Samarinda (ANTARA Kaltim) - Andai surga dapat dipotong-potong, maka Kepulauan Derawan akan menjadi salah satu potongan kecilnya karena keindahan alam bawah laut gugusan pulau di wilayah Kalimantan Timur itu luar biasa dan menakjubkan.

Beberapa hari lalu, selepas Shalat Jumat, 20 wartawan lokal dan nasional berwisata bersama rombongan Bank Indonesia (BI) Kaltim melalui Dermaga Tunon Taka, Tarakan, ke Pulau Derawan.

Perjalanan menggunakan dua kapal cepat berkapasitas angkut 30 orang. Jarak tempuh ke Derawan sekitar 3 jam. Hempasan gelombang dan terpaan angin merupakan sahabat setia sepanjang perjalanan itu.

Bagi yang belum pernah menempuh perjalanan laut, bisa dipastikan akan mabuk dan muntah akibat diaduk-aduk gelombang tinggi. Bahkan menurut orang kapal carteran saat itu, gelombang di rute tersebut pernah setinggi 3 meter, tapi jarang terjadi.

Sekitar pukul 4.30 sore, dua kapal cepat yang disewa BI Kaltim tiba di Pulau Derawan. Puluhan turis baik lokal maupun mancanegara terlihat asyik "snorkeling" menikmati keindahan pemandangan alam bawah laut. Resor dan puluhan pondok tampak mengelilingi pulau tersebut.

Luas Pulau Derawan hanya 44,6 hektare yang dihuni sekitar 2.000 jiwa. Penduduk asli di pulau ini berasal dari suku Bajau, Filipina, sejak ribuan tahun lalu.

Sekitar pukul 8.00 pagi keesokan harinya, setelah sarapan di salah satu ruang makan resor, rombongan berangkat menuju Pulau Maratua.

Di Kepulauan Derawan setidaknya terdapat 31 pulau, tetapi yang sangat terkenal dengan keindahan alam dan pemandangan bahwah lautnya hanya ada empat, yakni Pulau Derawan, Pulau Maratua, Pulau Kakaban, dan Pulau Sangalaki.

Dari Derawan ke Maratua memerlukan waktu sekitar 45 menit. Dari kejauhan, tampak Pulau Maratua hampir sama dengan Derawan, yakni terdapat "cottage" dan resor yang mengelilinginya.

Di pulau yang memiliki luas 2.375 ha ini tidak terlalu banyak pemondokan, sehingga wisatawan lebih banyak memilih menginap di Derawan. Lagi pula, saat malam lebih ramai di Derawan ketimbang Maratua.

Sesampai di perairan Maratua, sebagian besar anggota rombongan menceburkan diri ke laut lengkap dengan peralatan "snorkeling" yang dibawa dari Derawan.

Seorang pemandu mewanti-wanti pada kami agar tidak terlalu jauh meninggalkan "speed boat". Pesan ini disampaikan karena sebelumnya pernah terjadi ada beberapa orang yang asyik menikmati pemandangan bawah air, hingga tidak sadar terbawa arus.

Di lokasi ini, saya tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan karena mendapat kesempatan menikmati karunia yang diturunkan ke bumi. Betapa tidak, pemandangan ini baru pertama kali saya rasakan dan hal ini tidak akan pernah terlupakan.

Dari atas laut dengan menggunakan baju pelampung dan kaca mata air plus alat bantu pernafasan melalui mulut, terlihat di dasar laut pemandangan yang menakjubkan.

Hamparan batu karang yang masih hidup dengan aneka bentuk dan warna tampak melambai-lembai dibelai arus laut. Puluhan jenis ikan beraneka warna pun seolah menjadi satu kesatuan dengan karang yang menghampar.

Kesempatan ini merupakan hal langkah bagi saya karena untuk mencapai lokasi itu sangat sulit, yakni harus memiliki uang yang cukup dan untuk mencapainya pun tidak mudah, yakni dari Samarinda harus menempuh jalan darat sekitar 3 jam ke Balikpapan.

