Jakarta (ANTARA) - Salah satu selebritas paling populer di Myanmar, model dan aktor Paing Takhon, ditangkap oleh militer yang semakin menargetkan selebritas yang mengkritik kudeta tersebut.
Paing Takhon, yang memiliki banyak pengikut online, ditahan pada pukul 5 pagi pada hari Kamis, dan merupakan yang terakhir dari ribuan orang yang ditahan sejak kudeta Februari.
Pria berusia 24 tahun itu dibawa pergi setelah delapan truk yang membawa polisi dan tentara tiba di rumah ibunya di Yangon, menurut laporan media setempat. Kesehatannya dalam kondisi buruk pada saat itu.
Militer telah menerbitkan nama dan foto tokoh-tokoh populer dalam daftar pencarian harian di TV dan di surat kabar milik pemerintah. Lebih dari 100 orang sedang dicari oleh militer, dan banyak yang bersembunyi. Pada hari Rabu, blogger kecantikan populer Win Min Than dilaporkan diciduk oleh pasukan keamanan yang tiba di sebuah hotel tempat dia menginap bersama ibunya, menurut situs berita Irrawaddy.
Paing Takhon, yang pernah ikut dalam protes anti-kudeta, menghadapi dakwaan berdasarkan pasal 505a KUHP, yang mengkriminalisasi komentar yang "menyebabkan ketakutan" atau menyebarkan "berita palsu" dan dapat mengakibatkan hukuman penjara hingga tiga tahun. Profil media sosialnya telah dihapus, meskipun tidak jelas siapa yang menghapusnya.
Setidaknya sudah ada 2.750 orang mulai dari politisi, dokter, aktor sampai influencer media sosial dipenjara di Myanmar. Kebanyakan ditahan di lokasi-lokasi yang tak diketahui, Guardian dikutip Kamis.
Sejumlah tokoh hak asasi manusia terkemuka juga membuat komentar selama konferensi ratusan kelompok masyarakat sipil Asia Tenggara untuk memutuskan tanggapan regional terhadap krisis di negara itu.
Pada hari Kamis, pengunjuk rasa memulai apa yang mereka sebut "mogok sepatu berbaris", menempatkan bunga dengan sepasang sepatu di lokasi protes, atau di rumah mereka. Penyelenggara mengatakan protes simbolis akan menghormati lebih dari 580 orang yang dibunuh oleh militer, dengan menulis: "untuk setiap langkah, sekuntum bunga mekar".
Para pengunjuk rasa, yang menghadapi kekerasan brutal oleh pasukan keamanan, telah menemukan cara baru untuk menunjukkan pembangkangan mereka kepada junta. Pada hari Senin, telur Paskah dihiasi dengan slogan anti-kudeta, bagian dari "serangan telur Paskah", sementara pada hari Selasa, jalan-jalan di Yangon disiram dengan cat merah dalam "Serangan darah" untuk menyoroti pembunuhan pengunjuk rasa damai.
Para pengunjuk rasa juga menggunakan media sosial secara kreatif, menggunakannya untuk berbagi rekaman pelanggaran oleh militer, serta karya seni dan meme anti-kudeta. Banyak yang bergabung dalam solidaritas dengan gerakan pro-demokrasi lainnya di kawasan ini, mengadopsi tagar #MilkTeaAlliance, yang pertama kali digunakan oleh anak muda di Thailand, Taiwan, dan Hong Kong untuk menyuarakan oposisi terhadap otoriterisme. Menurut Twitter, yang kini telah membuat emoji teh susu, tagar tersebut telah ditampilkan di lebih dari 11 juta tweet pada tahun lalu, dengan penggunaannya melonjak pada bulan Februari ketika kudeta pertama kali terjadi.