Tanjung Redeb (ANTARA Kaltim) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, bersama aparat penegak hukum berinisiatif melakukan pengawasan lapangan, menyusul telah beredarnya daging beku yang belakangan ini makin marak di pasaran.
Sekretaris Dinkes Berau, dr. Mathius Popang, Sabtu (15/12) mengatakan, kekhawatiran warga terhadap beredarnya daging beku ini tidak berlebihan, karena menurut dia daging yang didatangkan dari negara India ini prosesnya tidak diiketahui secara jelas.
Misalnya, lanjut Mathius, proses pemotonganya, kemudian tempat pemotongannya belum tentu steril, lalu cara mengemasnya dan kondisi kesehatan sapi tersebut serta yang terakhir benarkah sapi yang dipotong itu sapi hidup.
"Bukan tidak mungkin, sapi itu sudah mati lalu dipotong dan dikemas kemudian dikirim ke Indonesia dan kemudian masuk ke Kabupaten Berau. Tidak ada yang berani menjamin status sapi itu," ungkap Mathius.
Disebutkan, pelaku bisnis tentu tidak mau rugi sehingga apapun jalannya tetap ditempuh.
"Begitu juga pelaku bisnis daging sapi beku dari India ini, mungkin saja dari pada mati sia-sia, lebih baik dagingnya dikemas dan dikirim keluar negeri. Seperti daging beku yang informasinya beredar di Berau sekarang ini tidak menutup kemungkinan juga prosesnya seperti itu," tegasnya.
Daging beku itu kata dia, berdampak terhadap menurunnya kualitas daging tersebut akibat rantai protein terputus sehingga tidak bisa lagi disebut daging segar.
"Jadi, bukan hanya proteinnya saja yang hilang, tapi rasa dilidah pun jauh berbeda dengan daging segar," jelasnya.
Dampak bagi yang mengkonsumsi daging beku itu lanjut Mathius, diantaranya, mengalami alergi, muntah karena keracunan dan yang paling menakutkan jika sapi dari hasil pemotongan daging beku tersebut terkena penyakit 'anthrax' dan penyakit itu biisa menular kepada manusia.
Begitu juga bagi konsumen yang mengkonsumsi hati yang tidak tidak menutup kemungkinan sapi itu terkena penyakit cacing hati.
"Dampaknnya komsumen bisa cacingan dan cacingnya tidak sama dengan cacing yang pada umumnya menyerang manusia," ujarnya.
Untuk membedakan daging itu beku atau daging segar lanjut dia, harus dilakukan analisa melalui laboratorium dulu.
Oleh sebab itu, lanjut Mathius, jika mengacu pada peraturan yang berlaku, pengelola rumah makan harus memiliki sertifikat Hasat Analisis Critic Control (HACC), melalui pelatihan, pelatihan kelayakan menu yang disuguhkan kepada konsumen..
"Sertifikat ini ibarat sertifikasi," katanya
Sejauh ini Dinas Kesehatan Kabupaten Berau kata Mathius selalu koordinasi dengan instansi terkait.
"Kami akan segera turun bersama institusi terkait untuk meminimalisir beredarnya daging beku yang diduga banyak mengandung resiko terhadap kesehatan konsumen," katanya (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012
Sekretaris Dinkes Berau, dr. Mathius Popang, Sabtu (15/12) mengatakan, kekhawatiran warga terhadap beredarnya daging beku ini tidak berlebihan, karena menurut dia daging yang didatangkan dari negara India ini prosesnya tidak diiketahui secara jelas.
Misalnya, lanjut Mathius, proses pemotonganya, kemudian tempat pemotongannya belum tentu steril, lalu cara mengemasnya dan kondisi kesehatan sapi tersebut serta yang terakhir benarkah sapi yang dipotong itu sapi hidup.
"Bukan tidak mungkin, sapi itu sudah mati lalu dipotong dan dikemas kemudian dikirim ke Indonesia dan kemudian masuk ke Kabupaten Berau. Tidak ada yang berani menjamin status sapi itu," ungkap Mathius.
Disebutkan, pelaku bisnis tentu tidak mau rugi sehingga apapun jalannya tetap ditempuh.
"Begitu juga pelaku bisnis daging sapi beku dari India ini, mungkin saja dari pada mati sia-sia, lebih baik dagingnya dikemas dan dikirim keluar negeri. Seperti daging beku yang informasinya beredar di Berau sekarang ini tidak menutup kemungkinan juga prosesnya seperti itu," tegasnya.
Daging beku itu kata dia, berdampak terhadap menurunnya kualitas daging tersebut akibat rantai protein terputus sehingga tidak bisa lagi disebut daging segar.
"Jadi, bukan hanya proteinnya saja yang hilang, tapi rasa dilidah pun jauh berbeda dengan daging segar," jelasnya.
Dampak bagi yang mengkonsumsi daging beku itu lanjut Mathius, diantaranya, mengalami alergi, muntah karena keracunan dan yang paling menakutkan jika sapi dari hasil pemotongan daging beku tersebut terkena penyakit 'anthrax' dan penyakit itu biisa menular kepada manusia.
Begitu juga bagi konsumen yang mengkonsumsi hati yang tidak tidak menutup kemungkinan sapi itu terkena penyakit cacing hati.
"Dampaknnya komsumen bisa cacingan dan cacingnya tidak sama dengan cacing yang pada umumnya menyerang manusia," ujarnya.
Untuk membedakan daging itu beku atau daging segar lanjut dia, harus dilakukan analisa melalui laboratorium dulu.
Oleh sebab itu, lanjut Mathius, jika mengacu pada peraturan yang berlaku, pengelola rumah makan harus memiliki sertifikat Hasat Analisis Critic Control (HACC), melalui pelatihan, pelatihan kelayakan menu yang disuguhkan kepada konsumen..
"Sertifikat ini ibarat sertifikasi," katanya
Sejauh ini Dinas Kesehatan Kabupaten Berau kata Mathius selalu koordinasi dengan instansi terkait.
"Kami akan segera turun bersama institusi terkait untuk meminimalisir beredarnya daging beku yang diduga banyak mengandung resiko terhadap kesehatan konsumen," katanya (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012