Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Amir Faisol mengatakan kasus stunting atau gizi kronis di daerah itu mengalami penurunan selama lima tahun terakhir.
"Kasus stunting di Kabupaten Paser mengalami penurunan sejak tahun 2017," kata Amir Faisol di Tanah Grogot, Rabu (16/03/2022).
Ia mengatakan berdasarkan hasil survei Pemantauan Status Gizi (PSG) Dinas Kesehatan Paser, tahun 2017 diketahui sebanyak 31,8 persen dari 34.000 anak di Paser mengalami stunting.
Kamudian pada tahun 2022 pemerintah pusat menekankan agar angka kasus stunting dapat ditekan di bawah 14 persen.
Menurutnya kasus di berbagai daerah bergantung situasi prevalensi (kejadian), masih ada yang cukup tinggi, sedang, dan rendah. Namun DP2KBP3A Paser terus berupaya menekan kasus stunting.
Adapun upaya Pemerintah Kabupaten Paser menekan kasus stunting, dengan membentuk 159 tim pendamping terpadu di setiap desa guna mencegah atau mendeteksi perkembangan anak agar tidak kekurangan gizi.
Dikemukakannya dari 159 tim tersebut, setiap tim terdiri dari 3 orang di masing-masing desa. Jadi jumlah pendamping dari 139 desa ditambah 5 kelurahan sehingga jumlahnya sebanyak 576 orang pendamping.
"Tim pendamping terdiri dari bidan desa, sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana (PPKB), dan PKK Desa," katanya.
Amir menjelaskan tim yang ditunjuk Kepala Desa itu sudah dibentuk, dan selanjutnya akan diberikan pembinaan teknis. Tugas tim adalah melakukan kunjungan rumah dengan memberikan edukasi dan penyuluhan terhadap calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, dan ibu yang anaknya di bawah dua tahun tentang pencegahan stunting.
Sementara Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Paser dr. Ahmad Hadiwijaya, Sp.A, M.Kes meminta agar penanganan stunting dilakukan lintas sektor bukan hanya tugas dokter, tenaga kesehatan, ataupun Dinas Kesehatan.
"Penanganan stunting perlu melibatkan lintas sektor meski tetap tenaga kesehatan sebagai leading sektor," kata Hadiwijaya.
Stunting, kata Hadiwijaya, dapat ditangani dengan mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih, pemberian asupan gizi cukup, perbaikan pola asuh. Selain itu masyarakat juga harus dipastikan menerima pelayanan kesehatan dan pelayanan air minum dan sanitasi yang baik.
Dia tidak menampik kasus stunting kebanyakan dari masyarakat yang berada di tingkat ekonomi rendah atau kategori masyarakat miskin.
"Namun semua itu bisa diatasi dengan pemberian edukasi yang tepat oleh tenaga kesehatan di tingkat paling bawah yang dekat dengan masyarakat," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2022