Dari Balikpapan, perjalanan dilanjutkan dengan pesawat udara ke Tarakan sekitar satu jam. Dari Tarakan, perjalanan dilanjutkan ke Derawan sekitar 3 jam. Ini berarti tiga moda transportasi harus digunakan mencapai Derawan, yakni moda darat, moda udara, dan moda laut.

Perjalanan ke Kepulauan Derawan juga bisa ditempuh dari Kecamatan Tanjung Batu, kemudian menuju Derawan dengan waktu sekitar 45 menit hingga satu jam menggunakan kapal cepat, tetapi masih tetap harus menggunakan tiga moda angkutan untuk mencapainya.

Begitu indahnya alam bawah laut, sehingga saya sampai lupa waktu mengangkat kepala ke permukaan laut. Sampai suatu saat ketika kepala kuangkat, terdengar teriakan dari pemandu dan teman-teman satu rombongan.

"Oe.. cepat ke kapal, kita akan lanjutkan perjalanan ke Kakaban," teriakan itu terdengar sayup-sayup karena ternyata lokasiku begitu jauh darin "speed boat". Kutoleh ke kanan dan kiri, teman-teman yang tadi "snorkeling" sama-sama, ternyata sudah pada merapat ke kapal.

Merasa sendirian di laut, kuayunkan tangan kuat-kuat agar cepat mendekati "speed boat", karena ada rasa takut jika ada monster atau binatang laut yang tiba-tiba menerkamku.

Kapal kemudian melaju kencang ke Pulau Kakaban. Ketika sampai, sejumlah teman sudah tak sabar ingin "snorkeling" di perairan Kakaban, tetapi pemandu mengatakan bahwa jadwal yang telah ditentukan adalah menikmati Danau Ubur-Ubur Kakaban dulu, baru kemudian ber-"snorkeling" di sekitar dermaga Kakaban.

Objek wisata di Danau Ubur-Ubur tak kalah menariknya dengan di Derawan maupun Maratua, bahkan di danau ini terdapat ubur-ubur yang tidak menyengat.

Jenis ubur-ubur ini di Kakaban yang tanpa sengat, tidak ada di tempat lain di dunia.

Sejumlah turis yang sudah lebih dulu sampai di lokasi itu, tampak asyik berenang dengan pelampungnya dan menyentuh ubur-ubur tersebut. Mereka tampak menikmati wisata yang tiada duanya itu.

Rombongan BI pun kemudian menceburkan ke danau itu lengkap dengan peralatan "snorkeling"-nya, karena tak sabar ingin merasakan bagaimana menikmati ubur-ubur danau berair setengah asin setengah tawar (payau) itu.

Sejarah terbentuknya Danau Ubur-Ubur ini berasal dari sebuah atol yang terbentuk dari karang lebih dari 2 juta tahun lalu. Saat itu terjadi proses pengangkatan selama beberapa ribu tahun sehingga membuat terumbu karang di sekelilingnya ke atas permukaan laut.

Sekitar 5 km2 air laut terperangkap di dalam pematang dengan ketinggian 50 meter itu, menjadikan area tersebut sebagai danau air laut.

Danau tersebut dikelilingi oleh pohon-pohon bakau dan sekeliling pulau itu sendiri tertutup oleh pepohonan yang lebat. Bagian garis pantai Pulau Kakaban yang menghadap laut dikelilingi oleh terumbu karang yang menurun curam.

Pulau Kakaban ini tidak berpenghuni karena setiap centi pulau itu tidak ada tanah dan pasir, hanya ada bebatuan karang yang telah mati dan cadas.

Andaikata di pulau ini terdapat tanah yang bisa digunakan untuk bercocok tanam atau beternak, mungkin akan ada penghuninya sama dengan yang terjadi di Pulau Derawan.

Satwa yang hidup di danau itu antara lain anemon laut, ubur-ubur, spons, teripang, kepiting, dan beaneka jenis ikan kecil lainnya.

Selama ribuan tahun mereka beradaptasi dalam lingkungan air payau yang terisolasi dalam lingkaran karang itu. Air dana yang berubah menjadi payau itu, diperkirakan telah tercampur air asin dengan air hujan selama ribuan tahun.

