Jakarta (ANTARA News Kaltim) - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari menilai RUU Pilkada yang mengatur pemilihan gubernur oleh DPRD merupakan bentuk kemunduran demokrasi karena menarik kembali prinsip-prinsip kedaulatan rakyat.

"RUU Pilkada tersebut merupakan langkah mundur dari asas-asas demokrasi yang sudah berjalan selama 14 tahun ini," kata Hajriyanto pada Sarasehan Kebudayaan "Kekerasan di Sekitar Kita" di Jakarta, Minggu malam.

RUU Pilkada mengatur pemilihan gubernur (pilgub) yang tidak lagi dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi dipilih oleh DPRD.

Menurut dia, tidak lazim jika hak rakyat dalam memilih gubernur secara langsung ditarik kembali menjadi tidak langsung.

Dia juga menjelaskan jika RUU Pilkada disahkan sama halnya dengan menarik kembali Undang-Undang Kebebasan Pers Nomor 40 tahun 1999.

"Dalam demokrasi, menarik kembali kebijakan untuk rakyat itu tidak bisa dilakukan," katanya.

Hajriyanto juga menilai menerapkan efisiensi dalam demokrasi merupakan upaya yang tidak relevan.

"Sangat sulit untuk menghemat biaya demi menyuarakan suara rakyat," kata dia.

Berbeda dengan Hajriyanto, sebelumnya, Pengamat dan Ahli Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menilai RUU Pilkada sebagai bentuk efisiensi demokrasi karena dapat menekan anggaran yang membengkak selama masa pemilihan berlangsung.

"Dari segi ekonomi, tentu akan menghemat biaya pemilu karena hanya akan diadakan dua pemilu langsung, yaitu pemilu presiden dan bupati-walikota," kata Jimly.

Dari segi demokrasi, menurut Jimly, RUU Pilkada tidak mengubah esensi demokrasi yang telah dipraktikan selama 14 tahun di Indonesia.

"Demokrasi itu ada dua, langsung dan tidak langsung. Gubernur yang dipilih oleh DPRD itu masih menganut asas-asas demokrasi hanya tidak pilih secara langsung oleh rakyat, namun dipilih oleh perwakilan rakyat," katanya.

Hal sama juga disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Sutiyoso yang mendukung RUU Pilkada.

"Pemilihan langsung tidak menjamin calonnya benar-benar bersih dan kompeten," kata dia pada rakornas PKPI di Jakarta.

Mantan Gubernur DKI Jakarta dua periode itu menyebutkan sebanyak 176 kepala daerah terjerat kasus korupsi menjadi bukti bahwa pemilihan langsung tidak menjamin munculnya figur yang bersih.

"Tidak bisa dipungkiri pemilihan umum langsung memerlukan banyak biaya. Jadi, apapun akan dilakukan para calon untuk menutupi anggaran biaya pemilu tersebut," katanya. (*)

Pewarta: ANTARA Jakarta

Editor : Arief Mujayatno


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2012