Ujoh Bilang (ANTARA) - Adanya dua kelompok kader yang perlu dibentuk pemerintah desa/kampung sesuai aturan pemerintah pusat, dinilai membingungkan masyarakat karena KPM yang pertama adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat, dan KPM kedua adalah Kader Pembangunan Manusia.
"KPM pertama merupakan KPM yang dibentuk berdasarkan Permendagri Nomor 7 tahun 2007, sedangkan KPM kedua adalah versi Kementerian Desa untuk konvergensi pencegahan stunting," ujar Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Provinsi Kalimantan Timur, Mujarni Baraq di Ujoh Bilang, Senin.
Ketika ia ke kampung-kampung untuk memfasilitasi masyarakat atas perlunya dibentuk KPM terkait penanganan stunting, karena untuk pengajuan dana desa (DD) tahap 3 harus dilaporkan konvergensi pencegahan stunting, ada aparatur kampung yang mengatakan bahwa di kampungnya dulu sudah pernah dibentuk KPM.
Ternyata yang dimaksud aparatur tersebut adalah KPM pemberdayaan, bukan KPM pembangunan. Tapi makin dijelaskan, justru ia makin bingung dengan kader yang harus dibentuk baru, karena KPM yang sudah ada pun bisa. Bahkan konvergensi stunting pun selama ini sudah ditangani Posyandu, mengapa harus membentuk kader baru lagi.
Menurut Mujarni, sebenarnya pemerintah pusat tidak perlu membentuk KPM baru kalau sekedar untuk memperkuat penanganan stunting, karena KPM versi Kementerian Dalam Negeri sudah jelas tugas dan fungsinya dalam pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat mulai proses perencanaan hingga penyelenggaraan.
Kalau pun ada tugas tambahan untuk konvergensi pencegahan stunting, tinggal diberi penguatan. Dari pelatihan diyakini mereka mudah memahami karena pengalaman pemberdayaan sudah lama. Lagi pula, untuk KPM versi Kementerian Desa justru perlu waktu lama karena harus sosialisasi dulu, pemahaman, dilanjutkan pembentukan, kemudian lanjut ke pelatihan.
"Pembentukan kader baru versi Kemendes tentu perlu regulasi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota, sebagai pedoman desa membuat peraturan desa agar KPM memiliki landasan hukum yang sekurang-kurangnya memuat tata cara pembentukannya," ucap Mujarni.
Mujarni juga mengatakan, KPM versi Kemendagri yang anggotanya 5-7 orang dari berbagai elemen masyarakat tersebut, diyakini lebih cepat menerima hal-hal baru mengingat selama ini sudah berpengalaman di bidang pemberdayaan, karena dalam nomenklaturnya terdapat tujuh peran.
Tujuh peran KPM, pertama adalah sebagai pelopor, yakni merintis atau mempelopori gagasan pemberdayaan. Kedua, sebagai penggerak, sehingga memiliki tugas sebagai motivator untuk menumbuhkan partisipasi, swadaya dan gotong royong di tengah kehidupan bermasyarakat.
Ketiga adalah sebagai pembimbing, dengan tugas memfasilitasi, membelajarkan, memberikan masukan, dan mendampingi kelompok sasaran kegiatan. Keempat adalah sebagai perencana, yakni memroses perencanaan kegiatan secara partisipatif mulai dari masalah kebutuhan, prioritas dan rencana kegiatan.
Peran kader pemberdayaan kelima adalah sebagai perantara, untuk menghubungkan antar berbagai kepentingan, atau antara kebutuhan dengan sumber daya untuk kegiatan. Keenam sebagai pelaksana, yaitu melaksanakan hal-hal teknis dalam pemberdayaan masyarakat yang belum dapat dilakukan oleh warga setempat.
"Ketujuh adalah sebagai pembaharu, bermakna memperbaiki atau memperbarui pemberdayaan masyarakat menjadi lebih unggul. Melihat dari tujuh peran ini, maka cukup yang ada saja diberi penguatan, tidak perlu membentuk kader baru," ucap Mujarni.