Berdasarkan penelitian sejumlah ilmuwan, tidak ditemukan saluran yang besar atau gua yang dapat menghubungkan keduanya, sehingga tidak ada hewan besar yang dapat masuk atau keluar dari dalam danau itu selama beribu-ribu tahun.



Tidak menyengat

Di Danau Kakaban, setidaknya diketemukan tiga spesies alga hijau. Sedangkan ubur-ubur unik yang menjadi daya tarik wisatawan ada empat jenis, yakni Cassiopeia ornata, Mastigias papua, Aurelia aurita, dan Tripedalia cystophora.

Semua jenis ubur-ubur itu tidak menyengat karena telah berdaptasi. Ilmuwan berpendapat, tidak menyengatnya ubur-ubur itu karena di lokasi tersebut tidak ada predator, sehingga setelah beradaptasi ribuan tahun, para ubur-ubur tersebut kemudian tidak perlu membentengi dirinya dengan sengatan listriknya.

Setelah puas menikmati keindahan Danau Ubur-ubur dan menyentuhnya berlama-lama, rombongan kemudian beralih ke snorkeling dai perairan Kakaban, atau persis di lokasi bersandarnya kapal cepat ketika akan menuju ke Danau Ubur-ubur.

Kami mengambil tempat lurus dihadapan dermaga sandar karena pemandu mengatakan bahwa di lokasi itu, terdapat titik favorit bagi penyelam. Titik itu merupakan lingkaran lembah curam bawah laut yang sangat menakjubkan.

Kami mulai melakukan "snorkeling" di tangga dermaga. Dari lokasi ini, sebagian rombongan ada yang mengambil arah belok ke kanan, ke kiri, dan sebagian lagi lurus menuju titik terfavorit para penyelam memulai penyelemannya.

Saya bersama beberapa teman mengambl arah lurus. Mulai dari tangga dermaga, kami sudah menikmati pemandangan dasar laut nan sungguh menawan itu.

Kira-kira 10 meter arah lurus dari dermaga, terlihat jurang nan dalam. Antara menikmati keindahan dan rasa takut bercampur jadi satu dalam sanubari.

Di lokasi itu terdapat jurang yang begitu dalam hingga dasarnya tidak kelihata. Di sekelilingnya tampak terumbu karang hidup aneka bentuk dan warna. Di sela-selanya puluhan jenis ikan seolah bercengkerama, sebagian lagi berkejar-kejaran.

Rasa takut muncul karena membayangkan akan muncul hiu besar dari dalam jurang itu yang siap memangsa siapa saja di atasnya, tetapi di sisi lain, keindahan alam bawah laut itu menyebabkan sayang jika harus berpaling darinya.

Rasa takutku kemudian hilang setelah melihat sekitar tujuh penyelam mendekati lembah bawah laut itu. Aku berpikir di dalam sana pasti tidak ada monster atau hiu yang berbahaya karena para penyelam itu berani turun ke dasarnya.

Aku juga berpikir, seandainya ada monster laut pun, paling yang dikejar lebih dulu adalah penyelam tersebut. Berkat penyelam-penyelam itu, aku berani berlama-lama menikmati sepotong surga karunia ilahi.

Dalam hati, saya tiada hentinya memuji keagungan dan kekayaan Tuhan demi menyaksikan keindahan alam bawah laut itu. Di dasar laut, terlihat berbagai jenis ikan mulai yang terkecil hingga yang besar, warnanya pun bermacam-macam seolah ingin menyentuhnya.

Tapi apa daya, di antara kami tidak ada yang menyiapkan peralatan selam sehingga cantiknya alam dasar laut itu hanya bisa dinikmati dari atas air melalui peralatan "snorkeling".

Dalam hati aku berkata, seandainya surga bisa dipotong-potong menjadi beberapa bagian, maka Kepulauan Derawan merupakan salah satu potongan kecil dari surga yang dipersembahkan kepada hamba-Nya. (*)

Pewarta: M Ghofar

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013