Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Lembaga Adat Besar Dayak Benuaq, Tunjung dan Bentian Kelurahan Jahab, Kabupaten Kutai Kartanegara  diwakili Ketua Adat Besar Dayak Kukar, Baharan Osik, Ketua Komisi Hukum Adat  Kaltim, Andreas Lawing dan Musia Jiu, mengadu ke Komisi I DPRD Kaltim, Senin (24/9).

Mereka menyampaikan keberatan kepada pihak Polres Kukar yang dinilai melanggar hak asasi manusia masyarakat adat Suku Dayak Benuaq.

Ketua Adat Besar Dayak Kukar,  Baharan Osik,  menyatakan keberatannya atas dua hal, pertama penggrebekan dan penangkapan sejumlah warga pada tanggal 24 Juli lalu, dan  kedua dikategorikannya upacara adat Butor Buyang sebagai perjudian,  padahal itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam prosesi adat setempat.

Adapun kronologisnya, berawal dari sakitnya seorang pawang yang telah dicoba berbagai pengobatan medis namun tidak kunjung mendapat kesembuhan, lalu sesuai dengan adat setempat maka dilakukanlah prosesi penyembuhan yang disebut belian dan Nguguh Taun (upacara pembersihan kampung atau untuk penyembuhan orang sakit).

Dalam pelaksanaan ritual Nguguh Taun ada sebuah kegiatan yang disebut dengan Butor Buyang dan Saukng Salaakang,  yang mana kegiatan tersebut di antaranya sabung ayam dan permainan dadu, dan memang menggunakan taruhan uang.

Kendati demikian, dalam permainan tersebut sebenarnya tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena seluruh hasil dari permainan itu disumbangkan kepada pihak keluarga yang mengadakan acara guna berlangsungnya secara maksimal. Sebab prosesi kegiatan tersebut diperlukan anggaran yang besar.

Selain itu,  kegiatan Butor Buyang dan Saukng Salaakang hanya dilakukan pada saat ritual adat Nguguh Taun dan hanya dilakukan pada lingkungan acara, itu artinya tidak ada kegiatan di luar wilayah acara dan pada hari-hari biasa. Apabila ada kegiatan itu dilakukan di luar saat ritual adat,  maka akan dikenakan sanksi  adat.

Ketua Komisi Hukum Adat  Kaltim,   Andreas Lawing menambahkan pada 24 juli lalu tepatnya pukul 22.30 Wita, rombongan aparat kepolisian Kukar yang dipimpin Wakapolres mendatangi kampung Jahab yang sedang melakukan ritual adat Nguguh Taun sekaligus Butor Buyang dan Saukng Salaakang. Rombongan tersebut bermaksud ingin menemui panitia kegiatan untuk meminta khusus kegiatan  Butor Buyang dan Saukng Salaakang dihentikan karena berindikasi judi,  yang dilarang undang-undang.

Setelah pihak Polres kukar dan panitia kegiatan adat bersepakat terkait masalah tersebut, yakni  melakukan musyawarah dalam pertemuan yang nantinya dihadiri pula  Pemkab Kukar,  kejaksaan negeri Tenggarong dan berbagai pihak terkait lainnya, pada  keesokan harinya atau 25 Juli 2012.

"Karena menghormati umat muslim sebab bertepatan dengan bulan puasa dan himbauan dari Wakapolres kukar itu,  maka setengah jam kemudian atau pukul 23.00 Wita, petugas adat telah mengumumkan lewat pengeras suara agar semua permainan dihentikan dan semua warga menuruti," tutur Lawing.

Namun kemudian yang menimbulkan luka masyarakat adat di Jahab adalah setengah jam setelah seluruh warga menghentikan kegiatan yang diklaim oleh pihak kepolisian sebagai judi, atau tepatnya pukul 23.30 Wita, ada  anggota  Polres Kukar yang malah mengeluarkan satu kali tembakan peringatan kepada warga sekitar yang hanya duduk-duduk mengobrol biasa, dibarengi dengan membawa meja, kursi dan lainnya yang dianggap sarana perjudian.

Polisi juga  menciduk sejumlah warga,  yakni Kepala Adat Besar Dayak,  Alosius Bahron Osik dan Aman. Keduanya baru dilepas tanggal 25 Juli 2012 subuh atau sekitar 05.30 Wita.,

Menanggapi hal tersebut,  Wakil Ketua Komisi I, Pdt  Yefta Berto mengatakan bahwa rapat bersepakat mengakui upacara adat Nguguh Taun, Kwangkay dan  Butor Buyang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

"Agar kegiatan adat tetap berjalan sebagaimana biasanya dan dalam rangka menunggu terbitnya Perda terkait dengan hal tersebut, maka dipandang perlu Pemkab  Kukar, masyarakat Adat Dayak setempat dan pihak kepolisian untuk membuat kesepakatan bersama dalam bentuk nota kesepahaman," kata Yefta.

Rapat sepakat pula bahwa kegiatan Nguguh Taun, Kwangkay dan Butor Buyang tidak diselenggarakan pada hari-hari besar keagamaan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya  adalah mendorong Pemprov Kaltim dan Pemkab Kukar untuk memberikan perlindungan terhadap keberaaan adat istiadat setempat. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/mir)

Pewarta:

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012