Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Paser melakukan gerakan pelestarian alam  dengan melibatkan komponen masyarakat setempat. 


"Gerakan ini bagian dari Program Paser Hijau, salah satu kegiatan yang dilakukan ekspedisi Sungai Kandilo," kata Kepala DLH Paser Achmad Safari, Rabu (14/9).

Melalui Program  Paser Hijau ini, , kata Safari, pemerintah daerah  mengajak komponen masyarakat menyelamatkan bumi untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.

Ia mengatakan, untuk kegiatan ekspedisi Sungai Kandilo, DLH Paser bekerjasama dengan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN).

Pada kegiatan ekspedisi itu, tim mengambil sampel air sungai untuk mengetahui kadar mikroplastik dan audit brand yang turut menyumbang pencemaran sampah di sungai Kandilo.

"Kami juga melakukan  audit brand untuk mengetahui sampah-sampah dari produsen mana yang banyak ditemukan di Sungai Kandilo," ujar Safari.

Ia menyebutkan, ekspedisi sungai yang dilakukan pada 10 September 2022 lalu itu dimulai dari Terminal Kota Tanah Grogot hingga ke Tepian Padang.

Menurutnya, dalam ekspedisi itu tim menemukan kontaminasi tertinggi mikroplastik berada di wilayah jembatan Kandilo dan di saluran drainase gelam yang berasal dari saluran-saluran air pemukiman dan perkantoran di wilayah Kota Tanah Grogot.

"Kontaminasi terbanyak ketiga di kawasan Tepian Batang dan kontaminasi terendah ada di kawasan Tahura," ucap Safari.

Safari menuturkan jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis fiber atau bentuk benang yang umumnya berasal dari tekstil atau cucian pakaian (laundry).

Berdasarkan hasil audit brand, sampah-sampah plastik yang paling banyak ditemukan adalah bungkusan dari produsen kebutuhan sehari-hari seperti PT Danone, PT Unilever, PT Wings, PT Indofood, PT Mayora, PT Nestle dan PT Unicharm produsen pembalut wanita dan popok bayi.

Dikemukakannya, sejumlah faktor yang menyebabkan sungai menjadi tempat sampah diantaranya minimnya sarana tempat sampah, pengangkutan sampah dan pengolahan sampah, dan rendahnya kesadaran masyarakat sehingga buang sampah ke sungai kini menjadi budaya.

Faktor lainnya lagi adalah produsen penghasil sampah dari bungkus produk tidak ikut terlibat dalam pengelolaan sampahnya.

"Padahal dalam Undang-undang Pengelolaan sampah nomor 18 tahun 2008 menyebutkan bahwa produsen bertanggungjawab atas sampah dari bungkus produk yang dihasilkan yang tidak dapat diolah secara alami," kata Safari.

Selain minimnya sarana dan rendahnya kepedulian masyarakat penyebab lainnya adalah masifnya penggunaan plastik sekali pakai untuk packaging atau bungkus makanan, minuman dan kebutuhan rumah tangga.

Safari menambahkan, setelah melakukan ekspedisi, DLH Paser  menggelar  nonton bareng (nobar) hasil ekspedisi Sungai Kandilo dengan mengundang anak anak muda yang tergabung dalam komunitas pencinta alam, aktivis lingkungan dan mahasiswa. 

"Hasil dari ekspedisi tersebut kita lihat di kegiatan nobar bersama komunitas anak muda," tutur Safari.

Melalui tayangan itu, DLH Paser ingin menyosialisasikan kondisi alam Paser saat ini. Tujuannya adalah  untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian berbagai komponen masyarakat agar lebih peduli terhadap kelestarian lingkungan.

"Nonton bareng itu membina berbagai komunitas anak muda dengan harapan mereka untuk menyebarkan virus kebaikan dan menjadi pionir pelestarian lingkungan di masyarakat," ucap Safari.

Dia menambahkan, setelah kegiatan  tersebut direncanakan melakukan satu kegiatan bersama komunitas sebagai aksi nyata dalam upaya mengkampanyekan gerakan melestarikan alam di Kabupaten Paser.

 

Pewarta: R. Wartono

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022