Samarinda (ANTARA Kaltim) - Sejumlah perajin tahu dan tempe di Samarinda menaikkan harga tahu-tempe produksinya hingga beberapa ratus rupiah, sebagai langkah menyiasati melonjaknya harga kedelai di pasaran.
"Ini juga upaya untuk menekan biaya produksi dengan ikut naiknya beberapa bahan baku yang lain. Selain itu, kami juga memperkecil ukuran tahu-tempe, untuk menekan biaya produksi yang terlalu tinggi," kata Sujarwo, perajin tahu dan tempe di kawasan Slili Samarinda, Selasa.
Bukan hanya kedelai saja yang mahal, ujarnya, tetapi sekarang kayu bakar juga ikut naik, sehingga tidak ada pilihan supaya usaha tidak tutup, terpaksa harus mengurangi ukuran dan menaikan harga di pasaran.
Sujarwo mencontohkan, untuk tempe dan tahu ukuran seribu rupiah yang biasanya berisi lima potong, sekarang tinggal tiga potong, dan itupun harganya sudah dinaikkan setengahnya.
"Kemarin sempat terpikir bahwa saya akan menutup sementara pabrik ini sembari menunggu keadaan normal kembali. Namun saya tidak tega merumahkan sementara karyawan, karena mereka juga berharap dari usaha ini," katanya.
Sujarwo mengaku sadar, siasat yang dilakukannya dengan menaikkan harga dan memperkecil ukuran tahu dan tempe produksinya bisa berdampak pada kepercayaan pelanggan, yang imbasnya bisa menurunkan daya beli masyarakat.
Oleh sebab itu, dia sangat berharap, kondisi ini cepat bisa dipulihkan oleh pemerintah, utamanya untuk menormalkan harga kedelai di pasaran.
Berbeda dengan Sujarwo, Kamisin pengrajin tahu dan tempe dikawasan yang sama memilih untuk mengoperasikan usahanya dengan menampung ampas tahu produksi rekan-rekanya untuk dijadikan tempe gembos.
Menurut Kasimin, meski dari segi penghasilan jauh berkurang, namun upaya yang dilakukannya supaya anak buahnya tetap ada aktivitas pekerjaan.
"Dari segi hasil, ya jauh berkurang, tapi yang penting anak-anak masih bisa kerja, karena kasihan juga kalau pabrik ini ditutup," jelas Kasimin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013
"Ini juga upaya untuk menekan biaya produksi dengan ikut naiknya beberapa bahan baku yang lain. Selain itu, kami juga memperkecil ukuran tahu-tempe, untuk menekan biaya produksi yang terlalu tinggi," kata Sujarwo, perajin tahu dan tempe di kawasan Slili Samarinda, Selasa.
Bukan hanya kedelai saja yang mahal, ujarnya, tetapi sekarang kayu bakar juga ikut naik, sehingga tidak ada pilihan supaya usaha tidak tutup, terpaksa harus mengurangi ukuran dan menaikan harga di pasaran.
Sujarwo mencontohkan, untuk tempe dan tahu ukuran seribu rupiah yang biasanya berisi lima potong, sekarang tinggal tiga potong, dan itupun harganya sudah dinaikkan setengahnya.
"Kemarin sempat terpikir bahwa saya akan menutup sementara pabrik ini sembari menunggu keadaan normal kembali. Namun saya tidak tega merumahkan sementara karyawan, karena mereka juga berharap dari usaha ini," katanya.
Sujarwo mengaku sadar, siasat yang dilakukannya dengan menaikkan harga dan memperkecil ukuran tahu dan tempe produksinya bisa berdampak pada kepercayaan pelanggan, yang imbasnya bisa menurunkan daya beli masyarakat.
Oleh sebab itu, dia sangat berharap, kondisi ini cepat bisa dipulihkan oleh pemerintah, utamanya untuk menormalkan harga kedelai di pasaran.
Berbeda dengan Sujarwo, Kamisin pengrajin tahu dan tempe dikawasan yang sama memilih untuk mengoperasikan usahanya dengan menampung ampas tahu produksi rekan-rekanya untuk dijadikan tempe gembos.
Menurut Kasimin, meski dari segi penghasilan jauh berkurang, namun upaya yang dilakukannya supaya anak buahnya tetap ada aktivitas pekerjaan.
"Dari segi hasil, ya jauh berkurang, tapi yang penting anak-anak masih bisa kerja, karena kasihan juga kalau pabrik ini ditutup," jelas Kasimin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013