapan air, maka harus dibuat rumah panggung.

"Selain itu, Pemkot Samarinda juga harus terus memperhatikan drainase karena masih banyak parit yang dangkal baik akibat sampah yang dibuang sembarangan maupun akibat erosi tanah," katanya. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013