Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat, melakukan demonstrasi di depan kantor gubernur setempat untuk meminta Pemerintah menghentikan daya rusak 'virus' pertambangan dan penghentian perluasan pertambangan di daerah ini.



"Bencana nonalam akibat tambang dan bisnis lahan skala luas di Kaltim telah berlangsung lebih dari setengah abad di bawah kendali para pengurus publik," ujar Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang, salah satu orator dalam demo di Samarinda, Jumat.



Perwakilan yang turut menyuarakan dalam aksi ini adalah dari warga Desa Santan Tengah, Santan Ilir, Sangasanga Dalam, Kampung Ongko Asa, Kampung Pepas Asa, Nelayan Manggar Balikpapan, kemudian Walhi Kaltim, Jatam Kaltim, Kaltim Melawan, Pokja 30, dan LBH Samarinda.




Mereka menyatakan, gelombang penyebaran dan pendalaman kerusakan dari wabah virus pertambangan berlangsung 24 jam setiap hari, tanpa hari libur, dan tanpa kurva melandai.



Kerusakan hutan, margasatwa, kampung-halaman, tamatnya sumber-sumber air kehidupan, kesengsaraan, meredupnya masa depan negeri dan bangsa sebesar ini akibat wabah 'virus' pertambangan akan melekat bersama kehidupan sehari-hari warga.



"Bukan untuk satu atau dua tahun seperti layaknya prediksi masa mewabahnya COVID-19, tapi untuk sebuah kurun waktu yang lama, bahkan terlalu jauh ke depan," ujar Rupang pula.



Menurutnya, daya rusak pertambangan beroperasi selayaknya wabah virus. Pertama, 'virus' pertambangan akan mencari inang untuk tetap hidup, dengan hinggap dan menggerogoti ruang hidup warga, mengubahnya menjadi konsesi pertambangan.



Kaltim, katanya, menjadi pusat eksploitasi sumber daya alam, hal ini bisa dilihat dari total konsesi tambang yang terdiri dari dua jenis. Pertama adalah izin usaha pertambangan (IUP). Izin ini diterbitkan bupati dan wali kota pada masa silam dengan total luas lebih dari 4 juta hektare.



"Jenis izin kedua adalah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Konsesi ini diterbitkan pemerintah pusat dan terdiri dari beberapa generasi. Sebanyak 30 PKP2B beroperasi dengan luas 1 juta hektare," katanya pula.



'Virus' pertambangan, seperti halnya Virus Corona, lanjutnya, juga bermutasi dalam perkembangannya. Cara 'virus' pertambangan bermutasi salah satunya melalui pengenalan bahasa yang terdengar baik dan ramah, guna membalut bahayanya 'virus' tambang ini, seperti tambang hijau (green mining) dan tambang berkelanjutan (sustainable mining).



Mutasi 'virus' tambang lainnya adalah strategi industri dalam bermuslihat dengan warga melalui tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) yang merupakan upaya suap untuk mendapatkan persetujuan warga.



"Tipu muslihat industri tambang terhadap publik bermutasi dari waktu ke waktu, tujuannya adalah agar 'virus' pertambangan menjadi lebih mudah menginfeksi dan diterima tanpa sadar oleh warga," ujar Rupang.*

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020