Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Petugas Taman Nasional Kutai (TNK) menyatakan selama September 2013 sudah empat kali menemukan adanya pencurian pohon ulin (deuroxylon zwagery) yang sudah dipotong-potong menjadi balok kayu siap jual.
"Terakhir kali baru-baru ini. Ada 30 batang balok dengan panjang masing-masing 2 meter dengan volume sebesar 0,5 meter kubik, kami temukan di hutan dekat Desa Melawan, Sangatta Selatan," tutur Hernowo Supriyanto, Kepala Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta, Kamis.
Namun, katanya, para petugas tidak menangkap seorang pun atas temuan tebangan kayu dilindungi yang langka itu.
Sebelum penemuan itu, petugas patroli TNK juga menemukan ulin jarahan pertama kali pada 9 September, juga di Melawan, dengan temuan 1 meter kubik.
Kemudian pada 12 September di Sungai Benu Muda dengan temuan 7 meter kubik. Lalu, pada 13 September, juga di Melawan, dengan temuan 5 meter kubik.
"Bersama kayu-kayu itu, kami temukan gergaji mesin dan sepeda motor yang ditinggal begitu saja di hutan," kata Hernowo.
Total selama 2013, sebut Hernowo, sudah 70 meter kubik kayu jarahan ditemukan dan hampir seluruhnya adalah kayu ulin.
Menurut dia, pengawasan di Taman Nasional Kutai memang menjadi dilema yang panjang.
Dengan luas 198.629 hektare namun jumlah petugas dan anggaran yang sangat terbatas, petugas harus menjaga kelestarian hutan hujan tropis dataran rendah (lowland tropical rain forest) itu.
Keberadaan pemukiman di dalam kawasan menjadi dilema yang tidak kunjung selesai sejak ditetapkannya hutan yang meliputi
Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara itu menjadi Taman Nasional.
Ada 17.000 hektare lahan di Taman Nasional yang menjadi permukiman dan dihuni oleh 27.000 orang. Taman Nasional juga dilewati jalan raya Bontang-Sangatta.
Desa Melawan, desa yang di hutan didekatnya selalu ditemui pohon ulin yang sudah ditebang, jaraknya hanya beberapa kilometer dari jalan raya itu.
"Memang gampang bagi penjarah untuk masuk dan keluar hutan. Mereka memang hanya naik motor untuk kemudahan. Sekiranya ada petugas, motor langsung ditinggal," ujar Agus Dwiyanto, staf Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta yang menemukan motor penjarah di TNK, pekan lalu.
Pemukiman di sepanjang jalan juga memudahkan penjarahan. "Setiap penjarah masuk hutan, mereka lewat jalanan di kampung-kampung. Begitu petugas kami patroli dan hendak masuk kampung, teman mereka sudah mengontak penjarah agar segera pergi," kata Hernowo.
Sebenarnya, berbagai upaya sudah dilakukan TNK untuk mencegah penjarahan.
Salah satunya dengan membentuk Masyarakat Mitra Polhut (MMP) untuk membantu tugas polisi hutan TNK.
"Mereka mendapat sejumlah materi pelatihan, antara lain teknik patroli dan pemahaman undang-undang. Namun karena persoalan pemenuhan kebutuhan hidup, penjarahan tetap terjadi di TNK," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Terakhir kali baru-baru ini. Ada 30 batang balok dengan panjang masing-masing 2 meter dengan volume sebesar 0,5 meter kubik, kami temukan di hutan dekat Desa Melawan, Sangatta Selatan," tutur Hernowo Supriyanto, Kepala Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta, Kamis.
Namun, katanya, para petugas tidak menangkap seorang pun atas temuan tebangan kayu dilindungi yang langka itu.
Sebelum penemuan itu, petugas patroli TNK juga menemukan ulin jarahan pertama kali pada 9 September, juga di Melawan, dengan temuan 1 meter kubik.
Kemudian pada 12 September di Sungai Benu Muda dengan temuan 7 meter kubik. Lalu, pada 13 September, juga di Melawan, dengan temuan 5 meter kubik.
"Bersama kayu-kayu itu, kami temukan gergaji mesin dan sepeda motor yang ditinggal begitu saja di hutan," kata Hernowo.
Total selama 2013, sebut Hernowo, sudah 70 meter kubik kayu jarahan ditemukan dan hampir seluruhnya adalah kayu ulin.
Menurut dia, pengawasan di Taman Nasional Kutai memang menjadi dilema yang panjang.
Dengan luas 198.629 hektare namun jumlah petugas dan anggaran yang sangat terbatas, petugas harus menjaga kelestarian hutan hujan tropis dataran rendah (lowland tropical rain forest) itu.
Keberadaan pemukiman di dalam kawasan menjadi dilema yang tidak kunjung selesai sejak ditetapkannya hutan yang meliputi
Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang, dan Kabupaten Kutai Kartanegara itu menjadi Taman Nasional.
Ada 17.000 hektare lahan di Taman Nasional yang menjadi permukiman dan dihuni oleh 27.000 orang. Taman Nasional juga dilewati jalan raya Bontang-Sangatta.
Desa Melawan, desa yang di hutan didekatnya selalu ditemui pohon ulin yang sudah ditebang, jaraknya hanya beberapa kilometer dari jalan raya itu.
"Memang gampang bagi penjarah untuk masuk dan keluar hutan. Mereka memang hanya naik motor untuk kemudahan. Sekiranya ada petugas, motor langsung ditinggal," ujar Agus Dwiyanto, staf Seksi Pengelolaan TNK Wilayah 1 Sangatta yang menemukan motor penjarah di TNK, pekan lalu.
Pemukiman di sepanjang jalan juga memudahkan penjarahan. "Setiap penjarah masuk hutan, mereka lewat jalanan di kampung-kampung. Begitu petugas kami patroli dan hendak masuk kampung, teman mereka sudah mengontak penjarah agar segera pergi," kata Hernowo.
Sebenarnya, berbagai upaya sudah dilakukan TNK untuk mencegah penjarahan.
Salah satunya dengan membentuk Masyarakat Mitra Polhut (MMP) untuk membantu tugas polisi hutan TNK.
"Mereka mendapat sejumlah materi pelatihan, antara lain teknik patroli dan pemahaman undang-undang. Namun karena persoalan pemenuhan kebutuhan hidup, penjarahan tetap terjadi di TNK," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013