Urban farming tetap menjadi andalan pengendalian inflasi di Balikpapan, Kalimantan Timur tahun 2020, sehingga bercocok tanam di lahan terbatas tersebut didukung penuh oleh Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah Kota Balikpapan.


"Tahun 2019 kami bagikan hingga 20.000 bibit cabai untuk ditanam masyarakat melalui berbagai komunitas," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Balikpapan Bimo Epyanto, Kamis.

Komunitas tersebut mulai dari petani profesional, pelajar hingga ibu rumah tangga. Bagi pelajar, bibit ditanam di pekarangan atau di pot sekolah mereka.

Programnya disebut Sekolah Peduli Inflasi atau SPI dan melibatkan hingga 30 sekolah menengah pertama, sekolah kejuruan, dan pondok pesantren di Balikpapan dan Penajam Paser Utara. BI menggelar pelatihan dan pendampingan agar menanam cabainya berhasil.

Kemudian BI juga mengajak kaum perempuan bertani cabai lebih intensif lewat Gerakan Wanita Mandiri Terampil dan Berdaya yang disingkat GW Matilda. "Program unggulan kami," kata Epyanto.

Sebanyak 20 kelurahan di Balikpapan menjadi peserta aktif GW Matilda. Dalam waktu 4 bulan, gerakan ini berhasil membentuk 20 kawasan urban farming di Kota Balikpapan.

Apalagi, GW Matilda menanam tak hanya tanaman penyumbang inflasi seperti cabai rawit dan tomat sayur, tapi juga tanaman sayuran lainnya seperti kacang panjang, sawi, kangkung, terong serta berbagai macam jenis buah-buahan dan tanaman lainnya.

“Selama 4 bulan, GW Matilda berhasil panen 137,95 kg cabai rawit, juga 160 kg tomat sayur,” kata Erdi Gumilang, anggota tim BI untuk program tersebut.

Harga cabai memang menjadi satu penyumbang inflasi di kota minyak ini. Namun pasokannya yang sangat tergantung dari daerah lain penghasil seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan membuat harganya mudah bergejolak dan cenderung naik.

Program SPI dan GW Matilda walaupun produksinya masih terbatas, setidaknya berhasil mengurangi sedikit ketergantungan pada pasar.

"Kan lumayan tidak belanja ke pasar lagi. Cukup petik dari pekarangan kalau mau cabai," kata Riani, warga Graha Indah. Kelurahan di Balikpapan Utara ini meraih penghargaan ketiga anugerah GW Matilda Desember lalu.

Dengan hasil yang positif itu, urban farming tetap jadi andalan menjaga inflasi tetap terkendali. Tim Pengendali Inflasi Kota Balikpapan yang diketuai Wali Kota Rizal Effendi menetapkannya bersama-sama dengan sejumlah langkah lain dalam rapat Rabu (15/1) lalu.

“Sambil kita pererat kerja sama dengan daerah penghasil untuk menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi," kata Wali Kota Rizal Effendi.

Nilai inflasi Balikpapan pada 2019 berada pada 1,17 persen, sebagian besarnya disebabkan kenaikan harga sayur-sayuran.

Pewarta: Novi Abdi

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2020