Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pengurangan jatah kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis minyak tanah kembali menjadi persoalan meski ada program konversi minyak tanah ke gas, ternyata tidak membuat sebagian warga Tarakan tenang, terutama karena harga gas elpiji tiga kilogram di daerah ini mencapai Rp40 ribu per tabung, dan stok pun tergolong langka.

"Hal ini dipersoalkan warga Tarakan, karena jatah minyak tanah pengurangan ini tidak diimbangi pengadaan gas di pasaran. Sebenarnya warga tidak keberatan jika saja Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) yang sedang dibangun saat ini sudah beroperasi," kata politisi asal Dapil V Dapil V Tarakan, Bulungan, Nunukan, Malinau dan Tanah Tidung, H Ahmad Abdullah, Kamis (18/4).
 
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim ini menyebutkan, sejumlah warga mempersoalkan kelangkaan minyak tanah, disebabkan pengurangan jatah sebagai lanjutan program konversi minyak tanah ke gas.

Apalagi hal diikuti dengan kosongnya gas elpiji di pasaran, sehingga membuat pengguna gas kembali menggunakan minyak tanah yang dibatasi penjualannya.

Perbandingan harga yang terlampau jauh juga dikeluhkan warga di utara Kaltim ini. Di Pulau Jawa dan Sulawesi misalnya, harga tertinggi elpiji 3 kg berkisar Rp 15 ribu per tabung, sedangkan di Tarakan menjulang menjadi Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu per tabung.

Masyarakat di daerah ini, lanjutnya, meminta Pertamina menunda dulu mencabut atau mengurangi kuota minyak tanah ini, sembari menunggu SPBE yang tengah dibangun beroperasi.

"Aspirasi warga ini akan ditindaklanjuti oleh DPRD Kaltim yang selanjutnya memberikan rekomendasi sekaligus  mendorong pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah lewat SKPD terkait untuk bersama- sama mencari solusi terbaik," tambah politisi F-PKS ini. (Humas DPRD Kaltim/adv/dit/met/mir)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2013